Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ketua Komisi XI DPR Usulkan Pemerintah Tambah Kategori Barang yang Tak Kena PPN

Sebagai jalan tengah polemik kenaikan tarif PPN, Ketua Komisi XI DPR mengusulkan pemerintah tambah kategori barang yang tak kena.

24 November 2024 | 15.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana penjualan pakaian di Pasar Tanah, Abang, Jakarta, 18 November 2024. Selain pakaian, beberapa contoh barang yang terkena kenaikan PPN antara lain tas, sepatu, pulsa telekomunikasi, sabun, alat elektronik, barang otomotif, perkakas, dan kosmetik. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mukhamad Misbakhun, mengusulkan pemerintah menambah kategori barang yang dikecualikan dari objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Usulan tersebut sebagai alternatif menjaga daya beli jika PPN 12 persen berlaku tahun depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Pajak ini dibebankan kepada konsumen, sehingga penerapannya akan menyebabkan sejumlah harga barang dan jasa ikut naik. Namun dalam pasal 4a Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, terdapat barang dan jasa yang dikecualikan dari pungutan PPN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jenis barang tersebut di antaranya kebutuhan pokok, hasil pertambangan yang diambil dari sumbernya dan makanan minuman yang disajikan di hotel. Uang, emas batangan, dan surat berharga juga tak kena PPN. Selain barang, beberapa jasa juga dibebaskan dari PPN, seperti jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan jasa transportasi umum, dan jasa ketenagakerjaan.

Misbakhun bakal mengusulkan ke pemerintah memperluas kategorisasi dalam cakupan pasal 4a UU HPP. “Kami minta pemerintah juga melakukan penambahan ruang lingkupnya, walaupun itu tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU, tapi bisa dimasukkan dalam kategori yang ada di dalam pasal UU,” kata dia seusai menghadiri acara Core Economic Outlook & Beyond 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu, 23 November 2024.

Politikus Partai Golkar tersebut menganggap cara ini sebagai alternatif di tengah polemik kenaikan tarif PPN. Jika PPN ditetapkan menjadi 12 persen, maka pemerintah bisa menambah daftar barang. Misalnya kebutuhan pokok apa saja yang tak kena PPN. Perluasan jenis barang nantinya bisa diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK) atau peraturan pemerintah (PP) tanpa merevisi undang-undang. “Itu yang menurut saya bisa jadi jalan tengah” ujarnya.

Tiket pesawat domestik juga, menurut Misbakhun, bisa ditambah dalam daftar barang atau jasa yang dikecualikan. Jasa penerbangan domestik tergolong objek PPN sehingga menyebabkan harga tiket ikut naik. 

Kenaikan tarif PPN 2025 disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan komisi XI DPR Rabu, 13 November 2024. Misbakhun menilai pemerintah masih menimbang beberapa opsi terkait penerapan tarif. Namun, kenaikan tarif PPN bakal dilakukan karena Presiden Prabowo Subianto memiliki banyak kebutuhan anggaran untuk menjalankan program pemerintahan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus