Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lain merdeka, lain tampomas

Peluncuran mv merdeka di galangan shinhama, jepang mv merdeka adalah kapal motor pengangkut kayu bulat berbobot mati 6.500 ton milik pt bahana utama lines yang diperoleh dari kredit bapindo. (eb)

21 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGI itu 11 Maret 1981, matahari bersinar cerah. Udara dingin, sekitar 7ø C. tidak mempengaruhi suasana meriah di Galangan Shinhama, Tokushima. Jepang Selatan Bendera Indonesia dan Jepang berkibaran di sana sini. Mendadak terdengar tiupan peluit panjang. Semua kegiatan terhenti. Upacara peluncuran MV Merdeka dimulai. Diawali dengan penaikan bendera Indonesia dan Jepang diiringi lagu kebangsaan kedua negara. Dengan kapak baja Ny. Slamet Sarojo, istri Direktur Utama PT Rahana Utama Lines (BUL), memotong tali yang membentang dari panggung kehormatan ke ujung haluan kapal. Cras! Serentak dengan terputusnya tali, keluar berhamburan potongan kertas kecil berwarna-warni. Peluit panjang berbunyi lagi. Disambung kemudian dengan lagu Gunkan March (lagu kebesaran Angkatan Laut Jepang zaman PD II), disusul tepuk tangan riuh sekitar 250 buruh galangan yang selama 6 bulan mengerjakan kapal Merdeka -- produksi galangan mereka yang ke-730. Seusai upacara pintu air dibuka. Dalam tempo 3 jam air laut memenuhi dok beton dan mengapungkan kapak baru tersebut. MV Merdeka adalah kapal motor pengangkut kayu bulat (log carrier) berbobot mati 6.500 ton seharga Rp 3 milyar yang mampu berlayar dengan kecepatan sampai 1,20 knot. Pemiliknya, PT Bahana Utama Lines, adalah salah satu dari sedikit perusahaan pelayaran Indonesia milik pribumi. Kredit Rp 3 milyar diperoleh BUL dari Bapindo, yang harus dikembalikan dalam waktu 10 tahun dengan penyertaan modal (equity) pada BUL sebesar 35%. "Equity sebesar itu memang berat bagi kami. Namun manfaatnya Bapindo akan membantu manajemen perusahaan kami," kata Slamet Sarojo. Menurut catatan Atase Perhubungan KBRI Tokyo, selama 1980 Indonesia telah membeli kapal baru berbagai jenis sebanyak 29 buah dari Jepang. Jumlah seluruh tonasenya 19 juta DWT. "Membeli kapal baru lebih menguntungkan, selama 5 tahun pertama kapal tidak akan rewel," kata Azril Nazahar, Manajer Bagian Kredit Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) seusai upacara peluncuran. Selain itu pihak pembeli juga dapat memesan sesuai dengan keinginan dan kondisinya. "Sedang membeli kapal bekas, mujur kalau bisa mendapatkan yang baik," tambah Nazahar sembari tersenyum. Jepang saat ini memang merupakan salah satu penghasil kapal yang utama di dunia. "Membeli kapal baru di Jepang penyerahannya cepat. Lagi pula harganya pun bisa 30% lebih murah dari buatan Eropa," ujar Slamet Sarojo, Direktur Utama BUL. Perusahaan itu saat ini memiliki 6 buah kapal pengangkut kayu bulat, 4 di antaranya kapai bekas. Tahun ini BUL merencanakan untuk membeli lagi 2 kapal baru dari jenis yang sama, masing-masing berbobot 25.000 DWT. Pembiayaannya, seperti juga MV Merdeka, akan diperoleh dari kredit Bapindo. Tak Pernah Dihubungi Pada 1980, Bapindo telah menyalurkan kredit sebesar Rp 44,1 milyar di sektor pelayaran. Sumber dananya dari Bank Dunia. Sampai akhir 1980 Bapindo telah membiayai pembelian 114 buah kapal serta rehabilitasi 52 buah kapal dengan total berat lebih dari 400.000 DWT. Jual beli kapal bekas, menurut Nazahar, harus melalui suatu proses yang cukup panjang. Pihak pembeli akan mempercayakan pemeriksaan kapal tersebut pada sebuah tim peneliti (survevur) independen. Kalau semuanya berjalan lancar, 72 jam kemudian pembeli harus menandatangani (perjanjian jual-beli) disertai pembayaran pertama sebesar 10% dari harga. Sisanya akan dibayar pada waktu penyerahan. Pihak bank akan mencairkan kreditnya setelah sertifikat kapal -- yang jumlahnya 19 macam -- rampung. Antara lain Sertifikat Kebangsaan (Nationality of certificate) yang dikeluarkan Atase Perhubungan KBRI mewakili Menteri Perhubungan RI. "Dan dokumen penjualan harus disetujui KBRI," kata Nazahar. Prosedur di atas harus ditempuh dalam setiap pembelian kapal, baru dan bekas, dari luar negeri. Bagaimana dengan Tampomas II? "Kami sama sekali tidak pernah dihubungi ketika proses pembelian kapal itu terjadi," kata Budhy Soeharno, Atase Perhubungan KBRI Tokyo. Budhy sendiri mengaku baru mengetahui masalah pembelian Tampomas II dari berita suratkabar setelah kapal itu tenggelam akhir Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus