Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kredit Valas, Ancaman Atau Bukan

Suku bunga kredit valas naik. tapi, para pengusaha tetap mencari pinjaman valuta asing di dalam negeri.

3 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EDAN. Suku bunga pinjaman dolar di Indonesia ikut latah meniru suku bunga pinjaman rupiah. Di pasar uang inter nasional bunga kredit dolar hanya 9%, di sini mencapai 10-11%. Itu pun hanya bisa diperoleh di bank pemerintah. Di bankbank swasta suku bunga kredit dolar sudah 12-14,5%. Terkesan ada pemerasan tersembunyi. "Bank memang perampok secara halus, kok," kata seorang eksekutif bank devisa swasta di Jakarta. Kondisi perbankan Indonesia sekarang memang membuka peluang untuk itu. Jika pengusaha mencari kredit rupiah, dia akan terbongkok-bongkok menanggung suku bunga kredit yang berkibar pada angka 24-28%. Tatkala kepadanya disodorkan kredit dolar, tentu tak ayal langsung disambar, kendati bunganya melejit ke 14%. "Kalau pinjam dolar tapi penghasilan Anda rupiah, paling cuma tambah beban depresiasi rupiah sekitar 5% menjadi 19%. Kan masih lebih ringan daripada pinjam rupiah," kata bankir tadi sambil tersenyum. "Anda boleh cek ke bank mana saja, pasti habis," tandasnya. Martha S. Widurie, Treasury Manager dari Sanwa Indonesia Bank mengakui plafon kredit Sanwa sudah mentok. Bank campuran Indonesia - Jepang ini diberi plafon meminjamkan valas dari luar negeri sebanyak US$ 250 juta (sekitar Rp 500 milyar). "Jumlah itu sudah tersalur, bahkan lebih sekitar US$ 10 juta," tutur Martha. Kelebihan itu diperkenankan sebesar 20% dari modal sendiri. Yang menarik, suku bunga kredit valas dari Sanwa masih di bawah 14%. Untuk kredit yang dananya berasal dari pinjaman luar negeri, Sanwa memasang bunga 5,87% per tahun -- ini untuk menutup bunga pinjaman plus biaya-biaya lain. "Tapi itu khusus untuk pengusaha yang sudah kami kenal saja," ujar Martha. Untuk yang lain diberikan kredit dari dana deposito valas dalam negeri. Bunganya paling tinggi 9,5%. Panin Bank, yang cukup konservatif (LDR-nya di akhir 1991 tercatat 87%), memberikan kredit valas dengan suku bunga bervariasi. "Lihat-lihat pengusaha dan bisnisnya, juga jaminannya," kata Johnny N. Wiraatmadja, Direktur Treasury Panin Bank. "Kalau nasabahnya bagus, risikonya tidak tinggi, kami bisa berikan bunga sekitar 10%. Kurang dari itu kami kenakan bunga sampai 12%," tutur Johnny. BII (Bank Internasional Indonesia), seperti dikemukakan Deputy President Directornya, Okkie A.T. Monterie, memasang bunga kredit valas 9%. Tapi ia membantah kalau bank-bank devisa dikatakan sudah kehabisan dana untuk kredit valas. Katanya, dewasa ini bank-bank justru sulit menyalurkan kredit (rupiah maupun valas) karena adanya ketentuan ketat mengenai kesehatan bank. Terlepas dari itu, dewasa ini kredit valas memang tidak bisa diobral. Menurut Johnny, sumbernya sangat terbatas yakni dari deposito dalam negeri atau dari pinjaman luar negeri. "Tapi pinjaman luar negeri sekarang kan dibatasi tim PKLN," kata eksekutif Panin Bank tadi. Okkie Monterie menilai alasan itu tidak relevan. Katanya, kreditur luar negeri sudah sangat selektif menyalurkan kredit ke sini. "Kredit untuk bank pemerintah yang justru harus dikendalikan," ujarnya. Ia heran mengapa lima bank pemerintah justru diberikan jatah paling banyak, yakni US$ 1 milyar untuk tahun 1992-93, sedangkan bank devisa swasta yang berjumlah puluhan hanya diberi jatah US$ 500 juta. Priasmoro (Dirut dari sebuah bank campuran asing), yang bicara selaku pengamat perbankan, berpendapat sama. "Hari ini Pemerintah mengalokasikan US$ 100 juta kepada BDN. Itu kan bank pemerintah yang tadinya tidak mengalami perkembangan dana. Dengan demikian asetnya kan membengkak. Lalu target CARnya apakah tercapai," katanya menyelidik. Menurut Priasmoro, bunga 13-14% bagi eksportir tidak menjadi masalah, karena mereka toh akan menghasilkan dolar. Kalau pinjaman rupiah, itulah biang ekonomi biaya tinggi. Kendati demikian, ia khawatir melihat orang berlomba-lomba mencari pinjaman valas di dalam negeri, termasuk pengusaha mobil. Pinjamannya dolar, tapi hasilnya rupiah. "Pinjam itu gampang, tapi bagaimana membayarnya? Apakah tidak membahayakan perekonomian kita?" tanyanya. Selain itu, jika pinjaman valas dalam negeri terus berkobar, otoritas moneter mestinya risau. "Transaksi dagang di dalam negeri kok pakai valas. Tampaknya otoritas moneter terpaksa membiarkan, karena kondisi rupiah kita terlalu tinggi," katanya lagi. Menteri Keuangan J.B. Sumarlin, yang berada di Washington untuk sidang tahunan IMF, ketika dikontak Bambang Harymurti dari TEMPO, rupanya enggan berkomentar. Sedangkan bekas Menko Ekuin Ali Wardhana -- juga di Washington -- berpendapat, kenaikan suku bunga kredit valas "hanya gejala sesaat". Maksudnya, sekadar persoalan permintaan dan penawaran. Sementara itu ada yang melihat gejolak perbankan ini dari sisi lain. "Sekarang kita hanya memikirkan makroekonomi, mikro dikorbankan," cetus seorang pengusaha. "Pertumbuhan boleh 6%, ekspor nonmigas meningkat. Padahal kita ekspor dengan harga rugi, kredit bank macet. Jangan heran jika ada plafondering (kredit macet diubah menjadi pinjaman baru)," katanya lagi dengan sinis. Mosaik perbankan Indonesia memang unik sekali. Bila ada bank yang "merampok", maka ada bank yang bangkrut, tapi diinfus agar hidup terus. Dan jangan lupa, juga ada sejumlah bank yang sedang atau akan jatuh sakit. Max Wangkar, Bambang Aji, Bina Bektiakti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus