Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK angkat bicara soal upaya mencegah penyelundupan sampah impor ke Tanah Air di masa mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KLHK bakal mengusulkan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan ada frasa yang perlu diperjelas dalam beleid tersebut.
"Termasuk mengusulkan pergeseran kertas dari jalur hijau menjadi jalur merah apabila ternyata jumlah sampah yang masuk sangat besar," ujar Rosa dalam pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 16 Juni 2019. Hal ini berkaitan dengan temuan sejumlah sampah plastik yang tercampur dalam impor sampah kertas ke Tanah Air.
Jalur hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, melainkan dengan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. Sementara Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB.
Untuk jangka panjang, Rosa mengatakan KLHK akan melakukan perhitungan atau kajian mengenai sampah ikutan dari impor kertas. KLHK juga bakal menyusun prosedur perhitungan sampah ikutan dalam kertas import dan menyampaikannya kepada seluruh KL terkait. "Juga membangun mekanisme penegakan hukum bagi penanggung jawab yang terbukti melakukan impor sampah."
Sementara, dalam jangka pendek, tutur Rosa, KLHK bakal melakukan reekspor bagi material impor seperti kertas dan plastik yang mengandung sampah. Ia juga menuturkan tim kementeriannya akan melakukan verifikasi di lapangan untuk memastikan jumlah sampah ikutan dalam impor kertas.
"Kami akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan tentang kebutuhan impor kertas bekas untuk material dan meningkatkan koordinasi pengawasan dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan," ujar dia.
Penyelundupan limbah plastik belakangan menjadi sorotan di masyarakat. Indonesia telah mengembalikan lima kontainer limbah ke Amerika Serikat dan menolak menjadi tempat pembuangan. Indonesia menjadi negara Asia Tenggara terbaru yang mengembalikan limbah impor.
Dari temuan di lapangan, kontainer yang seharusnya hanya berisi potongan kertas, menurut dokumen bea cukai, ternyata juga memuat sampah lain, termasuk botol, sampah plastik, dan popok. "Ini tidak tepat dan kami tidak ingin menjadi tempat pembuangan," kata pejabat senior kementerian lingkungan Sayid Muhadhar kepada AFP, Sabtu, 15 Juni 2019.
Lima kontainer milik perusahaan Kanada itu dikirim dari Seattle di Amerika Serikat ke kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya, pada akhir Maret. Tidak jelas dari mana sampah itu berasal.
Indonesia saat ini sedang memeriksa beberapa peti kemas lainnya di pelabuhan Jakarta dan kota Batam di pulau Sumatera. Indonesia adalah negara terbaru yang mengembalikan sampah impor setelah negara tetangga Malaysia bersumpah untuk mengirim kembali ratusan ton sampah plastik bulan lalu. Filipina telah memerintahkan berton-ton sampah yang dibuang di negara itu untuk dikirim kembali ke Kanada, dan memicu pertikaian diplomatik antara kedua negara.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memuji langkah Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan yang menahan selundupan sampah plastik impor ke Tanah Air. Limbah itu berasal dari sejumlah negara. "Apresiasi Bea cukai yang telah menahan masuknya sampah impor," cuit Susi melalui akun resminya, @susipudjiastuti, Jumat, 14 Juni 2019. Cuitan tersebut kemudian diperbincangkan netizen dan berkembang viral.
Baca: Kata Luhut Pandjaitan Soal Dugaan Penyelundupan Sampah Plastik
Selanjutnya, Menteri Susi meminta agar sampah plastik itu segera diekspor balik kepada negara asalnya. "Kembalikan ke negara pengirim," ujar dia. Pasalnya, Indonesia sudah cukup banyak memproduksi sampah dan belum tertangani dengan baik.
AFP | PUNCH