Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan tengah mengkaji kemungkinan diberlakukannya tarif batas atas dan batas bawah untuk angkutan kereta api. Direktur Jenderal Perkerataapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan aturan ini dipertimbangkan guna melindungi kepentingan konsumen dan operator.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
BACA: Jumlah Pemudik dengan Kereta Api Naik 3,41 Persen
"Kami sedang kaji. Belum tahu kapan selesai, tapi secepatnya," ujar Zulfikri saat ditemui di kawasan Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Jumat petang, 24 Mei 2019.
Kementerian Perhubungan sebelumnya memberlakukan peraturan yang sama untuk tiket pesawat. Menurut Zulfikri, angkutan perkeretaapian Kemenhub juga mesti mengkaji aturan yang sama agar harga tiket yang ditawarkan operator tetap terjangkau oleh masyarakat.
Zulfikri mengatakan kajian itu melibatkan seluruh pihak berwenang. Di antaranya PT KAI, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen atau YLKI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
BACA: Puncak Arus Mudik Penumpang Kereta Api Diprediksi 31 Mei
Selama ini, harga yang beredar untuk tiket kereta api non-subsidi diserahkan pada operator melalui mekanisme pasar. KAI sebagai operator kereta pun sebelumnya telah mengatur adanya TBA dan TBB melalui surat keputusan SK.C/KB.203/IX/2/KA-2018.
Surat yang di dalamnya memuat sejumlah lampiran itu mengatur adanya tarif batas untuk semua kelas angkut kereta api penumpang komersial. Di antaranya kelas eksekutif, eksekutif sleeper, bisnis, ekonomi, ekonomi premium, campuran, dan kereta komuter.
Untuk TBA kelas eksekutif, PT Kereta Api Indonesia mengatur harga yang dilepas ke konsumen maksimal ialah Rp 1 juta untuk rute perjalanan terjauh, seperti Bima dan Gajayana tujuan Jakarta-Malang. Sedangkan tiket kereta bisnis dan ekonomi dipatok tak melebihi Rp 500 ribu untuk semua rute.