Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah diminta menghitung urgensi pembangunan jalan tol baru.
Belum semua jalan tol terutilisasi dengan otpimal.
Pembangunan jalan tol perlu dibarengi pengembangan wilayah.
JAKARTA — Pemerintah diminta tidak terburu-buru menambah jumlah jalan tol kendati banyak permintaan dari daerah. Terlebih apabila proyek itu direncanakan didukung anggaran pemerintah. "Harus dikaji dengan matang return of investment-nya. Kalaupun memakai penyertaan modal negara (PMN), itu tidak gratis, harus ada pengembaliannya," kata konsultan senior Supply Chain Indonesia, Sugi Purnoto, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sugi mengatakan perhitungan tersebut bisa dilakukan dengan mensimulasikan pertumbuhan populasi dan pergerakan penduduk pada periode pengembalian yang direncanakan. Misalnya selama 20 tahun ke depan. Dengan simulasi tersebut, pembangunan jalan tol pun menjadi lebih tepat guna. "Kalau tidak maksimal (utilisasinya), pembangunan jalan tol akan mubazir, dan selama itu pun dana perawatannya kan cukup besar," kata Sugi. Biaya itu nantinya menjadi beban bagi operator apabila okupansi jalan tidak sesuai dengan harapan. "Bukan pemerintah pusat, apalagi pemerintah daerah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo sebelumnya menyatakan banyaknya permintaan pembangunan jalan tol dari daerah. Permintaan itu diklaim datang tidak hanya dari daerah-daerah di Pulau Jawa, tapi juga di luar Pulau Jawa. Atas permintaan tersebut, ia mengatakan pemerintah memprioritaskan pembangunan di luar Pulau Jawa. Namun Jokowi mempersilakan adanya pembangunan jalan tol anyar di Pulau Jawa, asalkan perhitungannya masih layak. Jika secara perhitungan internal rate of return belum layak, Jokowi membuka peluang pemberian penyertaan modal negara (PMN) ke badan usaha milik negara atau pembangunannya dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut Sugi, daerah boleh-boleh saja meminta pembangunan jalan tol. Namun ia mengingatkan bahwa pembangunan jalan tol dinilai perlu apabila memenuhi beberapa kondisi. Misalnya, jalan nasional tidak lagi menampung arus perjalanan, atau adanya akselerasi kecepatan waktu tempuh dari jalan tol tersebut. "Kalau pemerintah daerah ramai meminta pembangunan jalan tol, harus lihat area yang akan dibangun itu okupansi jalannya sudah berapa." Selain di Jawa dan Sumatera, ia melihat kota-kota besar lainnya masih belum terlalu membutuhkan jalan bebas hambatan.
Kalaupun mau, kata Sugi, beberapa peluang proyek jalan tol bisa dilakukan di lintas Makassar-Palopo, kendati kemacetannya cenderung terjadi hanya di Makassar. Untuk kota besar lain seperti Banjarmasin, masih belum terlalu perlu. Menurut Sugi, jalur bebas hambatan bisa dibangun untuk akses bandara ke Banjarbaru. "Tapi itu juga sekarang sudah dua jalur, sudah bagus. Macet itu (terjadi) kalau ketemu truk antre solar. Jadi, menurut saya, belum perlu," ujar Sugi.
Untuk kota besar lain di Kalimantan, misalnya Pontianak, Sugi melanjutkan, pembangunan jalan tol mungkin saja dilakukan, tapi perlu ada kajian rute dengan rasio kendaraan tinggi. Sementara itu, wilayah lain, seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, dinilai belum memerlukan infrastruktur jalan tol karena jalanan relatif sepi. "Nah, sekarang, dengan permintaan jalan tol ini, apalagi dengan PMN, harus dicek kembali. Jangan sampai, begitu jalan tol dibangun, pemda tidak ada tanggung jawab (kalau utilisasi tidak maksimum)."
Melihat beberapa pembangunan jalan tol yang telah terjadi, Sugi mengatakan jalur Trans Jawa saat ini mulai ramai, tapi baru pada ruas Cikopo-Palimanan. Sedangkan ruas Semarang-Surabaya dinilai masih relatif sepi. Jalan tol Balikpapan-Samarinda dianggap cukup memangkas waktu perjalanan di antara dua kota ini, tapi belum cukup menjadi pilihan pelaku logistik karena tarifnya tinggi. "Trans Sumatera itu malah sangat menolong karena kondisi akses di jalur utama banyak pungli dan jalan rusak. Dengan adanya jalan tol itu kan penuh, enggak lewat jalan biasa," kata Sugi.
Petugas menutup akses jalan menuju gerbang tol Gedebage di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, 24 Juli 2023. TEMPO/Prima mulia
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, mengatakan ada beberapa permasalahan yang mesti menjadi pertimbangan pemerintah sebelum menggeber pembangunan jalan tol, terutama di luar Jawa. Pertama, secara finansial masih kurang layak. Kedua, pemerintah dinilai perlu belajar dari persoalan pembangunan di Pulau Jawa.
Dengan kepadatan penduduk yang rendah dan pendapatan per kapita yang juga lebih rendah dibanding Pulau Jawa, kata Yusuf, proyeksi arus lalu lintas jalan tol di luar Jawa berpotensi minim sehingga pengembalian investasi akan sangat rendah. "Kalaupun pemerintah siap memberi PMN, dengan IRR yang rendah, BUMN karya yang akan membangun jalan tol tersebut dipastikan akan kesulitan menjualnya ke pihak lain setelah selesai dibangun."
Apabila proyek itu kemudian dioperasikan sendiri, Yusuf memperkirakan jalan tol di luar Jawa membutuhkan masa konsesi yang sangat panjang untuk pengembalian modal. Ujung-ujungnya, proyek tersebut berpotensi memberatkan arus kas perusahaan. Ketimbang jalan tol, ia mengatakan infrastruktur transportasi yang tepat di luar Pulau Jawa adalah pembenahan jalan nasional untuk mobilitas penumpang serta kereta api dan kapal laut untuk barang.
Sebelumnya, berbagai proyek penugasan infrastruktur, seperti jalan tol, terbukti membebani keuangan perusahaan-perusahaan kontraktor pelat merah. Beberapa bulan lalu, PT Waskita Karya (Persero) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk mengajukan penundaan pembayaran finansial atas utang-utang jangka pendeknya.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan pembangunan jalan tol sejatinya bisa berdampak positif bagi perekonomian. Namun ia mengatakan hal tersebut perlu diiringi dengan perencanaan pengembangan wilayah, seperti kawasan industri dan logistik serta pariwisata di sekitarnya. "Serta, seharusnya pembangunan infrastruktur tidak boleh menjadi beban bagi keuangan BUMN karya," kata Josua.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Prioritas Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sumedi Andono Mulyo, mengatakan pembangunan jalan tol selama ini menjadi pilihan paling masuk akal di tengah kondisi jalan non-tol yang sempit, rusak, dan macet. Namun ia sepakat bahwa pembangunan jalur bebas hambatan harus dilakukan bersamaan dengan pengembangan kawasan atau wilayah oleh pemerintah daerah atau pelaku usaha. "Kalau ini bisa dilakukan secara simultan, pembangunan jalan tol akan lebih optimal dalam menggerakkan ekonomi daerah dan nasional," ujarnya.
Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Wahyu Utomo, mengatakan selama ini pemerintah juga mengkaji proyek-proyek jalan tol yang masuk dalam proyek strategis nasional. Pembangunan jalan tol tetap mempertimbangkan aspek finansial dan arus mobilitas masyarakat. Contohnya pada proyek jalan tol Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap yang rutenya kini dipangkas hanya sampai Ciamis. Wahyu mengatakan pilihan itu diambil karena arus perjalanan paling banyak berada pada rute Bandung ke Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. "Cilacap kenapa enggak, karena dulu mau bikin kilang, tapi enggak jadi. Kalau ada itu (kilang), mungkin akan ada tarikan ke situ."
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo