Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Layang-Layang Putus dari Singapura

Adrian Waworuntu dijemput polisi di Medan. Polisi masih harus menangkap Maria Pauline Lumowa yang buron.

25 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Layang-Layang Putus dari Singapura
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

AW akan menyerahkan diri hari ini. Pesan pendek itu datang pada dini hari Jumat pekan lalu. "AW" yang dimaksud pengirim pesan tak lain dari Adrian Waworuntu, 53 tahun, "selebriti" kasus pembobolan BNI yang nyaris sebulan tak ketahuan rimbanya. Isi pesan itu ternyata tak keliru. Adrian mengakhiri pelariannya.

Pada pukul 09.40 pagi, ia meninggalkan Singapura dengan pesawat Silk Air menuju Medan. Begitu menjejakkan kaki di Bandara Polonia, polisi langsung mencokok Adrian. "Kita menjemputnya di Medan karena tak punya perjanjian ekstradisi dengan Singapura," kata Kepala Kepolisian RI, Da'i Bachtiar. Di negara pulau itu, Adrian sempat memberikan wawancara kepada satu media elektronik dan tiga media cetak, termasuk Tempo.

Adrian memilih sebuah kamar di apartemen mewah di kawasan perbelanjaan Singapura untuk rendezvous, Rabu pekan lalu. Penampilan Adrian tak banyak berubah. Hanya, pembawaan kalem yang diperlihatkan Adrian ketika bertemu dengan Tempo setahun lalu, seakan sirna. Tutur kata Adrian kerap meninggi.

Pria berambut putih keperakan itu menceritakan panjang lebar musabab pelariannya. "Ini simbol saja. Saya merasa tak akan mendapat pengadilan yang fair di pemerintahan yang lama," katanya (baca Mestinya Saya Mendapat SP3). Tak lupa Adrian memaparkan serentetan alasan mengapa kasusnya tak layak disidangkan.

Penjelasan Adrian siang itu tak jauh berbeda dengan keterangan yang pernah ia sampaikan ke Tempo pada akhir tahun lalu, saat dia belum ditahan Mabes Polri (lihat Tempo 3 November 2003). Adrian baru berhemat tutur ketika ditanya keberadaannya selama menghilang dari pandangan publik. "Saya lebih banyak di Indonesia," katanya. Lalu mengapa polisi tak menemukan jejaknya? "Saya harus bergerak terus. Itu antisipasi yang harus saya lakukan," kata pria yang pernah disangkut-sangkutkan dengan kebangkrutan Bank Pacific itu.

Menjelang petang, Adrian menerima telepon. Ia tak mengatakan dari siapa, tapi pindah ke ruangan lain untuk melayani panggilan telepon itu. Usai berhalo-halo, Adrian sepertinya bersiap meninggalkan tempat pertemuan. Dua pertanyaan yang dilontarkan Tempo dijawabnya sambil berdiri. "Sudah ya, kita break dulu," katanya seraya mengantar Tempo ke pintu. "Kamu jalan duluan, deh. Nanti diikutin lagi sama polisi."

Firasat Adrian tentang intaian polisi rupanya tak meleset. Jenderal Da'i Bachtiar mengakui anak buahnya telah mengendus jejak Adrian sejak masih di Los Angeles, Amerika Serikat, tempat istri Adrian bermukim. Dari pantai barat Amerika, polisi membuntuti Adrian hingga ke Singapura. "Meski tak ada perjanjian ekstradisi dengan Singapura, kita berupaya (agar Adrian kembali)," ujar Da'i kepada para wartawan di Istana Negara, Jumat pekan lalu.

Pada Jumat tengah hari, Adrian mendarat di Jakarta. Tersangka pembobolan dana Bank BNI Rp 1,7 triliun itu menumpang pesawat Mandala Airlines dengan nomor penerbangan 091. Saat melenggang keluar dari pintu kedatangan IC Bandara Soekarno-Hatta, Adrian langsung dijemput tim Mabes Polri, termasuk Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Suyitno Landung.

Keriuhan menyambut Adrian baru terasa di Mabes Polri. Wartawan yang menanti Adrian sempat terkecoh. Konvoi tiga mobil yang sempat disangka membawa Adrian ternyata hanya ditumpangi Donny Antares Irawan, pengacara Aditya Putra Finance, yang mewakili kepentingan hukum Adrian selama ia raib. Adrian baru tiba sekitar pukul 13.30. Ia menumpang jip Nissan hitam. Kehadiran Adrian sempat tak terdeteksi karena mobil yang membawanya masuk lewat pintu belakang.

Polisi mengeluarkan suara lonjong tentang kemunculan Adrian. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Polisi Suyitno Landung, menyebut Adrian ditangkap, bukan menyerahkan diri. "Kita tangkap karena ia sudah ada di wilayah Indonesia," ujar Suyitno, mantap. Sedangkan Da'i malah tak seyakin Suyitno. "Apalah katanya. Yang penting, ia (Adrian) sudah berada di sini," ujar Da'i.

Seorang sumber Tempo yang dekat dengan Adrian hakul yakin Adrian datang menyerahkan diri. "Penyerahan diri itu sudah direncanakan," kata sumber Tempo. Ia mengatakan, sejak awal pekan lalu Adrian telah mematok Jumat kemarin sebagai tanggal penyerahan dirinya. "Polisi sudah diberi tahu Adrian akan datang ke Medan," katanya.

Entah ditangkap atau menyerahkan diri, yang pasti agenda pemeriksaan baru telah menanti Adrian. Yang pertama, apa lagi kalau bukan terkait dengan ulahnya menghilang selama sebulan. "Kita akan memeriksa yang berkaitan dengan pelariannya. Lewat pintu mana, melalui bantuan siapa, dan menggunakan paspor apa," kata Suyitno.

Hal lain yang harus diklarifikasi Adrian adalah sinyalemen uang suap ke polisi. Indikasi penyuapan pertama kali dilontarkan Rudi Sutopo, yang disangka membobol BNI US$ 5,4 juta melalui PT Mahesa Karya Muda Mandiri (lihat Tempo 15 Desember 2004). Dari balik terali Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, tempat ia ditahan kejaksaan, Rudi melempar pernyataan bahwa Adrian menyuap polisi sedikitnya US$ 20 ribu (baca Adrian Minta Uang untuk Pak Ismoko).

Meski kebenarannya masih diselidiki Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, sudah ada yang tersengat sinyalemen suap. Brigadir Jenderal Polisi Samuel Ismoko, orang yang disebut-sebut sebagai penerima uang, Kamis pekan lalu digeser dari kursi Kepala Direktorat II Kejahatan Ekonomi Khusus, yang mengusut kasus pembobolan BNI. Ismoko bertukar meja dengan Andi Chaeruddin, yang sebelumnya menjabat Kepala Biro Operasi Mabes Polri. "Ismoko dinilai kurang cakap," kata juru bicara Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Paiman.

Untuk menjelaskan pelarian dan isu suap itu, Adrian tertahan di Mabes Polri hampir tiga jam. Ia baru diserahkan ke kejaksaan menjelang sore. Masih dengan pakaian serba cokelat, Adrian sore itu langsung dibawa ke ruang Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan identitas. Ia diperiksa tiga jaksa: Nova Elida Saragih, Desy Meutya, dan Bangkit Sormin, serta Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jakarta, Marwan Effendy. Dari gedung kejaksaan di Kuningan, Adrian diantar dengan kendaraan tahanan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Di sana ia ditempatkan di sel yang sama dengan John Hamenda, juga tersangka kasus pembobolan BNI.

Bola kini berada di tangan kejaksaan. "Berkas dakwaan telah kami siapkan. Sidangnya kemungkinan setelah Lebaran," kata Marwan. Dakwaan yang menunggu Adrian tak main-main. Ia diancam terjerat tiga pasal, yang terkait dengan pencucian uang dan tindak pidana korupsi. Sanksi terberat yang dapat dijatuhkan adalah hukuman penjara seumur hidup. Sembilan terdakwa lain sudah divonis, ada yang dihukum delapan tahun, ada yang seumur hidup.

Kendati Adrian menghadapi jerat berlapis, Pradjoto, kuasa hukum BNI, menyayangkan pihak penyidik tak mengutak-atik kunci penyibak kasus ini, yaitu 196 transaksi yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dari transaksi-transaksi yang tercatat di 48 rekening bank?dalam dan luar negeri?itulah, Pradjoto yakin penyidik dapat mengendus jejak otak pembobolan BNI. "Polisi semestinya tidak perlu mencari layang-layang yang putus, tetapi siapa yang menerbangkan layang-layang itu," ujar Pradjoto.

Yang pasti, tertangkapnya Adrian tak berarti kasus ini bisa diungkap dengan gampang. Tersangka lain, Maria Pauline Lumowa, yang diduga otak pembobolan Bank BNI, masih buron. Tempo pernah mewawancarai Lumowa di Singapura. Jadi, pekerjaan lain yang tak kalah berat adalah menangkap Maria. Kabarnya, Marialah kunci dari kasus yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat dan mantan pejabat Indonesia ini.

Thomas Hadiwinata, Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus