PAGI itu 11 Maret 1981, matahari bersinar cerah. Udara dingin,
sekitar 7ø C. tidak mempengaruhi suasana meriah di Galangan
Shinhama, Tokushima. Jepang Selatan Bendera Indonesia dan
Jepang berkibaran di sana sini. Mendadak terdengar tiupan
peluit panjang. Semua kegiatan terhenti. Upacara peluncuran MV
Merdeka dimulai.
Diawali dengan penaikan bendera Indonesia dan Jepang diiringi
lagu kebangsaan kedua negara. Dengan kapak baja Ny. Slamet
Sarojo, istri Direktur Utama PT Rahana Utama Lines (BUL),
memotong tali yang membentang dari panggung kehormatan ke ujung
haluan kapal. Cras!
Serentak dengan terputusnya tali, keluar berhamburan potongan
kertas kecil berwarna-warni. Peluit panjang berbunyi lagi.
Disambung kemudian dengan lagu Gunkan March (lagu kebesaran
Angkatan Laut Jepang zaman PD II), disusul tepuk tangan riuh
sekitar 250 buruh galangan yang selama 6 bulan mengerjakan kapal
Merdeka -- produksi galangan mereka yang ke-730.
Seusai upacara pintu air dibuka. Dalam tempo 3 jam air laut
memenuhi dok beton dan mengapungkan kapak baru tersebut.
MV Merdeka adalah kapal motor pengangkut kayu bulat (log
carrier) berbobot mati 6.500 ton seharga Rp 3 milyar yang mampu
berlayar dengan kecepatan sampai 1,20 knot. Pemiliknya, PT
Bahana Utama Lines, adalah salah satu dari sedikit perusahaan
pelayaran Indonesia milik pribumi.
Kredit Rp 3 milyar diperoleh BUL dari Bapindo, yang harus
dikembalikan dalam waktu 10 tahun dengan penyertaan modal
(equity) pada BUL sebesar 35%. "Equity sebesar itu memang berat
bagi kami. Namun manfaatnya Bapindo akan membantu manajemen
perusahaan kami," kata Slamet Sarojo.
Menurut catatan Atase Perhubungan KBRI Tokyo, selama 1980
Indonesia telah membeli kapal baru berbagai jenis sebanyak 29
buah dari Jepang. Jumlah seluruh tonasenya 19 juta DWT.
"Membeli kapal baru lebih menguntungkan, selama 5 tahun pertama
kapal tidak akan rewel," kata Azril Nazahar, Manajer Bagian
Kredit Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) seusai upacara
peluncuran.
Selain itu pihak pembeli juga dapat memesan sesuai dengan
keinginan dan kondisinya. "Sedang membeli kapal bekas, mujur
kalau bisa mendapatkan yang baik," tambah Nazahar sembari
tersenyum.
Jepang saat ini memang merupakan salah satu penghasil kapal yang
utama di dunia. "Membeli kapal baru di Jepang penyerahannya
cepat. Lagi pula harganya pun bisa 30% lebih murah dari buatan
Eropa," ujar Slamet Sarojo, Direktur Utama BUL. Perusahaan itu
saat ini memiliki 6 buah kapal pengangkut kayu bulat, 4 di
antaranya kapai bekas. Tahun ini BUL merencanakan untuk membeli
lagi 2 kapal baru dari jenis yang sama, masing-masing berbobot
25.000 DWT. Pembiayaannya, seperti juga MV Merdeka, akan
diperoleh dari kredit Bapindo.
Tak Pernah Dihubungi
Pada 1980, Bapindo telah menyalurkan kredit sebesar Rp 44,1
milyar di sektor pelayaran. Sumber dananya dari Bank Dunia.
Sampai akhir 1980 Bapindo telah membiayai pembelian 114 buah
kapal serta rehabilitasi 52 buah kapal dengan total berat lebih
dari 400.000 DWT.
Jual beli kapal bekas, menurut Nazahar, harus melalui suatu
proses yang cukup panjang. Pihak pembeli akan mempercayakan
pemeriksaan kapal tersebut pada sebuah tim peneliti (survevur)
independen. Kalau semuanya berjalan lancar, 72 jam kemudian
pembeli harus menandatangani (perjanjian jual-beli) disertai
pembayaran pertama sebesar 10% dari harga. Sisanya akan dibayar
pada waktu penyerahan.
Pihak bank akan mencairkan kreditnya setelah sertifikat kapal --
yang jumlahnya 19 macam -- rampung. Antara lain Sertifikat
Kebangsaan (Nationality of certificate) yang dikeluarkan Atase
Perhubungan KBRI mewakili Menteri Perhubungan RI. "Dan dokumen
penjualan harus disetujui KBRI," kata Nazahar.
Prosedur di atas harus ditempuh dalam setiap pembelian kapal,
baru dan bekas, dari luar negeri. Bagaimana dengan Tampomas II?
"Kami sama sekali tidak pernah dihubungi ketika proses pembelian
kapal itu terjadi," kata Budhy Soeharno, Atase Perhubungan KBRI
Tokyo. Budhy sendiri mengaku baru mengetahui masalah pembelian
Tampomas II dari berita suratkabar setelah kapal itu tenggelam
akhir Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini