BISNIS perdagangan antarprovinsi dan internasional lewat pelabuhan udara baru Cengkareng, sampai minggu-minggu ini, belum menampakkan tanda-tanda akan lebih efisien dan ekonomis dibanding ketika masih di Kemayoran dan Halim Perdanakusuma. Masalahnya, para pengusaha yang beroperasi di pelud internasional baru itu rata-rata harus menambah investasi, padahal biaya pemakaian fasilitas di situ sudah lebih menggerogoti kantung dibandingkan di Kemayoran dan Halim. Untuk angkutan saja bagi yang berada di km 20 arah barat dari pusat Jakarta -sebenarnya sama dengan ke Halim - harus menambah minimal Rp 2.700 sekali numpang lewat di jalan tol. Kalau lewat jalan biasa, Daan Mogot, belum tentu perusahaan angkutan yang mengejar target mau. "Biaya pengiriman barang satu truk ke Halim dulu Rp 15.000 sampai Rp 25.000 sekarang bisa dua kali lipat," kata Jayusman dari perusahaan ekspedisi Cardig. Cardig, yahg sewaktu di Halim memiliki gudang sendiri, kini harus menyewa 20.000 m2 dengan harga US$ 7,5 per m2, juga ruangan kantor 600 m2 dengan tarif US$ 25 per m2. "Untuk gudang dan kantor saja, kini perusahaan harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 190 juta," kata direktur operasi Cardig, Sugianto. Belum lagi biaya untuk air minum, listrik, dan transpor hampir 400 karyawannya. Selain itu, perusahaan harus menambah investasi karena gudang dan kantor yang disewa tadi belum siap pakai. Misalnya perlunya pengkotakan ruangan dan fasilitas telepon. Padahal, tarif sewa ruangan kantor diHalim selama ini cuma separuh tarif Cengkareng. Belum lagi tarif penanganan barang (ground handling) yang ditawarkan PT Jasa Angkasa Semesta OAS) dan Garuda Indonesian Airways (GIA) yang lebih tinggi. Beberapa hari sebelum pelud Cengkareng resmi dibuka, beberapa perusahaan penerbangan swasta domestik mengeluh bahwa tarif ground handling JAS dan GIA akan paling mahal di dunia, yakni US$ 140. Namun, Senin lalu. hal itu dibantah Arief Moenandar, manajer umum PT JAS. "Tarif yang meliputi penanganan dokumen dan kontrol muatan, penumpang dan bagasi, muatan dan surat-surat untuk satu pesawat di sini hanya Rp 60.000," kata Arief kepada TEMPO. Tarif ini, menurut Arief, lebih murah 15% dari tarif di negara lain. Arief mengakui bahwa memang lebih mahal dari tarif sebelum ini di Kemayoran yang cuma Rp 15.000. Hal ini karena PT JAS - perusahaan konsorsium PT Bimantara Citra dan PT Chandra Dirgantara - telah menginvestasikan Rp 10 milyar untuk berbagai peralatan, seperti lima deck loader (a Rp 100 juta), tiga unit bis (a Rp 148 juta), rak peti kemas, truk air, truk tinja, dan traktor. "Selain itu, JAS juga telah melatih sebagian dari hampir 300 karyawannya ke Hong Kong dan Singapura tentang bagaimana mengelola pelabuhan," kata Arief, insinyur lulusan salah satu universitas Moskow yang juga anggota Masyarakat Profesi Muatan Udara Dunia (SWAP) itu. Arief, yang kebetulan juga perencana sistem ground handling di Cengkareng itu, mengancarkan investasi JAS sudah akan kembali Dokok dalam enam tahun. Kendati semua biaya baru itu lebil mahal, kalangan perusahaan ekspedisi belum menaikkan tarif mereka. "Untuk sementara, kalau tarif penerbangan tidak naik, kami belum akan menaikkan tarif," kata pimpinan PT Prima International Car go, Wartono Dwijowiyono. Maklum, banyak pengusaha ekspor-impor tampak nya masih menangguhkan pesanan pelayanan. Cardig, misalnya, sampai Senin lalu menangani barang ekspor 4 ton, sedangkan PT Prima baru mengharapkan sekitar 10 ton dari rata-rata 20 ton per minggu di Halim. Namun, 14 perusahaan ekspedisi di Cengkareng optimistis bahwa penanganan barang impor masih akan tinggi. Cardig, misalnya, pekan lalu sempat menangani cargo impor 100 ton lebih. Barang dan pos yang lewat pelud itu diharapkan sudah akan mulai meningkat pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini