Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Luhut soal Coretax: Jangan Kritik Dulu, Potensi Penerimaan Pajak Rp1.500 Triliun

Bank Dunia berpandangan jika Coretax mampu berjalan, Indonesia akan memperoleh tambahan rasio penerimaan pajak sebesar 6,4 persen dari PDB atau setara kira-kira Rp1.500 triliun.

9 Januari 2025 | 17.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu, dan anggota DEN Chatib Basri menggelar jumpa pers perdana di kantor bekas Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, 9 Januari 2025. TEMPO/ Han Revanda Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku mendukung Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang sedang dirintis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia mengatakan, dukungan itu dipantik oleh teguran Bank Dunia ihwal rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang masih rendah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bank Dunia mengkritik kita bahwa kita salah satu negara yang mengumpulkan pajaknya tidak baik. Kita disamakan dengan Nigeria," ujar Luhut dalam jumpa pers di Kantor DEN, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nigeria merupakan salah satu negara dengan rasio penerimaan pajak terhadap PDB terendah di dunia. Menurut laman resmi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), rasio penerimaan pajak Nigeria pada 2022 sebesar 7,9 persen, naik 1,2 persen dari rasio penerimaan pajak pada 2021 sebesar 6,7 persen.

Luhut mengatakan, Bank Dunia berpandangan jika Coretax mampu berjalan, Indonesia akan memperoleh tambahan rasio penerimaan pajak sebesar 6,4 persen dari PDB atau setara kira-kira Rp1.500 triliun. Eks Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini mengatakan, angka ini telah ia rinci sejak sekarang.

"Saya lihat sih kalau kita lakukan dengan baik dan semua sepakat. Jangan berkelahi gini-gini, tidak usah terus kritik-kritik dulu. Biarkan jalan dulu. Nanti ya kritik, berikan kritik membangun, karena ini banyak masalah yang harus diselesaikan," tuturnya.

Adapun sebelum Coretax resmi diterapkan per 1 Januari 2025, DJP sudah melakukan pra implementasi sistem pajak baru ini sejak 16 hingga 31 Desember 2024. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan masyarakat dapat mulai log in ke sistem Coretax DJP mulai 24 Desember 2024. 
 
Tahap ini bertujuan agar wajib pajak lebih awal mempersiapkan diri sebelum penerapan sistem awal tahun depan. “Harapannya saat implementasi nanti wajib pajak tidak menemui kesulitan penggunaan aplikasi,” ujar Dwi.

Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia. Kebijakan mengenai sistem Coretax tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 yang ditetapkan Sri Mulyani Indrawati pada 14 Oktober 2024.

Namun dalam pelaksanaannya, banyak wajib pajak yang kesulitan mengakses sistem tersebut. Salah satunya adalah Andi, seorang praktisi perpajakan yang juga memiliki perusahaan di bidang jasa. Ia menemukan kesulitan dalam pembuatan faktur pajak di layanan Coretax DJP. “Kami belum bisa buat faktur, belum bisa buat penagihan,” ucap Andi kepada Tempo melalui sambungan telepon, Sabtu, 4 Januari 2025. Dia pun khawatir bakal terkena sanksi keterlambatan pembuatan faktur.

Menurut Andi, Kementerian Keuangan melalui DJP harus segera memberikan kepastian soal sistem Coretax. “Kesalahan akibat administrasi Coretax yang merugikan wajib pajak tuh bagaimana, harus dipikirkan,” katanya.

Jangan sampai, ucap Andi, perusahaan-perusahaan dibebankan denda akibat keterlambatan pembuatan faktur padahal kesalahan berada pada sistem layanan DJP. Dia menilai DJP perlu mengeluarkan sebuah peraturan soal ini.

Andi mengatakan kesulitan pembuatan faktur di layanan Coretax DJP tidak hanya dialami olehnya. Kemarin tim dari perusahaannya telah mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). “Sama juga, ternyata KPP tuh ramai, ya karena faktur pajak kan orang transaksi tiap hari, mungkin per jam, per menit,” ujar dia. Ia menyebut tidak mendapatkan solusi berarti dari pihak KPP. Mereka hanya memintanya untuk menunggu.

Ilona Estherina dan Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus