Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mencatat masa penimbunan peti kemas atau dwelling time di pelabuhan logistik Tanjung Priok turun menjadi rata-rata 2,4 hari. Pada April lalu, masa dwelling time untuk barang ekspor-impor masih di atas 3 hari sehingga acap menimbulkan penumpukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Penurunan angka dwelling time ini diikuti oleh peningkatan volume kapasitas bongkar-muat barang,” ujar Budi Karya di kompleks Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ahad, 6 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hingga pengujung 2019, Budi Karya menargetkan bongkar-muat kapal di seluruh terminal di Tanjung Priok akan mencapai 8 juta TEUs. Angka tersebut naik sekitar 500 ribu TEUs dari tahun lalu yang hanya 7,5 juta TEUs.
Corporate Communication PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Indonesia Port Corporation (IPS) Fajar Setyono mengatakan adanya digitalisasi sistem bongkar-muat kapal telah berkontribusi menekan dwelling time. Dengan digitalisasi, proses bongkar-muat kontainer menjadi lebih cepat ketimbang sebelumnya.
“Selain itu, kami membuka pelayanan bongkar-muat 7x24 jam,” ucapnya. Pelayanan non-stop, ujar dia, akan meningkatkan aktivitas bongkar-muat barang dari semula sekali sepekan menjadi dua hingga tiga kali sepekan. Penambahan waktu pelayanan tersebut juga berdampak mengurangi kemacetan di jalan tol sekitar Tanjung Priok imbas bongkar-muat barang.
Tak hanya oleh IPC, kantor Bea Cukai juga berkontribusi dalam menekan dwelling time. Menurut Fajar, Bea Cukai dibutuhkan dalam proses custom clearance adalah proses administrasi pengeluaran atau pengiriman barang dari dan ke pelabuhan logistik.
“Instansi lain yang terkait custom clearance, misalnya karantina untuk tumbuhan dan hewan serta syahbandar untuk dokumen kapal.