Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir mengungkapkan jumlah masyarakat di Indonesia yang menginvestasikan dananya di pasar saham masih sangat kecil. Saat ini, total penabung saham di capital market baru sekitar 3 juta orang atawa kurang dari 1 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Lebih banyak orang Indonesia punya HP daripada beli saham," tutur Pandu dalam diskusi virtual bersama IDN Times, Kamis, 6 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pandu mengungkapkan, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah nasabah di Amerika Serikat yang menginvestasikan dananya di pasar modal. Di Negara Abang Sam itu, satu dari empat orang sudah mengantongi tabungan saham.
Padahal, menurut dia, idealnya di Indonesia dengan jumlah penduduk yang mencapai 267 juta jiwa, angka penabung saham sudah mencapai 10 persen. Pandu tidak menjelaskan rincian alasan rendahnya jumlah masyarakat yang membenamkan duitnya di pasar saham.
Hanya, Pandu mengungkapkan, masa krisis seperti ini seharusnya menjadi momentum untuk berinvestasi. Misalnya, menempatkan uang di reksa dana.
"Kalau reksa dana bagus, why not. Orang bilang cash is king. Padahal tiap ada krisis, ini baik untuk beli sesuatu. Jadi dengan investasi, Anda create value," tutur Pandu.
Lebih lanjut, kata dia, bagi milenial yang ingin mulai berinvestasi di pasar modal, Pandu menyarankan mereka lebih dulu memilih perusahaan-perusahaan yang sudah likuid dengan saham blue chip.
"Menurut saya, beli saja saham blue chip dari perusahaan yang sering Anda pakai. Misalnya kalau telepon pakai provider apa, Telkomsel atau XL atau lainnya saya tidak bisa sebut, ya tanamkan di sana," kata Pandu.
Selain perusahaan telekomunikasi, milenial bisa menempatkan dananya di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kuliner atau transportasi. Bisa juga, tutur dia, di perusahaan yang memiliki produk emas.