SEHARI setelah Dr Ibnu Sutowo kembali dari Amerika, ada berita
penting yang dikeluarkan Menpan Sumarlin. Melalui sebuah edaran
pers lewat Antara dan beberapa kantor berita asing di Jakarta
Kamis lalu, keterangan Dr. J.B. Sumarlin itu menyebutkan ada 7
tanker samudera Pertamina sudah disetujui lagi pembatalan
kontraknya. Penandatanganan pembatalan kontrak itu di kantor
Dirut Pertamina, jalan Perwira 6, Jakarta. Pada hari Rabu dan
Kamis sore pekan lalu itu, berturut-turut dua perusahaan tanker
samudera - Fair Ocean Trading Coy dari Hongkong dan National
Shipping & Trading Corporation dari New York - menyetujui
pembatalan beli-cicil 7 tanker tersebut.
Persetujuan yang merupakan hasil perundingan pengacara Pertamina
di New York, Burke & Parsons, juga berhasil mengurangi hutang
sewa yang belum dibayar oleh Pertamina. Untuk tanker Pertamina
Samudra XII milik Fair Ocean yang disewa Pertamina selama ini,
hutang sewanya sudah menumpuk sampai $AS 39 juta. Tapi
disepakati untuk dikurangi menjadi $AS 4,5 juta saja, yang akan
dibayar tanpa bunga dalam 3 tahun mendatang. Sedang untuk ke-6
tanker milik perusahaan New York itu, yang ongkos sewanya sudah
menggunung sampai $AS 298 juta, disepakati bahwa Pertamina cukup
membayar $AS 42 juta saja, tanpa bunga, dalam 3 tahun mendatang.
Jadi total jenderal untuk pembatalan kontrak ke-7 tanker
samudera itu, Pertamina harus membayar ganti rugi sebanyak 46,5
juta dollar AS. Atau rata-rata $AS 6,5 juta per kapal. Dengan
persetujuan minggu lalu itu, maka seluruhnya sudah 12 kontrak
beli-cicil tanker samudera Pertamina yang dibatalkan oleh
pemerintah. Dua tanker dari Norwegia, tiga dari Burmah Oil
(Inggeris), enam dari New York dan sebuah tanker yang terdaftar
di Hongkong itu. Maka tinggallah 21 tanker lagi, yang menurut
Menteri Sumarlin, dikuasai oleh tiga kelompok pelayaran.
Tarif
Yang paling besar sahamnya dalam sisa kontrak 21 tanker itu,
bukan rahasia lagi. Yakni Bruce Rappaport, yang melalui
perusahaannya yang berkedudukan di Jenewa, Inter Maritime
Management (IMM) mengageni 15 tanker samudera yang umumnya
dibeli-cicil oleh Pertamina. Ditambah lagi dengan dua tanker BBM
(bahan bakar minyak) Hull No. 93 dan Hull No. 285 yang sudah
rampung dibangun di dok Jerman Howaldtswirke, tapi belum dibayar
persekotnya oleh Pertamina. Sisanya disediakan oleh 2 pengusaha
tanker lainnya, Spencer Davids dan Elias J. Kulukundis.
Porsi yang terbesar itu, tampaknya masih agak seret urusan
pembatalannya. Dua perusahaan yang diageni Rappaport, Matropico
dan Rasu Maritima, masing-masing masih sedang bergulat melawan
pengacara-pengacara Pertamina di pengadilan New York dan London.
Matropico menggugat sewa cicil 4 tanker samudera Pertamina
sebanyak $AS 16,5 juta, di antaranya tanker"Ibnu" dan tanker
"Bruce", buatan dok Eriksberg, Swedia. Sedang Rasu Maritima yang
memiliki 5 tanker samudera Pertamina, kini sedang digugat pula
oleh maskapai Jepang yang membuat ke-5 tanker itu, Sanko
Steamship Company. Atas pengaduan kedua perusahaan itu,
pengadilan New York dan pengadilan London telah memerintahkan
pembekuan harta kekayaan Pertamina di daerah yurisdiksi mereka.
Namun di luar pengadilan, Rappaport telah lima kali mencari
penyelesaian berupa ganti rugi untuk pembatalan kontrak ke-15
tanker itu dengan pemerintah Indonesia. Menurut The Asian Wall
Street Journal, 27 Januari lalu, Rappaport mengajukan syarat
ganti rugi 20% dari harga kontrak ke-15 tanker itu yang
seluruhnya $AS 1,25 milyar. Jadi $AS 250 juta. Tapi meskipun
syarat Rappaport itu sudah turun 50% dari usulnya yang
sebelumnya, yakni $AS 500 juta bagi pembatalan kontrak 15 tanker
itu, pemerintah Indonesia tetap belum setuju. Mungkin dengan
harapan "tarif Rappaport" bakal turun lagi sampai rata-rata $AS
6,5 juta per kapal seperti Fair Ocean dan National Shipping.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini