Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Kemendag soal Permintaan Kaji Bea Masuk Nol Persen Susu Impor dari Australia: Enggak Ada Logikanya

Kemendag menilai permintaan meninjau bea masuk nol persen untuk susu impor dari Australia dan Selandia Baru tak masuk akal. Kenapa?

22 November 2024 | 05.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan permintaan meninjau bea masuk nol persen untuk susu impor dari Australia dan Selandia Baru tak masuk akal. Musababnya, menurut dia, kenaikan tarif justru akan mengakibatkan harga bahan baku dan susu makin mahal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau untuk me-review, enggak ada logic-nya. Kenapa? Kalau di-review makin naik, ya makin mahal bahan baku yang dibutuhkan di dalam negeri makin mahal. Biayanya dari mana? Ngapain kita high cost economy?” kata Djatmiko kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan biaya bahan baku yang meningkat, Djatmiko mengatakan harga susu juga akan semakin mahal. Rakyat Indonesia, kata dia, semakin sulit untuk minum susu.

FTA dengan Australia dan Selandia Baru, menurut Djatmiko, tak hanya berguna mendukung kemampuan produsen dalam negeri untuk ekspor. Perjanjian ini juga berperan mendukung kebutuhan industri dalam negeri. Termasuk dengan menyediakan bahan baku.

Salah satu penyebab susu dalam negeri tak terserap optimal, Djatmiko mengungkap karena tak semua susu itu sesuai standar. Industri pengolahan susu, menurut dia, perlu meningkatkan kualitas. Pasalnya, permintaan susu terus meningkat melampaui jumlah produksi susu peternak.

Karena itu, Djatmiko mengatakan instansinya saat ini mempersiapkan skema penyerapan susu peternak lokal. Kemendag akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Sedangkan Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, impor susu telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 juncto Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Dalam beleid itu, impor susu diharuskan mengantongi rekomendasi dari kementerian teknis, yakni Kementerian Pertanian (Kementan).

Karena itu, Budi Santoso mengaku telah berkomunikasi dengan Kementan ihwal aturan impor susu itu. Ia membuka peluang pembaruan persyaratan agar rekomendasi impor yang keluat mengharuskan ada penyerapan susu lokal oleh industri. Menurut dia, ini langkah yang paling cepat.

“Kalau perubahan (perjanjian) kan perlu waktu lama, perubahan perundingan itu kan harus berunding, menentukan jadwal aja lama. Kami cari yang paling cepat,” kata Budi Santoso kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Saat ini jumlah koperasi produsen susu nasional mencapai 59 unit. Pada 2023, jumlah populasi sapi di koperasi produsen susu sebanyak 227.615 ekor. Mereka menghasilkan susu sebesar 470 ribu ton. Sedangkan peternakan sapi modern dengan 32 ribu ekor sapi mampu menghasilkan susu sebanyak 164 ribu ton.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan untuk menutupi kebutuhan itu, pemerintah mengimpor susu dari luar negeri. Importir terbesar di Indonesia saat ini adalah Selandia Baru dengan produksi susu sebesar 21,3 juta ton. Bersama Australia, Selandia Baru memanfaatkan FTA dengan Indonesia.

Perjanjian ini menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga eksportir produk susu global lainnya. Kedekatan geografis Australia dan Selandia Baru dengan Indonesia juga dinai Budi Arie membuat harga produk susu mereka sangat kompetitif.

Budi Arie mengatakan, impor susu skim mengakibatkan harga susu segar menjadi lebih murah. Susu segar saat ini dipatok seharga Rp 7.000. Idealnya, harga susu segar bisa mencapai Rp 9.000. “Para peternak sapi perah mengalami kerugian,” kata Budi Arie di Kantor Kemenkop, Jakart, Senin, 11 November 2024.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus