MUSUH pembangunan paling besar tampaknya bukan kutu loncat. Wereng cokelat, yang sudah menggasak tanaman padi 50 ribu ha, kini jadi musuh paling serius: serangannya bisa menggoyahkan kelestarian swasembada beras. Itulah sebabnya Presiden Soeharto, pekan lalu memanggil sembilan gubernur, bupati, kepala kanwil pertanian, bupati, dan sejumlah kelompok tani ke Bina Graha, Jakarta. Selain diberi wejangan, mereka juga diminta meneruskan instruksi ke petani, agar tidak lagi menggunakan 57 jenis insektisida untuk menyemprot padi guna mencegah makin meluasnya serangan wereng. Mereka diingatkan agar jangan segan memberikan laporan dan angka yang benar, supaya langkah pengendalian bisa segera diambil. Mungkin karena takut konduitenya dinilai jelek, ada daerah yang memberi laporan angka lebih kecil. "Ini jangan terulang lagi," kata Presiden, mengingatkan. Di televisi, sementara itu, penjelasan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Prof. J.B. Sumarlin mengenai bahaya wereng beberapa kali diulang siarannya. Di TVRI itu juga hampir setiap malam dipancarkan iklan peringatan jenis-jenis insektisida yang tak boleh lagi digunakan untuk menyemprot padi -- kecuali, misalnya, jenis applaud yang masih ampuh. Peringatan itu memang layak dikemukakan. Sebab, bila petani dan aparat pemerintah sampai lengah, serangga sebesar kepala korek api itu bisa menurunkan produksi beras sampai 1,37 juta ton. Kalau itu terjadi, sasaran produksi beras hampir 27 juta ton bisa terancam. Singkat kata, menurut Menteri Sumarlin. "Wereng merupakan ancaman terhadap kelestarian swasembada pangan kita." Selain diminta memberakan sawah selama dua bulan, para petani juga dianjurkan mengganti Cisadane atau Krueng Aceh dengan benih padi luar Jawa. Sebab, kedua jenis padi yang semula bisa menahan serangan wereng cokelat biotipe II itu sekarang tak tahan lagi menghadapi gempuran wereng biotipe baru. "Kalau perlu, benih dari luar Jawa itu diangkut dengan pesawat yang biasa digunakan untuk mengangkut transmigrasi," kata Prof. J.B. Sumarlin. Untuk menggerakkan operasi besar itu Presiden perlu mengeluarkan Inpres No. 3: kalau tidak memberakan sawah dua bulan, mereka diminta mengganti tanaman padi dengan palawija. Dengan cara mengganti jenis tanaman itu, siklus hidup wereng diharapkan bisa putus. Lalu, selama bera dua bulan, dari mana petani dapat uang? "Soal itu memang perlu dipikirkan," jawab Menteri Sumarlin. "Tapi kalau tidak bera, werengnya 'kan kambuh lagi?" Keputusan menaati anjuran itu, pada akhirnya, tetap di tangan petani. Usul mengganti Cisadane, yang produksinya 20% lebih tinggi dari varietas unggul tahan wereng lain dan berharga 10% lebih baik, tentu perlu mereka pertimbangkan masak-masak. Sebab, uang yang mereka tanam itu sebagian di antaranya mereka peroleh dari kredit bank. Bila sawah puso alias rusak berat harus bera, apakah kredit mereka juga bisa puso? "Tahun '76 dulu bisa. Sekarang tidak ada lagi kredit pemerintah," jawab Menmud Peningkatan Produksi Pangan Wardoyo. Jalan keluar untuk memperkecil risiko petani itu tampaknya perlu dipikirkan supaya kelangsungan swasembada beras tetap bisa dipelihara. Menteri Sumarlin sendiri menurut ceritanya, sudah memergoki sejumlah petani dari Pemalang dan Klaten, yang sawahnya terserang wereng, mencari kerja ke Jakarta. "Soalnya adalah bagaimana mengembangkan lapangan kerja di daerah, seperti pengembangan kerajinan macam di Bali," katanya. "Sayangnya, kalau mereka minta kredit, bank masih minta jaminan, 'kan susah." Mengubah sikap hidup petani untuk mencari pekerjaan alternatif seperti itu memang tidak mudah. Sekarang saja, petugas penyuluh pertanian lapangan sering mengalami kesulitan untuk mengajak petani mengubah pola tanam, yang lebih suka menanami sawah mereka dengan padi sepanjang tahun. Sialnya lagi, menurut Dr. Kasumbogo Untung dari UGM, "Masa tanam mereka tidak seragam." Karena itulah wereng yang suka menyerang padi berusia sekitar 20 hari selalu gampang mencari sasaran baru. Matinya musuh wereng, seperti laba-laba, akibat pemakaian insektisida secara berlebihan tentu ikut mendorong bertumbuhnya populasi wereng. Usaha mencegah meluasnya wereng kini sudah mulai dilakukan. Sepulang dari Jakarta, Bupati Pemalang Slamet Haryanto, misalnya, langsung membagikan 7,1 ton benih PB 54 kepada petani untuk menggantikan Cisadane. Di kabupaten itu luas tanaman padi yang terserang wereng, pada periode April-September lalu, sesungguhnya kurang 4.000 ha dari seluruh tanaman, 22.500 ha. "Jadi, yang rusak tidak sampai 9.000 ha seperti yang disebut di koran," katanya. Kabupaten Sleman di Yogya, yang diduga menjadi tempat pemunculan pertama wereng biotipe baru itu, Oktober 1984 lalu, juga membagikan bibit PB 36, PB 54, dan PB 56. Menurut Sutantyo SDP, Kepala Kanwil Departemen Pertanian Yogya, produksi ketiga jenis padi itu umumnya 15% lebih rendah dibandingkan Cisadane. Atau kira-kira, bila PB 36 atau PB 54 menghasilkan gabah 4,6 ton, Cisadane bisa menghasilkan 5 ton gabah per ha. "Ketiga jenis padi itu merupakan jenis yang tahan wereng," katanya. Tapi jangan kaget bila Lampung di Sumatera, ternyata juga sudah kena wereng cokelat. Menurut Thamrin Bastari, Kepala Dinas Pertanian Lampung, lahan pertanian yang terserang wereng di sana berjumlah 68 ha. Untung, si hama tidak meluas ke tempat lain. "Petani dan petugas cepat memberi laporan," kata Thamrin. Munculnya wereng cokelat biotipe baru di Lampung itu tampaknya membuktikan bahwa pemakaian insektisida tertentu secara berlebihan benar bisa mclahirkan jenis hama yang tangguh. Apa pun pendapat orang tentang insektisida yang dilarang dipakai untuk padi itu, wereng jahanam itu kini telah menyerang hidup padi di lahan 50 ribu ha lebih. Menurut seorang pejabat pemerintah, jumlah persawahan yang terserang wereng cokelat sebenarnya lebih besar lagi. Kalau pernyataan pejabat itu benar, akibatnya mungkin akan mempengaruhi sasaran produksi tahun ini. Mudah-mudahan tidak sampai Bulog harus mengeluarkan banyak beras dari gudangnya. Toh, tindakan jaga-jaga seperti dilakukan Dolog Jawa Tengah dengan menurunkan 210 ton beras di tiga kabupaten tetap perlu dilakukan. Sebab siapa tahu, sesudah terlanda banjir dan padinya digasak wereng, suplai beras di pasar jadi berkurang. Eddy Herwanto Laporan Biro-Biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini