Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan menjelaskan soal adanya dugaan penyesuaian perjanjian ruang kendali udara atau Flight Information Region (FIR) tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Perjanjian yang diteken pemerintah Singapura dan Indonesia itu di dalamnya mengatur pendelegasian sebagian pelayanan navigasi udara ke Otoritas Penerangan Singapura.
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menerangkan secara fakta, hanya 29 persen wilayah yang didelegasikan ke otoritas Singapura. Area itu berada di sekitar Bandara International Changi.
“Dan hal ini harus dilakukan karena pertimbangan keselamatan penerbangan. Bahkan di 29 persen area yang didelegasikan tersebut, terdapat wilayah yang tetap dilayani oleh AirNav Indonesia untuk keperluan penerbangan di Bandara Batam dan Tanjung Pinang,” ujar Adita saat dihubungi pada Senin, 31 Januari 2022.
Menurut dia, negosiasi penyesuaian perjanjian FIR telah berlangsung lama dan melewati berbagai pertimbangan. Dia mengatakan, pemerintah berkepentingan untuk menjaga aspek keselamatan penerbangan.
Adapun pengaturan sebagian wilayah ruang udara Indonesia oleh negara lain, termasuk Singapura, ujar Adita, sudah terjadi sejak lama. Ketika mendapat pengakuan sebagai negara kepulauan, Indonesia melaksanakan negosiasi untuk melakukan penyesuaian FIR.
“Upaya serius mulai dilakukan sejak dekade 90-an dan kian intens dikerjakan dalam setengah dasawarsa terakhir. Dengan berhasil ditandatanganinya MoU antara Indonesia dan Singapura pada 25 Januari 2022, kita seharusnya patut bersyukur,” ucap Adita.
Sebab, dia menerangkan, wilayah teritori Tanah Air yang mencakup 249.595 kilometer persegi--yang selama ini masuk ke FIR Singapura--akan diakui secara internasional sebagai bagian dari ruang kendali udara Indonesia.
“Pemerintah sangat terbuka terhadap masukan, saran, bahkan kritik terkait FIR. Namun kami berharap bahwa saran hingga kritik yang disampaikan harus didasari oleh informasi yang benar, analisa komprehensif, dan akurat,” kata dia.
Kritik Hikmahanto Juwana
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, sebelumnya menilai perjanjian penyesuaian ruang kendali udara antara Singapura dan Indonesia tidak perlu dilakukan. Menurut dia, kerja sama FIR tersebut berpotensi menabrak UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
"Karena wilayah-wilayah tertentu yang berada dalam kedaulatan Indonesia pada ketinggian 0-37.000 justru didelegasikan ke Otoritas Penerangan Singapura," kata Hikmahanto.
Menurut dia, Pasal 458 Undang-undang Penerbangan dengan tegas mengatur regulasi tersebut. "Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-undang ini berlaku,” katanya.
Sesuai dengan regulasi, perjanjian FIR Indonesia-Singapura tidak boleh lagi ada pendelegasian. Dia pun mempertanyakan pendelegasian pelayanan navigasi ke otoritas penerbangan Singapura untuk jangka waktu 25 tahun. Bahkan perjanjian itu dapat diperpanjang sepanjang mendapat kesepakatan kedua negara.
"Bila melihat ketentuan Pasal 458 UU Penerbangan itu, sepertinya para pejabat yang menegosiasikan Perjanjian FIR tidak memperhatikan atau dengan sengaja ingin menyimpang dari UU Penerbangan,” ucapnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | IMAM HAMDI
Baca juga: KAI Berikan Potongan Harga Tiket Kereta Jarak Jauh 20 Persen untuk Lansia
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini