NASIB Nyoto Tombeng, pengusaha terkemuka Surabaya yang
mendadak lenyap (TEMPO, 14 Maret 1981) masih belum jelas. "Kami
sudah menghubungi seluruh kantor Imigrasi di Indonesia, tapi
tak satu pun yang pernah memberikan exitpermit untuk Nyoto,"
ujar Abdullah Thalib, pengacara keluarga Nyoto dari kantor
Adnan Buyung Nasution & Associates Surabaya.
Hingga: "Semakin kuat dugaan kami bahwa Nyoto dilarikan orang,"
tambah Thalib. "Dan lagi jumlah kekayaan Nyoto dibanding dengan
pinjamannya masih lebih besar kekayaannya," ujarnya lagi.
Ia memberi contoh: isi gudang CV Tunas Harapan yang di Kalimas
dan Kertopaten, Surabaya, saja bernilai Rp 1,2 milyar. Belum
lagi yang ada dalam gudang di bekas bangunan pabriknya di Demak
Timur. Barang-barang itu berupa plywood dan suku cadang berbagai
industri logam.
Berapa jumlah pinjaman Nyoto juga masih beIum jelas. "Baru South
East Asia Bank (SEAB) yang melakukan pengaduan. Tapi ketika
kami tanya berapa pinjaman Nyoto ke bank itu, mereka belum bisa
menjawab," kata Thalib. Menurut pengacara ini, belum ada dari 10
orang yang meminjamkan uang pada Nyoto yang menagih. jumlahnya
sekitar Rp 1 milyar.
Sebuah sumber menyebutkan, mereka ini telah diberi cek oleh CV
Tunas Harapan -- dari SEAB sebagai jaminan pinjaman tersebut.
Tunas Harapan memang hanya membuka rekening di bank ini.
CV Tunas Harapan, sebagaimana dikatakan sebuah sumber TEMPO,
merupakan bidang usaha Nyoto yang pertama. Bergerak di bidang
ekspor-impor, Tunas Harapan memang tergolong perusahaan yang
besar. Tapi Nyoto di sini hanyalah meneruskan usaha mertuanya.
Di South East Asia Bank, Nyoto membuka 2 rekening, untuk Tunas
Harapan dan untuk pribadinya. Hubungannya dengan SEAB memang
dikenal sangat dekat. "Bahkan boleh dikata Nyotolah yang
meramaikan bank itu di saat-saat pergaulannya," kata sebuah
sumber yang dekat dengan Nyoto. Nyoto juga diketahui bergaul
sangat akrab dengan Direktur Cabang SEAB Sucipto Hartono.
Keduanya memang sama-sama bermarga Nyoo. Pada 1 Februari Nyoto,
menurut suatu sumber, diketahui masih pergi bersama Sucipto.
Nyoto hilang keesokan harinya. Dua hari sebelum hilang Nyoto
masih menyetor uang sejumlah Rp 300 juta dan ini ada bukti
setornya. Sumber yang sama menjelaskan, SEAB memang memberi
kredit pada Tunas Harapan sebesar Rp 1 milyar -- tapi baru
dicairkan kurang dari sepertiganya. Tunas Harapan juga pernah
mencatat telah mengeluarkan cek tak bertanggal pada Sucipto
pribadi yang nilainya sebesar kredit yang diberikan.
Tapi Sucipto yang ditemui TEMPO di kantornya di Jalan Kembang
Jepun Surabaya tak bersedia menjelaskan hubungannya dengan Tunas
Harapan dan Nyoto. Dia juga tak mau menjawab tatkala ditanya
mengenai cek SEAB yang ada di tangan relasi Nyoto atau pada
dirinya sendiri. Begitu juga dia menolak menjelaskan apakah
masih ada dana Tunas Harapan di bank itu.
Omong Kosong
"Saya tidak tahu menahu dengan Nyoto," ujar Sucipto. "Hubungan
saya dengan dia biasa saja. Kalau ada yang bilang saya intim
dengan dia, itu omong kosong," tambah Sucipto dengan logat
Medan.
Benarkah ia pada hari Minggu 1 Februari masih bersama Nyoto?
"Tidak benar. Hari itu sehari penuh saya main golf di Lapangan
Golf Achmad Yani," bantahnya. "Hubungan saya yang terakhir
dengan dia hari Jumat 30 Januari. Itu pun hanya lewat telepon,"
katanya lagi.
Pihak Lapangan Golf Yani yang dihubungi TEMPO menegaskan, pada
hari Minggu 1 Februari itu Sucipto Hartono tidak muncul di situ.
"Dari catatan, dia juga tidak terdaftar sebagai pemain yang main
hari itu. Dan lagi sudah sekitar 3 bulan Pak Sucipto tidak
pernah ke sini," kata Harsono, karyawan bagian Sekretariat
Lapangan Golf Yani yang bertugas hari itu, serta mengaku kenal
betul dengan Sucipto.
Sucipto dengan SEAB cabang Surabaya kini memang sedang mendapat
sorotan dalam hubungannya dengan Nyoto. Menurut suatu sumber
TEMPO yang lain, dua hari setelah Nyoto hilang Sucipto datang
ke kantor PT Sinar Surya Metal Works, sebuah perusahaan
penanaman modal asing di mana Nyoto menjadi Direktur Utama.
Kabarnya Sucipto waktu itu telah mengambil sejumlah berkas
seperti sertifikat saham.
Sinar Surya Metal Works sekarang masih terus berproduksi, dengan
mengurangi produksi lampu tekan (petromak) dan menggantinya
dengan kompor. Direktur Utama perusahaan ini untuk sementara
dijabat Hasan Mursalim, nonpri dari Palembang yang selama ini
menjabat Direktur Produksi.
"Sinar Surya tidak bisa dikatakan bangkrut sebab asset
(kekayaannya) masih 2 kali lipat lebih dibanding pinjamannya,"
ujar Abdullah Thalib yang juga menjadi pengacara Sinar Surya
(SS). Menurut dia jumlah pinjaman SS hanya sebesar Rp 2,5 milyar
sedang nilai asset Rp 6,5 milyar.
Dua pemegang saham SS dari Hongkong Sabtu lalu datang ke
Surabaya. "Kami sudah memutuskan untuk jalan terus," ujar
Thalib. Negosiasi telah dilakukan untuk menyelesaikan utang SS
sebesar US$ 500.000 pada Bangkok Bank dan Rp 750 juta pada
lembaga keuangan Ficor Invest. Perundingan yang masih dilakukan
adalah mengenai pinjaman pada Interpacific, Chartered Bank dan
Bank Central Asia. "Yang kami ingini adalah agar mereka
memberikan kelonggaran untuk membebaskan bunga selama 6 bulan
ini. Setelah itu semuanya pasti beres," ujar Thalib.
Pihak SS juga membantah berita bahwa neraca yang pernah diajukan
ke Bappepam fiktif. "Itu menghina kami dan Menteri Keuangan,"
kata Ho Liang, salah satu direktur SS. Menurut dia neraca itu
dibuat oleh suatu konsultan independen. "Perusahaan ini bukan
tempatnya maling," tambah Ho Liang. Tapi di mana Nyoto Tombeng?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini