Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tinggal Tunggu Gong

Pasar modal di Indonesia bakal ramai bln Nopember ini. 3 perusahaan, masing-masing Sinar Surya Metalworks, Ucindo & Centex, Memasyarakat. Pemerintah juga mengharapkan bantuan mereka. (eb)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

J.A. Sereh (58 tahun), Direktur Utama PT Danareksa tampak cerah pekan lalu. Ada alasannya untuk gembira. Tiga perusahaan penanaman modal asing, PT Sinar Surya Metalworks Ltd, PT Union Carbide Indonesia (Ucindo) dan PT Century Textile Industry (Centex) sudah pasti akan go public (memasyarakat) dalam waktu dekat. Ini berarti, setelah 14 bulan kesepian dengan "pemain tunggal" PT Semen Cibinong, pasar modal bakal diramaikan dengan muka-muka baru. "Maunya kami, saham-saham 3 perusahaan itu sudah bisa go public bulan Nopember ini juga," kata Sereh pada TEMPO. Tapi tampaknya hanya dua yang mungkin karena Centex masih harus menunggu persetujuan perubahan anggaran dasarnya dari Departemen Kehakiman dan kapitalisasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Ancar-ancarnya, pekan ini Sinar Surya akan resmi go public, Ucindo sebelum akhir bulan disusul Centex bulan depan. "Kami tinggal menunggu gong dari pemerintah," lanjut Sereh. Sejak dibuka Agustus 1977, hanya sertipikat PT Semen Cibinong yang diperjual-belikan, hingga praktis pasar modal sepi dan banyak pialang yang nganggur. Munculnya ketiga perusahaan itu tampaknya tidak akan menambah kerja PT Danareksa. Berbeda dengan PT Semen Cibinong, nilai nominal saham PT Sinar Surya misalnya, hanya Rp 1000 per saham hingga tidak perlu dipecah lagi. Dewasa ini modal PT Sinar Surya. usaha patungan Indonesia-Hongkong di Surabaya yang menghasilkan lampu stromking, berjumlah sekitar Rp 2,5 milyar. 51% dari jumlah ini atau sekitar Rp 1,3 milyar akan dijual pada masyarakat. Ini akan merubah imbangan pemilikan saham. Jika dulu pemegang saham Hongkong memiliki 33,3%, kemudian mereka hanya akan memiliki 16,4% sedang pihak Indonesia 22,6%. Yang bertindak sebagai penjamin (underwriter) adalah PT Ficorinvest, sebuah lembaga keuangan yang didirikan oleh Bank Indonesia bersama PT Bina Usaha Indonesia dan Bancom International Ltd (Pilipina). Banyak keuntungan bagi perusahaan yang memasyarakat. Yang jelas keringanan pajak. Pajak Perseroan yang tadinya 45% akan turun menjadi 25%. Reevaluasi, juga laba yang tidak dibagi dan dipakai untuk menambah modal, dibebaskan dari pajak. Ada juga keuntungan lain, dan ini rupanya yang menjadi alasan PT Sinar Surya. "Ada segi sosial-politiknya. Mereka tertarik pada himbauan pemerintah agar perusahaan yang sehat go public," kata Irzan Nazaruddin dari Bapepam. Rupanya kesediaan suatu perusahaan untuk memasyarakat diharapkan juga akan memperlihatkan kemauan baik mereka untuk membantu pemerintah meramaikan pasar modal. Hingga hubungan baik bisa dipelihara. Beda dengan Sinar Surya, alasan Ucindo untuk memasyarakat ialah untuk mengumpulkan dana guna perluasan pabriknya. Union Carbide yang memprodusir baterai Eveready telah beroperasi di sini sejak sebelum Perang Dunia II. Kini produksinya tiap tahun sekitar 168 juta buah. Produksinya dilempar ke pasar melalui 12 distributor dengan ribuan grosir dan pengecer. Perluasan pabriknya memerlukan modal Rp 5,4 milyar. "Tapi saham yang akan dimasyarakatkan Ucindo hanya 15% atau sekitar Rp 1,4 milyar," kata J.A. Sereh. Pada 1970-an, nilai nominal saham Ucindo Rp 1585 per saham. Sampai pekan lalu belum pasti berapa harga saham itu dinilai para underwriter. Danareksa akan membeli 50% dari jumlah saham yang akan dimasyarakatkan, dan kemudian sebagian akan dijual kembali dalam bentuk sertifikat. Perluasan pabrik itu diijinkan hanya karena Ucindo bersedia go public dan tidak akan mengganggu produksi nasional lainnya. Pos Rugi Masa depan pasar modal Indonesia tampaknya bakal lebih ramai lagi. "Sedikitnya 5 atau 6 perusahaan akan go public tahun depan," kata Sereh. Yang diharapkan antara lain Unilever dan PT B.A.T. (British American Tobacco). Pabrik rokok BAT kabarnya akan bekerjasama dengan sebuah Perusahaan Negara Perkebunan untuk memprodusir GLT, suatu bahan baku untuk pabrik rokok. Bakal ramainya Pasar Modal agaknya perlu diimbangi oleh para pialang. Selama 14 bulan terakhir meja-meja mereka di Pasar Modal, Jalan Merdeka Selatan, lebih sering kosong. Dari 26 perusahaan makelar yang terdaftar, hanya 4 yang aktif: PT Aperdi, PT Perdanas, Bank Central Dagang dan PT Makindo. Sedang semua bank pemerintah yang menjadi anggota bursa boleh dibilang tidak pernah melakukan perdagangan karena menganggap Pasar Modal sebagai "pos rugi". Tapi, agaknya pos ini bisa diharapkan akan segera berubah menjadi pos untung. Lebih lagi jika perusahaan lain segera mengikuti contoh 4 perusahaan tadi. Hingga Pasar Modal benar-benar akan menjadi "pasar".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus