Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kisah Boeing 737: Kecelakaan 2 Pesawat, Dilarang Terbang hingga Beroperasi Lagi

Kementerian Perhubungan akhirnya mencabut larangan operasional pesawat Boeing 737 Max 8.

29 Desember 2021 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Puluhan pesawat Boeing 737 MAX yang dilarang terbang terlihat diparkir di Bandara Internasional Grant County di Moses Lake, Washington, AS 17 November 2020. Boeing 737 Max adalah pesawat terlaris di dunia. REUTERS/Lindsey Wasson

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan akhirnya mencabut larangan operasional pesawat Boeing 737 Max 8. Pencabutan berlaku mulai 27 Desember 2021 setelah dilakukan koordinasi dengan Boeing, Otoritas Penerbangan Sipil Amerika Serikat (FAA) di Singapura, dan Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“(Kementerian Perhubungan) Melakukan evaluasi teknis terhadap perubahan desain flight control dan evaluasi beban kerja pilot untuk pesawat Boeing 737MAX di Simulator Boeing Flight Services bertempat di Singapura,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto saat dihubungi pada Rabu, 29 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penangguhan izin operasi untuk penerbangan Boeing 737 Max telah berlangsung sejak 2019. Seluruh pesawat yang termasuk seri anyar produksi Boeing Co. itu mendapat larangan terbang untuk sementara setelah insiden kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines ET-320 dan pesawat JT 610 milik Lion Air.

Bagaimana perjalanan larangan Boeing 737 Max?

  • Setelah kecelakaan Ethiopian Airlines ET-320

Kecelakaan Ethiopian Airlines ET-320 pada 10 Maret 2019 menjadi penyebab pertama kali pesawat Boeing 737 Max dikandangkan. Hampir seluruh negara yang operator pesawatnya memiliki armada ini  mengeluarkan perintah larangan terbang sementara.

Musababnya adalah kecelakaan Ethiopian Airlines ET-320 hanya berjarak lima bulan setelah pesawat JT 610 milik Lion Air jatuh di Karawang. Dua pesawat yang jatuh sama-sama berseri Boeing 737 Max 8. Di Indonesia perintah larangan terbang sementara keluar hanya sehari setelah kecelakaan Ethiopian Airlines ET-320 terjadi.

  • Penangguhan maskapai Max 8 oleh Boeing dan pembekuan izin terbang FAA

Boeing juga merespons kekhawatiran terhadap pengoperasian pesawat itu dengan menangguhkan sementara operasional pesawat-pesawatnya. Manajemen Boeing membekukan setidaknya 371 pesawat yang digunakan oleh maskapai di seluruh dunia pasca-menemukan bukti baru di lokasi jatuhnya Ethiopian Airlines ET-320.  

Bersamaan dengan itu, Federal Aviation Administration (FAA) atau Otoritas Penerbangan Amerika Serikat pun mengeluarkan larangan terbang untuk Boeing. Larangan tidak hanya berlaku untuk 737 Max 8 tapi juga 737 Max 9.

  • Boeing langsung rombak pejabatnya

Setelah kejatuhan Ethiopian Airlines ET-320, Boeing Co. langsung merestrukturisasi jajaran manajemennya. Restrukturisasi ini menyusul penyelidikan atas jatuhnya pesawat. John Hamilton, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden dan kepala teknisi di Divisi Pesawat Komersial, saat itu dipindah hanya menduduki posisi kepala teknisi. Adapun posisi wakil presiden bagian teknik diisi oleh Lynne Hopper, yang sebelumnya mengepalai bagian Tes dan Evaluasi di Divisi Tes dan Teknologi.

Boeing Co mengakui reshuffle diperlukan sejalan dengan upaya perusahaan memprioritaskan penyeolidikan dan menambah sumber daya untuk mengusut penyebab dari kecelakaan pesawat yang berturut-turut.

  • Rugi maskapai dalam negeri

Di dalam negeri, hanya dua maskapai yang memiliki pesawat Boeing 737 Max 8. Keduanya adalah Garuda Indonesia dan Lion Air. Garuda tercatat hanya memiliki satu armada Boeing 737 Max 8. Sedangkan Lion Air Group memiliki 10 pesawat.

Dua bulan setelah larangan sementara operaisonal Boeing 737 Max 8 terbit, manajemen maskapai penerbangan Lion Group mengakui  akan kehilangan potensi pendapatan sebesar US$ 50 juta. Sedangkan Garuda Indonesia saat itu mengaku kehilangan  potensi pendapatan US$ 5 juta.

  • Problem pada pesawat berdasarkan hasil investigasi KNKT

KNKT mengumumkan sembilan temuan investigasi kecelakaan JT 610 pada Oktober 2019, setahun setelah kejatuhan pesawat itu. Beberapa di antaranya, KNKT melihat desain dan sertifikasi pesawat jenis Boeing 737 Max 8 yang diproduksi oleh Boeing.co tidak sesuai dengan asumsi respons pilot terhadap manufungsi sistem.

Kemudian berdasarkan pada asumsi yang salah tentang respons pilot dan tinjauan tidak lengkap dari beberapa efek penerbangan, sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada sensor tunggal dianggap tepat dan memenuhi semua persyaratan sertifikasi. Selanjutnya MCAS pada Boeing 737 Max 8 dirancang bergantung pada sensor angle of attack atau AOA tunggal. Desain itu membuatnya rentan terhadap gangguan atau munculnya masalah.

KNKT juga melihat tidak adanya panduan mengenai MCAS untuk pilot, bahkan saat mereka melakukan training. Kemudian KNKT juga menemukan perangkat "AOA Disagree" tidak berfungsi. Akibatnya, pilot yang menerbangkan JT 610 sebelumnya dari rute Denpasar-Jakarta--sebelum kecekakaan--tidak melaporkan adanya AOA Disagree. Pilot hanya melaporkan adanya ketidaksesuaian antara AOA bagian kiri dan kanan. Pemasangan AOA sensor pesawat pun mengalami mis-kalibarasi atau ketidaksesuaian sebesar 21 derajat.

  • Lion Air menggugat

Pada November 2019, Lion Air mengumumkan rencana mengajukan gugatan terhadap Boeing atas B 737 MAX 8 yang dilarang terbang atau grounded sejak Maret 2019.  Managing Director Lion Air Group Daniel Putut saat itu mengatakan telah berkomunikasi intensif dengan pabrikan pesawat asal Amerika Serikat tersebut.

"Kami sudah hitung dan sudah disampaikan juga kepada pihak Boeing. Mereka sudah berniat baik memberikan kompensasi," kata Daniel saat itu.

 

Dia memerinci beberapa poin kerugian mencakup biaya pelatihan set kru, biaya perawatan selama pesawat berada di hanggar, kehilangan pendapatan, dan kehilangan laba. Kesepuluh pesawat tersebut sebelumnya digunakan untuk melayani rute domestik maupun internasional.

  • FAA cabut larangan terbang Boeing

Pada November 2020, FAA mencabut larangan terbang Boeing 737 Max. Pencabutan sudah ditandatangani Kepala FAA Steve Dickson. FAA juga merilis rincian akhir dari perangkat lunak, sistem, dan peningkatan pelatihan yang harus diselesaikan Boeing serta maskapai penerbangan sebelum mengangkut penumpang.

Ketika penerbangan dilanjutkan, Boeing akan memantau 24 jam semua penerbangan MAX untuk kemungkinan masalah, mulai roda pendaratan yang macet hingga keadaan darurat kesehatan. Hal ini disampaikan tiga orang yang mengetahui masalah tersebut seperti dikutip dari Reuters.

  • Boeing bayar kompensasi ke pemegang saham

Pada November 2021, Boeing Co. telah mencapai kesepakatan terakhir untuk membayar kompensasi kepada pemegang saham perusahaan sebesar US$ 237,5 juta atau sekitar Rp 3,4 triliun. Kompensasi akan dibayarkan oleh pihak asuransi kepada Boeing, lalu diserahkan ke pemegang saham.

Pembayaran kompensasi ini sebelumnya diusulkan oleh pemegang saham untuk menyelesaikan gugatan atas pengawasan keselamatan dewan terhadap pesawat Boeing 737 MAX yang digunakan Lion Air dan Ethiopian Airline yang jatuh pada dua dan tiga tahun silam.

Para pemegang saham menggugat Boeing karena dianggap menyembunyikan fakta bahwa pesawat 737 MAX kurang aman. Pada kelanjutannya, hasil penyelidikan mengungkapkan dua kecelakaan itu berkaitan dengan sistem pencegahan kecelakaan atau MCAS.

  • Kemenhub cabut larangan terbang Boeing 737 Max 8

Kemenhub mengumumkan pencabutan larangan operasi Boeing 737 Max 8 pada 27 Desember 2021. Sebelum mengoperasikan kembali pesawat itu, Kementerian Perhubungan mewajibkan operator maskapai melaksanakan perintah kelaikudaraan atau airworthiness. Prosedur ini ditempuh untuk memastikan pesawat aman saat mengudara.

“Operator penerbangan wajib memenuhi ketentuan-ketentuan pengoperasian yang dipersyaratkan Ditjen Perhubungan Udara sebelum dapat beroperasi secara komersial,” ujar Novie.

Kementerian Perhubungan sebelumnya telah melakukan koordinasi dengan Boeing, Otoritas Penerbangan Sipil Amerika Serikat (FAA) di Singapura, dan Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS). Novie mengatakan Kementerian melakukan melakukan evaluasi teknis terhadap perubahan desain kontrol penerbangan dan beban kerja pilot.

Selain melakukan perintah kelaikudaraan, Kementerian meminta operator maskapai menjalankan inspeksi sebelum pesawat mengudara. Inspektur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, kata Novie, akan melaksanakan pemeriksaan kelaikudaraan.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus