Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kementerian Kominfo bakal segera menertibkan penjualan perangkat pengacak atau pengganggu sinyal frekuensi radio atau jammer di sejumlah situs belanja online yang makin marak. Pasalnya pemerintah menilai alat tersebut berpotensi disalahgunakan dalam pemakaiannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Banyak perangkat komunikasi seperti jammer yang dijual bebas lewat situs e-commerce tanpa ada yang tahu apakah itu sudah bersertifikat resmi atau belum," ujar Kepala Sub Direktorat Monitoring dan Penertiban Direktorat Pengendalian Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Kementerian Komunikasi dan Informatika Irawati Tjipto dalam diskusi Pemanfaatan Frekuensi di Yogya Jumat 24 Agustus 2018.
Irawati menjelaskan pelarangan jual beli jammer secara bebas ini mengacu Undang-Undang nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya di pasal 22 dan 38. "Yang melarang jual beli jammer bukan cuma Indonesia, negara semaju Amerika pun juga melarangnya, kecuali untuk kebutuhan keamanan kenegaraan," ujarnya.
Lebih jauh Irawati menuturkan pemberian izin penggunaan perangkat jammer di Indonesia sejauh ini hanya terpenuhi persyaratannya untuk situasi pengamanan kenegaraan, misalnya pengamanan kunjungan presiden. "Jammer bukan untuk masyarakat umum."
Irawati menuturkan, selain jammer, peredaran perangkat komunikasi lain yang bersertifikat dan tak bersertifikat di berbagai situs e-commerce jumlahnya hampir sama banyak. "E-commerce menjadi pintu masuk strategis produk produk tak bersertifikat resmi," ujarnya.
Data Kemenkominfo tahun 2017 menunjukkan jumlah perangkat komunikasi dijual yang bersertifikat resmi atau terdaftar ada 1.256 produk dan yang tak bersertifikat ada 1.239 produk. Sedangkan pada pertengahan 2018, jumlah produk bersertifikat sudah mencapai 67 persennya dan sisanya tak bersertifikat.
Artinya, kata Irawati, jumlah produk perangkat komunikasi yang dijual tak lagi dalam posisi fifty-fifty seperti tahun 2017. "Data penjualan produk tak bersertifikat ini satu persatu kami panggil penjualnya, kami peringatkan dulu, " ujarnya.
Jika peringatan itu diabaikan, menurut Irawati, Kominfo tak segan menggunakan peraturan perundangan untuk menjerat penjual ke ranah hukum. Ia mengaku memang tak mudah untuk memantau peredaran perangkat telekomunikasi apakah sudah bersertifikat resmi atau belum sebab prosedur jual beli di e-commerce juga relatif mudah.
Penjual, kata Irawati, masih bisa menuliskan kalau produknya bersertifikat dalam kolom persyaratan e-commerce. "Tapi kenyataannya tidak ada yang tahu, benar atau bohong status itu, jadi perlu dicek benar," ujarnya.
Untuk melibatkan masyarakat mengecek status perangkat komunikasi itu bersertifikat atau belum, Kominfo telah menyediakan layanan electronic atau e- sertifikasi yang dapat diakses di laman https://sertifikasi.postel.go.id. "Lewat layanan e-sertfikasi itu bisa dilihat apakah produk perangkat komunikasi itu sudah terdaftar dalam database perangkat bersertifikat Kominfo," ujar Irawati.