Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Pembebasan lahan untuk ibu kota baru di Kalimantan Timur akan dilakukan bertahap. Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan akan lebih dulu menunggu pemerintah setempat menerbitkan penetapan lokasi proyek (panlok).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Dimungkinkan karena ada kepentingan untuk negara, kita buka dulu misalnya 3.000 hektare untuk bangun infrastruktur. Ya bertahap sesuai panloknya,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian, Pemanfaatan Ruang, dan Penguasaan Tanah ATR/BPN Budi Situmorang kepada Tempo, Selasa, 27 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Budi mengatakan, kementerian ATR akan segera menerbitkan surat perintah pembekuan aktivitas agraria atau land freezing guna mencegah adanya spekulan tanah. Surat itu bakal dikirimkan ke pemerintah daerah setempat, notaris, hingga Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPATK.
Dalam surat tersebut, kementerian meminta tidak ada aktivitas jual-beli dan penerbitan sertifikat tanah sampai pembebasan lahan untuk bakal ibu kota beres. Adapun untuk tanah-tanah dengan status hutan tanaman industri atau HTI, Budi mengatakan badan hukum pemegang hak kelola tidak bakal memperoleh perpanjangan izin.
Bisa juga, ujar dia, hak pengelolaan tersebut dikembalikan kepada negara. “Di dalam izin (HTI), kan itu tanah negara diberikan oleh badan hukum tertentu untuk dikelola. Kalau sewaktu-waktu perlu, bisa diminta tapi enggak bisa semena-mena,” tuturnya.
Saat ini, izin pengelolaan HTI dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Budi mengakui kementerian belum kelar menginventarisasi data dari total keseluruhan HTI yang berada di wilayah bakal ibu kota.
Saat ini, luas lahan bakal ibu kota diperkirakan mencapai 180 hektare. Dari total lahan itu, tanah yang akan dimanfaatkan untuk infrastruktur dan bangunan lainnya diperkirakan hanya sekitar 40 ribu hektare.
Adapun 30 persen lahan atau 54 hektare bakal menjadi ruang terbuk hijau dan 20 persen atau 36 hektare lainnya dimanfaatkan sebagai ruang fasilitas publik.
Saat ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 28 Agustus 2019, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan kementeriannya bakal mulai membangun infrstruktur dasar setelah undang-undang pemindahan ibu kota terbit. Namun, ia memastikan masterplan dan rancang bangun akan mulai dikerjakan 2019 ini. “Nanti selesai sebelum groundbreaking 2020,” tuturnya.
Pemerintah merencanakan pembangunan ibu kota baru membutuhkan investasi sebesar Rp 466 triliun. Sebagai uang muka untuk pembangunan infrastruktur dasar, Kementerian PUPR membutuhkan dana awal atau uang muka sebesar Rp 865 milar.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA