Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Nunggak Terus, Nagih Terus

Tim khusus untuk menagih tunggakan kredit bimas, telah lama dibubarkan. Pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada pihak pemda. Tapi sayang tunggakan melonjak. (eb)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROF. Soedarsono Hadisapoetro Menteri Pertanian, boleh merasa lega dengan naiknya produksi padi. Tapi orang yang dikenal sebagai pencipta BUUD/KUD itu pasti mengurut dada, setelah membaca laporan tunggakan kredit Bimas. Sewaktu Prof. Tojib Hadiwijaya masih menteri, tunggakan itu memang sudah membengkak hingga sekitar Rp 80 milyar untuk seluruh Indonesia. Untuk daerah Jawa Barat saja, sampai musim tanam (MT) 1976/1977 sudah ngetop sampai Rp 23 milyar (TEMPO, 8 Oktober 1977). Tapi sekarang -- sejak MT 1970/1971 sampai dengan MT 1977/1978, berdasarkan posisi Juni lalu -- jumlah tunggakan itu sudah menggapai Rp 32 milyar lebih. Bahwa setiap tahun terjadi tunggakan, itu memang bukan barang baru. Tapi tunggakan di MT 1977/1978 itu sungguh dahsyat. Selain terjadi di tengah ramainya suasana Opstib, tambahan tunggakan kredit itu cukup mengerikan: sampai Rp 9 milyar. Bukan secara kebetulan agaknya, kalau tunggakan itu terus membesar. Di tahun 1974, ketika tunggakan kredit Bimas masih Rp 6 milyar, itu saja sudah dianggap serius oleh pemerintah. Maka dibentuklah suatu Tim Khusus untuk menagih. Berhasil juga. Ternyata tunggakan waktu itu bisa ditekan hingga menjadi Rp 1,5 milyar. Tapi Tim itu kemudian dibubarkan, dan permasalahan Bimas -- sampai pada soal penagihan kredit pada petani dan non petani -- di urus pihak Pemda. Sanggupkah? Menurut Prof. Dr. Gunawan Satari, yang pernah menjadi ketua Proyek Officer Bimas Ja-Bar, "gubernur, sekwilda maupun bupati tidak mungkin bisa menangani masalah ini.' Sebab, "mereka terlalu sibuk", katanya kepada TEMPO pekan lalu. Ia juga tak yakin bahwa "cara-cara persuasif-educatif", yang dilakukan selama ini dalam menagih tunggakan, bisa berjalan. "Cara-cara begitu memang baik, dalam keadaan si penunggak sadar akan tanggung jawabnya. Tapi mana orang ngutang dengan sukarela membayar hutangnya, ditagih juga susah." Ya, jadi bagaimana "Ditagih terus, dong", katanya yakin. "Dan inilah yang harus ditangani secara khusus. " Kebobolan Tahun-tahun sebelumnya, pemerintah masih mengaitkan seretnya tagihan itu dengan adanya musim kemarau yang panjang atau hama wereng. Tapi kini musim sungguh baik. Juga hama wereng yang sering melumpuhkan panen itu, tiba-tiba lenyap (Lihat: Lega, Buat Sementara). Seorang pejabat Pertanian di Bandung, tak ingin menyalahkan petani Menurut dia, rakyat di desa, khususnya petani, biasanya jujur dan menurut. "Oknum-oknum non petani itulah yang jahat," katanya. Siapa mereka? Pejabat itu tak mau tunjuk hidung. Tapi ada sebuah kejadian di desa Parakan Tugu, kecamatan Kadupandak, kabupaten Cianjur. Kepada para petani yang datang dari jauh dan mengajukan permohonan kredit, kepala desa meminta agar surat-surat pemilikan tanah itu ditinggalkan saja di desa. Rupanya surat surat berharga milik petani itulah yang oleh oknum-oknum petugas di desa digunakan untuk meminta kredit. Dan dapat. Maka petanilah yang ketiban pulung: Mereka kemudian didatangi penagih, sekalipun tak pernah berhutang. Kejadian di desa itu merupakan cara baru dari penciptaan areal fiktif. Di Jawa Barat -- yang mewakili 23% dari produksi padi nasional -- sudah dicoba cara pengawasan dengan sistim kartu, yang antara lain mencatat segala sesuatu yang menyangkut pemilikan tanah yang sah, dalam permohonan kredit. Tapi toh sistim yang rapi itu kebobolan juga. Agaknya, yang juga perlu didengar adalah para petugas BRI di desa. Yakni, bagaimana sampai mereka lekas percaya pada para petani yang tak punya sawah itu? Dalam hal ini Prof. Gunawan Satari punya anggapan begini: "Harus diakui umumnya bangsa kita ini kurang disiplin. Sebut misalnya soal administratif. Karena percaya, seorang petani bisa saja titip kredit pada bank. Dan petugas bank karena kurang teliti, seenaknya saja mengabulkan permintaan kredit."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus