Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Debakey, obat atau operasi

Ceramah michael ellis de bakey di depan para ahli jantung di jakarta. dia adalah pelopor bedah jantung terbuka dan penemu pompa roller untuk mesin gantung & paru-paru. (ksh)

21 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEHADIRAN Michael Ellis DeBakey di Indonesia sampai pekan lalu nampaknya mempesona. Tapi besarnya perhatian terhadap DeBakey memang pantas. Dia adalah pelopor bedah jantung terbuka dan menyandang beberapa penghargaan untuk keahlian dan dedikasinya. Ia memberikan sumbangan yang amat besar untuk operasi bedah jantung terbuka, setelah menemukan pompa roller. Pompa itu kemudian menjadi komponen yang penting untuk mesin jantung dan paru-paru yang berfungi mengambil alih kerja kedua organ sementara si pasien dibedah. Di samping itu, ada bumbu media massa memberikan perhatian yang tidak kurang besarnya terhadap istrinya yang cantik, Katrin Fehlhaber (berusia 40 tahun lebih muda) bekas bintang film kelahiran Jerman itu yang ia nikahi tahun 1975 setelah istri DeBakey pertama meninggal 3 tahun sebelumnya. Kue Srikaya Demikianlah, ketika memberikan ceramah di depan para ahli jantung di gedung Bulog, DeBakey dan dua asistennya diantar oleh Ka Bulog Bustanil Arifin. Ceramah itu sendiri disponsori Yayasan Jantung Dewi Sartika, organisasi sosial yang mengundang DeBakey. Nyonya Bustanil Arifin, selaku ketua yayasan, mengucapkan kata pujian untuk DeBakey yang dalam kesibukannya tetap bersedia berkunjung ke Indonesia. "Hidupnya penuh dengan keberhasilan. Sedikit sekali orang yang bisa menandingi rasa hormat dan penghargaan yang diletakkan pada namanya," begitu pula kata dr. A. Hanafiah, Ketua Perhimpunan Kardiologi Indonesia membuka ceramah. Dalam usia 72 tahun, dengan reputasi telah membedah 40.000 pasien (termasuk Syah Iran) DeBakey nampaknya masih mampu lebih lama lagi bekerja. Dia tidak merokok. Ia juga menjaga makanannya: Ketika makan siang dl gedung Bulog itu ia mengambil nasi, ayam sayur dan kue srikaya. Jari tangannya yang besar-besar kelihatan masih kukuh tak bergetar. Rambut hanya tertinggal di bagian belakaog kepalanya. Hidungnya yang besar dan mancung kelihatan seperti mencuat dari jidatnya yang rendah. Dengan sorot mata yang tajam ia tampak seperti burung elang tua yang masih kekar. Untuk acara ceramahnya itu DeBakey juga mendapat pelayanan istimewa. Slide yang dipancarkan untuk memberikan ilustrasi, bukan diladeni oleh operator, sembarangan, tapi oleh dr. Dede Kusmana, seorang ahli penyakit jantung yang menjadi penghubung masalah-masalah medis antara Yayasan Jantung Dewi Sartika dengan Bagian Kardiologi, RS Cipto Mangunkusunno. Bagian ceramah DeBakey yang kelihatannya cukup menarik adalah tentang pelaksanaan operasi memintas pembuluh darah jantung. Mulai dari operasi yang hanya menyangkut satu pembuluh darah sampai kepada yang tiga pembuluh darah. Juga dia pertunjukkan film operasi memintas pembuluh darah jantung. Di situ diperlihatkan bagaimana lemak berwarna putih, yang mengendap dan menyempitkan pembuluh darah jantung, ditarik ke luar seperti ular keluar dari liangnya. Karena dianggap sudah rusak, pembuluh darah itu lantas diganti dengan pembuluh darah yang diambil dari betis si pasien. Ada pula bagian otot jantung yang sudah mati, karena serangan jantung, diiris dengan pisau operasi dan dibuang. Otot itu dianggap akan mengganggu saja kalau dibiarkan tertinggal. DeBakey berada di sini terutama untuk melihat kemungkinan melaksanakan operasi terhadap 120 anak miskin yang menderita kelainan-jantung bawaan. Mereka terdaftar sebagai penerima bantuan dana dari Yayasan Jantung Dewi Sartika. Meskipun operasi untuk jenis penyakit jantung bawaan tidak memerlukan kemahiran seperti untuk pembedahan memintas, tapi DeBakey berjanji akan membantu. Cuma DeBakey nampak agak kecewa melihat RS Cipto Mangunkusumo. Sebagai tempat observasi bagi penderita penyakit jantung rumah sakit itu katanya terlalu ramai. Untuk menanggulangi penyakit jantung, beberapa tokoh masyarakat dan Pemerintah antara lain Mas Isman dari Kosgoro dan Menteri Penerangan Ali Murtopo sudah menjalani operasl by pass di Houston, AS. Namun untuk masyarakat luas, sebagian dokter belum menganggap pelayanan seperti itu sudah waktunya disediakan di Indonesia. "Ongkosnya terlalu mahal," ucap dr. JSF. Ranti, ahli penyakit jantung yang masuk dalam tim dokter Menpen Ali Murtopo. Di AS tarif sekali operasi $ 10.000. Lagipula menurut Ranti, kondisi masyarakat di sini lain dengan di AS atau Eropa. "Angka kegagalan coronary bypass surgery katakanlah 2%. Tapi bagaimana kalau seorang ayah Indonesia yang masuk dalam kegagalan itu?' tanya Ranti. Soalnya, di AS atau Eropa mereka yang dioperasi mendapat tanggungan penuh dari asuransi. Sedangkan di sini asuransi belum jalan. "Kalau seorang ayah meninggal, berarti seluruh keluarganya mendapat beban," ulas Ranti. Untuk Indonesia menurut Ranti pengobatan masih tetap yang terbaik. "Harga obatnya tak semahal operasi. Sedangkan hasilnya boleh dikatakan sama dengan bypass. Malahan pada beberapa pusat penelitian, usia mereka yang mendapat obat lebih panjang dibandingkan dengan yang di-bypass, " katanya. Angka kematian yang lebih besar pada bypass dibandingkan dengan yang diobati, dalam ceramah DeBakey juga disinggung. Asistennya, Derald Lawrie, menyebutkan angka kematian yang tinggi pada bypass itu "kemungkinan disebabkan oleh kurang trampilnya yang melaksanakan operasi." Sodok Di AS, para dokter memang masih terpisah oleh dua pilihan: operasi atau obat. Para penyokong bypass berlomba menyiarkan hasil mereka yang meyakinkan. Tapi para ahli penyakit jantung yang percaya pada keampuhan obat menampiknya pula melalui beberapa penelitian. Tahun 1977 di Alabama misalnya, para dokter jantung yang bergabung dalam National Cooperative Unstable Angina Study dalam penelitian mereka menemukan penderita yang di-bypass penghasilannya jauh ketinggalan dibanding yang hanya dapat obat. Penghasilan mereka yang dapat obat hanya merosot $ 1111 per tahun sedangkan yang dibypss rnencapai $ 2447. Ini sekaligus hendak menggambarkan bahwa kualitas hidup mereka yang di-bypass lebih rendah. Menurut Ranti, untuk lima tahun mendatang persaingan antara operasi dan obat akan tetap bertahan. "Mungkin yang akan banyak mendapat kemajuan adalah sistem kataterisasi balloon," katanya. Sistem pengobatan ini disebutkan juga sistem sodok, dan sedang giat-giatnya diteliti di Swiss Caranya dengan memasukkan alat penyodok lewat pembuluh darah menuju daerah jantung. Tumpukan lemak di pembuluh darah jantung kemudian disodok dan dipencet hingga menempel ke dinding pembuluh darah. Kabarnya cara ini akan lebih sip, karena tak perlu operasi besar. Yang diperlukan hanya sekedar irisan kecil ketika memasukkan alat penyodok itu ke pembuluh darah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus