Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menyebut kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen mulai 2025 bisa berdampak pada pembangunan infrastruktur. Sebab, kenaikan PPN bakal mengerek harga material.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akan tetapi, Dody belum bisa memastikan sejauh mana kenaikan PPN akan berdampak. Ia hanya mengatakan hal ini akan dibicarakan dengan para stakeholder terkait. Selain itu, Dody memastikan Kementerian PU bakal menyiapkan langkah mitigasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ya, nanti tinggal merelokasi anggaran kanan-kiri saja,” kata Dody di Bappenas, Senin, 18 November 2024.
Sebelumnya, kenaikan tarif PPN mulai tahun depan disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan komisi XI DPR pekan lalu. “Sudah ada UU-nya kita perlu siapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” kata dia di Senayan, Rabu, 13 November 2024.
Sesuai Undang-undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), beberapa objek barang kena pajak pertambahan nilai di antaranya benda-benda elektronik, pakaian, tanah dan bangunan, perabot rumah tangga, makanan olahan yang diproduksi kemasan, serta kendaraan bermotor.
Kemudian, dalam peraturan menteri keuangan (PMK) nomor 71/PMK.03/2022 disebutkan, jasa yang kena PPN adalah pengiriman paket, jasa perjalanan wisata, jasa penyelenggara perjalanan ibadah keagamaan, hingga penyelenggaraan penyediaan voucher. Selain itu, tiket pesawat domestik juga masuk dalam objek pajak pertambahan nilai.
Adapun barang yang tidak kena pajak adalah barang kebutuhan pokok, makanan yang disajikan di hotel maupun restoran, uang dan emas batangan, minyak mentah, hingga mineral mentah. Sedangkan jasa yang tidak dikenakan PPN yakni pelayanan kesehatan, layanan sosial, keuangan, asuransi, keagamaan pendidikan, kesenian, ketenagakerjaan, perhotelan, pengiriman uang dan katering.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ombudsman Temukan Aspek Perizinan Jadi Potensi Maladministrasi dalam Tata Kelola Industri Kelapa Sawit