Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pecel lele atau pecak lele menjadi salah satu makanan yang umumnya dijajakan oleh pedagang kaki lima (PKL) dan mudah dijumpai di sepanjang jalan, baik di perkotaan maupun pedesaan. Pecel lele memiliki beberapa sebutan yang berbeda-beda di sejumlah daerah, seperti pecek lele di Jember, lalapan lele di Malang, dan penyetan di Surabaya, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat diperhatikan, warung-warung yang menjual pecel lele biasanya menggunakan spanduk dengan motif yang seragam. Desain spanduk pecel lele tersebut sering kali menggunakan kombinasi warna yang mencolok, berhiaskan gambar hewan-hewan, dan bertuliskan kata “Lamongan”, sebuah kabupaten di Jawa Timur yang dikaitkan dengan asal pecel lele.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, bagaimana asal-usul spanduk dan kenapa desain spanduk warung pecel lele sama? Simak informasinya berikut ini.
Asal-usul Spanduk Warung Pecel Lele
Melansir Jurnal Ekspresi Seni (2019) karya Iswandi dan Mubarat, spanduk tenda pecel lele diperkirakan lahir pertama kali di Lamongan. Sebelum menjual pecel lele, para pedagang dari Lamongan lebih dahulu menawarkan soto ayam yang juga dikenal dengan julukan soto Lamongan.
Mereka disebut melukis spanduk sendiri yang berfungsi sebagai penutup warung dan media promosi. Makanan pecel lele dan pecel ayam disinyalir baru muncul pada akhir 1970-an. Kehadiran dua menu makanan tersebut dianggap menjadi salah satu titik perkembangan spanduk lukis. Spanduk yang mulanya bergambar soto, kemudian bertambah gambar ayam dan lele.
Akan tetapi, dosen komunikasi visual program studi Jurnalistik Universitas Padjadjaran (Unpad) Sandi Jaya Saputra meragukan spanduk yang khas tersebut merupakan identitas Lamongan. Dia menilai, ada banyak orang yang bukan asli Lamongan juga ahli membuat spanduk lukis.
Selain itu, menurut Sandi, ada spanduk pecel lele yang berasal dari Kabupaten Brebes, Jawa Tengah yang sama-sama dilukis. Hanya saja, spanduk dari Brebes tidak memakai gambar hewan dan memakai warna merah serta biru. Sedangkan spanduk asal Lamongan identik dengan campuran warna merah, hijau, hingga oranye.
Selanjutnya: Sementara itu, seorang penjual pecel lele di Palembang,...
Sementara itu, seorang penjual pecel lele di Palembang, Sukarno menyatakan bahwa spanduk itu diklaim berasal dari Lamongan lantaran mayoritas penjualnya datang dari daerah yang sama. “Saya tidak melihat spanduk itu khas Lamongan. Spanduk diklaim sebagai khas karena kebanyakan pedagang adalah orang Lamongan,” katanya dalam sebuah wawancara, Kamis, 20 Desember 2018.
Sukarno menjelaskan, pembuatan spanduk dengan cara dilukis karena pada perkembangannya saat itu belum ada teknologi percetakan seperti sekarang. Teknik lukis yang dianggap sebagai kekhasan Lamongan kini dinilai otomatis gugur lantaran adanya teknologi sablon.
Alasan Desain Spanduk Pecel Lele yang Seragam
Menurut Iswandi dan Mubarat dalam karya tulisnya, spanduk khas pecel lele yang terpampang dipasang di empat sisi warung. Spanduk yang dipajang berfungsi sebagai penutup, penghias, dan mempercantik tempat makan tersebut.
Bila diamati, maka penggambaran objek pada spanduk nampak sederhana. Figur hewan yang biasa dikonsumsi manusia, seperti ayam, lele, bebek, dan ikan laut digambarkan di sehelai kain dasar berwarna putih. Warna-warna yang dipadukan sesuai dengan bentuk nyatanya dan dikombinasikan dengan warna primer yang kontras.
Selanjutnya, pada bagian atas dituliskan kalimat “pecel lele” dan nama kiosnya. Sedangkan di bagian bawah dicantumkan kata “Lamongan” untuk menjelaskan identitas dari asal makanannya. Tulisan-tulisan itu dibuat dengan warna serupa, yaitu gradasi warna oranye dan kuning, serta tepian garis hijau.
Pemilihan warna yang mencolok tersebut dapat memberikan kesan terang di malam hari pada saat warung beroperasi. Selain itu, warna khas dari spanduk pecel lele itu juga dimaksudkan agar calon pembeli mudah melihatnya walaupun dari kejauhan.
MELYNDA DWI PUSPITA