KEDUDUKAN kayu lapis, sebagai primadona, makin kukuh di panggung ekspor nonmigas. Pekan lalu, Jumat malam, Deputy General Manager China National Light Industry Product Import & Export Corporation, Meng Xiangan, teken kontrak dengan Direktur Utama PT Fendi Indah, Suharsono Kramadibrata, yang mewakili sekitar 95 perusahaan anggota asosiasi panel kayu (Apkindo) di Hilton Executive Club Jakarta. Itu kontrak penjualan kelas kakap buat pihak Indonesia. Karena pihak pembeli, Cina, minta dikirimi kayu lapis selama tiga tahun senilai 1,5 milyar dolar. Kontrak jangka panjang itu -- mulai Januari nanti -- ini merupakan penjualan langsung terbesar ke Cina yang mencapai sekitar 4,5 juta m3. "Kontrak ini sangat bermanfaat untuk menjamin pasar ekspor, sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," kata Bob Hasan, Ketua Apkindo. Untuk tiga bulan pertama akan dikirimkan 300 ribu m3 dengan harga 390 dolar per m3. Sebenarnya, Cina sudah membeli kayu lapis Indonesia melalui Hong Kong sejak 1986. Untuk menjamin pemasokan, mereka terpaksa berhubungan langsung, dan harus teken kontrak jangka panjang. "Sekali-sekali mereka 'kan boleh digertak," kata Bob. Upaya seperti yang dilakukan Apkindo, saat-saat ini, patut diacungi jempol. Juga upaya pengusaha lain yang sudah memasok semen, kawat baja, besi beton, karet, dan lain-lain ke Cina. Memang, sejak dibukanya hubungan dagang langsung dengan Cina, dua tahun silam, perdagangan RI-Cina mencapai surplus sekitar 275 juta dolar belum termasuk yang via negara ketiga seperti Hong Kong atau Taiwan. "Saya yakin, langkah awal yang baik dari Apkindo itu akan terus diikuti pengusaha lain," ujar Moerdiono, Ketua Tim Koordinator Hubungan Dagang Langsung Indonesia -- Cina. Pihak Cina pun, rupanya, sangat senang bisa membeli langsung dari sini. Menurut Meng Xiangan, setiap tahunnya Negeri Naga itu membutuhkan kayu lapis 2-3 juta m3. "Diharapkan kontrak ini bisa menguntungkan kedua negara dan bisa terus berlanjut," ujar Meng Xiangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini