Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lega, Buat Sementara

Produksi beras Indonesia yang semula dikuatirkan berbagai pihak ternyata cepat pulih. Panen yang membaik thn ini dapat menekan impor beras dari luar negeri yang berarti pula dapat menghemat devisit. (eb)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SITUASINYA sangat suram. Pemerintah amat pesimis dan memperkirakan impor berasnya akan mencapai 2,2 juta ton tahun ini, lebih kecil dari 2,6 juta ton yang diimpor setahun sebelumnya, namun masih merupakan jumlah yang cukup mengkhawatirkan. Di Amsterdam, beberapa bulan lalu, IGGI dan Bank Dunia memperingatkan Indonesia mungkin akan terpaksa menggunakan sebagian besar devisanya untuk impor makanan. Di depan sidang ini, Widjojo Nitisastro terpaksa berjanji segala usaha akan dilakukan Indonesia untuk meningkatkan produksi beras. Keadaan ternyata cepat berobah. Sesudah ditimpa kemarau panjang pada 1976 dan 1977, tahun ini kemarau hampir tak terasa. Di bulan April sampai September, yang mestinya kemarau, hujan ternyata masih deras, dan beberapa daerah malah kebanjiran. Yogyakarta, yang biasanya rata-rata mendapat 77 mm curah hujan, di bulan Juni mendapat 283 mm. Dan jutaan wereng yang ditakuti petani itu lenyap. Ini menyebabkan produksi padi di Indonesia mulai bangkit kembali. Menjaga Momentum Menteri Pertanian Soedarsono Hadisapoetro mengungkapkan baru-baru ini bahwa produksi beras tahun ini diperkirakan naik 10%, yang berarti produksi beras akan mencapai 16,7 juta ton, bertambah 1,5 jura ton dari produksi tahun lalu. Pertambahan 1,5 juta ton ini penting artinya bagi anggaran devisa Indonesia, karena dengan begitu Bulog tak perlu mengimpor 2,2 juta ton seperti direncanakan semula. Berdasarkan harga beras sekarang di pasaran internasional ini berarti penghematan devisa sebanyak US$ 300 juta. Sisa impor beras tahun anggaran lalu masih 460 ribu ton, dan Kepala Bulog Bustanil Arifin mengungkapkan baru-baru ini bahwa impor tahun ini akan hanya 750 ribu ton, hingga jumlah beras impor seluruhnya untuk tahun anggaran sekarang akan berjumlah 1,2 juta ton, kurang separuh dari yang diimpor tahun lalu. Impor ini termasuk 45.000 ton dari Taiwan dan Hongkong dan 50.000 ton dari Korea Utara. Sebagian besar impor masih berasal dari PL-480 (AS), disamping juga berasal dari negara pensuplai tradisionil Indonesia, seperti Burma dan Korea Selatan. Dengan baiknya panen tahun ini, maka pembelian beras Bulog dari dalam negeri dengan mudah bisa dilakukan. Sampai Oktober, pembelian dalam negeri sudah mencapai 800.000 ton, dua kali tahun lalu. Kini stok beras Bulog nampaknya kuat dengan 1,6 juta ton beras, dan 330 gudang beras milik Bulog tak ada yang kosong. Sekalipun pembelian beras dalam negeri cukup berhasil tapi pemerintah nampaknya belum gembira dengan peranan KUD. Banyaknya hutang yang belum bisa dibayar KUD, dan kurang trampilnya pimpinan KUD menyebabkan peranan KUD terdesak oleh pedagang beras swasta lainnya. Dari 800.000 ton beras yang berhasil dibeli Bulog, lebih dari dua per tiga berasal dari tangan non-KUD tahun lalu jumlah yang dibeli dari KUD dan non-KUD boleh dibilang sama. Ini menunjukkan masih minimnya peranan koperasi pada kegiatan utama ekonomi desa. Untuk menjaga momentum, Pemerintah baru-baru ini memutuskan menaik kan harga pembelian gabah keringnya pada tingkat KUD dengan Rp 10 sekilo menjadi Rp 80 sekilo. Ini cukup besar. Kenaikan tahun lalu hanya Rp 4 sekilo. Dari sini diharapkan petani akan bergairah lagi meningkatkan produksinya, karena adanya kesempatan untuk mening katkan penghasilannya. Yang perlu dijaga adalah sejauh mana kenaikan harga gabah ini akan berpengaruh kepada harga beras di kota. Nampaknya pemerintah yakin bahwa sekalipun harga pembelian gabah kering dinaikkan tapi dengan stok yang kuat ditangan Bulog, harga beras akan masih bisa dikendalikan. Sesudah lega dengan panen tahun ini, maka pertanyaan selanjutnya adalah Apa yang terjadi lima tahun mendatang? Dalam jangka waktu tersebut, gambaran tentang beras nampaknya masih tidak menggembirakan. Konsumsi beras Indonesia naik dengan 4% setiap tahun, dan Bank Dunia memperkirakan Indonesia hanya mampu meningkatkan produksinya dengan 3,5% setiap tahun. Proyeksi Departemen Pertanian malahan menunjukkan pada 1983 nanti disaat Pelita III berakhir, Indonesia akan mengalami defisit beras 3 juta ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus