Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Bisa Lebih Cepat

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua 2010 berada di atas perkiraan. Perekonomian Indonesia akan bisa melaju lebih cepat jika pemerintah mampu mengendalikan inflasi bahan makanan.

30 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEREKONOMIAN Indonesia tumbuh dengan laju tahunan 6,2 persen pada triwulan kedua 2010. Pertumbuhan ini berada di atas perkiraan semula. Dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, terlihat ada percepatan pertumbuhan. Pada triwulan keempat 2009 ekonomi kita tumbuh dengan laju tahunan 5,4 persen, dan pada triwulan pertama tahun ini tumbuh dengan laju 5,7 persen.

Konsumsi tumbuh dengan laju 5 persen pada triwulan II 2010. Di tengah membaiknya perekonomian global, ekspor kita melaju 14,6 persen. Investasi tumbuh 8 persen. Kenaikan investasi ini didorong oleh kuatnya permintaan (yang membuat pengusaha melakukan ekspansi usahanya) dan mulai menurunnya suku bunga pinjaman (yang membuat pengusaha menjadi tidak enggan lagi meminjam dari bank untuk mengimplementasi rencana investasinya).

Data di atas menunjukkan bahwa mesin pertumbuhan ekonomi kita saat ini sudah makin berimbang: pertumbuhan didukung oleh konsumsi, ekspor, dan investasi. Hal ini merupakan perkembangan yang baik karena perekonomian tidak dapat tumbuh secara berkesinambungan bila hanya mengandalkan belanja rumah tangga.

Meningkatnya aktivitas perekonomian kita tertangkap oleh pergerakan Coincident Economic Index (CEI), yang memasuki tren naik sejak Maret 2009. CEI adalah indeks yang menggambarkan keadaan ekonomi pada saat ini. Indeks ini disusun dengan menggunakan informasi penjualan mobil, konsumsi semen, impor, suplai uang, dan penjualan retail. CEI yang meningkat menggambarkan aktivitas perekonomian yang meningkat.

Sedangkan prospek ekonomi yang masih baik ditunjukkan oleh Leading Economic Index (LEI) yang juga masih dalam tren yang meningkat (gambar 1). LEI adalah indeks yang menggambarkan arah perekonomian kita 6-12 bulan ke depan. Indeks ini disusun dengan memanfaatkan informasi izin mendirikan bangunan, jumlah kedatangan turis, persetujuan investasi asing, nilai tukar, indeks harga saham gabungan, ekspor, dan inflasi sektor jasa. Dengan latar belakang yang demikian, Danareksa Research Institute memperkirakan pertumbuhan ekonomi kita pada 2010 ini akan mencapai 6,2 persen.

Waspada Inflasi Pangan

Walaupun prospek ekonomi kita masih baik, kita harus mewaspadai kenaikan harga pangan yang terjadi akhir-akhir ini. Kenaikan harga pangan yang berlebihan dapat menggerus daya beli masyarakat. Artinya, bila kenaikan harga pangan terjadi terus, lambat-laun masyarakat kita akan mengurangi belanjanya. Mengingat belanja masyarakat menyumbang sekitar 60 persen terhadap PDB Indonesia, penurunan belanja masyarakat akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Di samping itu, inflasi yang tinggi dapat mendorong Bank Indonesia segera menaikkan bunga acuannya. Perlu dikemukakan di sini bahwa pertumbuhan ekonomi kita amat dipengaruhi oleh suku bunga. Makin rendah suku bunga, makin cepat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Sebaliknya, suku bunga yang tinggi akan cenderung memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jadi inflasi yang meningkat dapat memicu timbulnya dampak yang tidak kita inginkan dari sisi moneter.

Inflasi pangan yang tinggi bukan hanya terjadi baru-baru ini. Tanpa kita sadari, sebenarnya inflasi pangan dalam beberapa tahun terakhir ini merupakan faktor utama yang mendorong angka inflasi Indonesia ke atas. Sebagai contoh, pada 2007-2008 inflasi makanan selalu berada di atas 10 persen (gambar 2). Memang pada 2009 tekanan inflasi bahan makanan cenderung turun. Tapi, pada pertengahan 2010 ini, inflasi makanan kembali berada di atas 10 persen lagi.

Data inflasi Malaysia menunjukkan bahwa ternyata negara tersebut dapat mengurangi dampak musiman terhadap kenaikan harga makanan di sana. Indonesia seharusnya juga mengambil langkah yang diperlukan untuk mengurangi pengaruh faktor musiman terhadap harga pangan. Bila tidak, sulit bagi Indonesia untuk menekan inflasi ke bawah 6 persen secara berkesinambungan.

Memang, ada kekhawatiran bahwa pengendalian harga pangan akan menyulitkan petani kita. Namun data yang ada menunjukkan bahwa kenaikan harga pangan juga tidak meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam periode Januari 2008 sampai Juni 2010, harga bahan makanan naik 24,4 persen, sedangkan nilai tukar petani hanya naik 0,7 persen.

Terlihat di sini bahwa kenaikan harga bahan makanan yang tinggi tersebut tidak menaikkan daya beli petani kita secara signifikan. Apalagi biasanya petani kita menjual ketika harga produknya rendah (musim panen), dan harus membeli bahan makanan ketika harga pangan tinggi (musim paceklik). Stabilitas harga justru berpotensi meningkatkan kesejahteraan petani, karena mereka akan dapat menjual produknya pada harga yang relatif lebih tinggi.

Diskusi di atas menunjukkan bahwa perekonomian kita saat ini sedang terus berekspansi, dengan prospek yang masih cerah. Akan tetapi, kinerja perekonomian kita akan menjadi lebih optimal (dari sisi pertumbuhan, kesinambungan, dan dampaknya dalam menurunkan kemiskinan) bila harga pangan dapat dibuat lebih stabil.

Purbaya Yudhi Sadewa
*) Chief Economist Danareksa Research Institute

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus