Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEREKONOMIAN Indonesia tumbuh melampaui target 6,2 persen pada semester pertama tahun ini. Motornya tetap belanja masyarakat yang bergerak cepat selama dua triwulan berturut-turut. Sektor ini bertumbuh 4,89 persen. Ekspor dan impor juga naik lumayan. Sebaliknya, belanja pemerintah, yang mestinya bisa menggenjot laju perekonomian lebih kencang, justru loyo.
Konsumsi pemerintah minus alias turun 9 persen pada paruh pertama tahun berjalan. Konsumsi pemerintah inilah yang mesti diwaspadai. Bila pada paruh kedua belanja pemerintah masih seret, laju perekonomian yang sudah berjalan baik bisa terhambat. Tapi, menengok tahun-tahun sebelumnya, realisasi berbagai proyek pemerintah biasanya memang gencar menjelang tutup tahun.
Investasi juga tumbuh 8 persen pada triwulan kedua tahun ini. Tapi angka tersebut termasuk rendah bila melihat pertumbuhan tiga bulan pertama sebelumnya yang 7,8 persen. Pertumbuhannya tipis sekali. Penyebabnya antara lain perbankan lelet menyalurkan kredit. Suku bunga pinjaman masih relatif tinggi sehingga menghambat laju ekspansi kredit.
Persoalan lain adalah tingginya harga pangan yang terjadi sejak awal tahun ini. Kenaikan harga bukan cuma mendongkrak inflasi, tapi juga mengurangi optimisme masyarakat. Survei Danareksa Research Institute menunjukkan, gara-gara harga bahan pokok naik, indeks kepercayaan konsumen turun.
INDEKS KEPERCAYAAN KONSUMEN
TERTEKAN HARGA PANGAN
Kenaikan harga bahan pangan kembali menekan kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Hal itu tergambar jelas pada pergerakan Indeks Kepercayaan Konsumen yang terus tergerus. Pada Juli, indeks 2010 turun ke level 85,6, terendah dalam empat bulan terakhir. Ini mengindikasikan optimisme konsumen terhadap prospek ekonomi nasional dan pendapatan mereka di masa datang cenderung melemah.
Pada survei Juli, komponen indeks yang menggambarkan penilaian rumah tangga terhadap kondisi ekonomi saat ini, yaitu Indeks Situasi Sekarang, turun dari level 70,2 ke level 68,2. Hal yang sama juga terjadi pada Indeks Ekspektasi terhadap ekonomi di masa depan, terkoreksi dari level 99,0 ke 98,4. Pelemahan tersebut berkaitan dengan ekspektasi rumah tangga bahwa harga bahan makanan masih akan naik hingga Lebaran, bahkan Natal dan tahun baru. Kondisi ini sangat mempengaruhi rencana dan keputusan masyarakat berbelanja di masa mendatang. Itu terlihat dengan turunnya proporsi konsumen yang berencana membeli barang tahan lama dari 27,1 persen menjadi 26,6 persen.
Anehnya, indeks kelompok masyarakat berpendapatan kurang dari Rp 500 ribu per bulan naik 10,9 persen. Padahal, kelompok masyarakat lain cenderung turun. Indeks kelompok berpendapatan Rp 500-700 ribu per bulan, misalnya, turun 0,3 persen, kelompok berpendapatan Rp 700 ribu-Rp 1,5 juta melemah 0,4 persen, dan kelompok berpendapatan lebih dari Rp 1,5 juta melemah 2,4 persen.
Indeks Kepercayaan Konsumen:
Disusun berdasarkan survei terhadap 1.700 rumah tangga Indonesia dari enam wilayah survei, yakni Sumatera Utara, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Survei ini menggunakan metode wawancara tatap muka. Sampel survei nasional ini dipilih dengan metodologi statistik tertentu sehingga mewakili populasi.
Responden diminta menilai keadaan perekonomian-lokal dan nasional- pendapatan rumah tangga, serta ketersediaan lapangan kerja. Dalam setiap pertanyaan, konsumen dapat menjawab "optimistis" atau "pesimistis". Misalnya, responden dapat mengatakan pesimistis atau optimistis terhadap perekonomian sekarang. Interpretasi indeks sederhana: jika di bawah 100, dapat diartikan respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya.
Indeks menggambarkan keadaan perekonomian masyarakat secara akurat dan terbaru. Indikator ekonomi lain juga dapat digunakan untuk memprediksi pola belanja. Namun hasil survei kepercayaan konsumen biasanya keluar lebih awal dari indikator-indikator lain. Indeks Kepercayaan Konsumen juga dimanfaatkan untuk melihat efek kejadian atau kebijakan pemerintah terhadap pola belanja. Peningkatan indeks dapat diterjemahkan sebagai perekonomian masyarakat membaik, dan sebaliknya.
INDEKS KEPERCAYAAN KONSUMEN KEPADA PEMERINTAH
TERENDAH SEJAK NOVEMBER 2008
Indeks Kepercayaan Konsumen terhadap Pemerintah (IKKP) kembali turun pada triwulan kedua tahun ini ke titik terendah sejak November 2008. Penurunan sebenarnya sempat terhenti pada April lalu. Pada Mei, indeks menguat 2,3 persen menjadi 100,9. Level ini terakhir kali ditembus pada Desember tahun lalu. Setelah itu, menurun dua bulan berturut-turut yang membuat indeks kembali di bawah 100-angka rata-rata tahun 2003.
Penyebabnya, kenaikan harga kebutuhan pokok. Ini tampak dari penurunan indeks komponen pembentuk IKKP yang menggambarkan penilaian responden terhadap kemampuan pemerintah menjaga stabilitas harga. Pada Juli, indeks komponen berada di level 69,6, angka terendah sejak November 2008. Bila dibanding Juni turun 6,1 persen atau turun 27,8 persen terhadap satu tahun sebelumnya, tergolong penurunan paling dalam.
Survei terakhir menunjukkan penilaian masyarakat terhadap kemampuan pemerintah memulihkan perekonomian turun. Indeks komponen IKKP yang menggambarkan aspek ini menembus angka 100 terakhir kali pada April lalu. Pada Mei, Juni, dan Juli indeks komponen ini terus menurun, dan saat ini berada pada level 96,1.
IKKP dan Komponennya | Indeks | Perubahan (%) | ||
Jul 10 | 2 tahun | 1 tahun | 1 bulan | |
Memperbaiki keadaan ekonomi | 96,1 | 43,2 | -12,5 | -0,7 |
Menjaga kestabilan harga | 69,6 | 48,7 | -27,8 | -6,1 |
Menyediakan infrastruktur | 104,1 | 0,4 | -8,6 | 3,6 |
Menjaga keamanan | 114,5 | 6,2 | -4,6 | -2,1 |
Menegakkan hukum | 95,9 | 1,7 | -22,8 | -4,0 |
IKKP | 96,1 | 14,4 | -14,9 | -1,6 |
Indeks Kepercayaan Konsumen terhadap Pemerintah:
Disusun berdasarkan survei yang dilakukan bersamaan dengan survei kepercayaan konsumen. Responden diminta menilai kemampuan pemerintah dalam memperbaiki keadaan ekonomi, menjaga stabilitas harga, keamanan, menyediakan infrastruktur, dan menegakkan hukum.
Hasil survei ditampilkan dalam bentuk indeks difusi dan disesuaikan ke tahun dasar perhitungan (di-rebase) dengan membuat indeks rata-rata pada 2003 sama dengan 100. Indeks di atas 100 berarti masyarakat menilai kinerja pemerintah lebih baik dengan kinerja rata-rata pada 2003. Indeks di bawah 100 menunjukkan kinerja pemerintah lebih buruk ketimbang kinerja rata-rata tahun 2003.
COINCIDENT DAN LEADING ECONOMIC INDEX
SEKTOR RIIL MULAI EKSPANSIF
Coincident Economic Index sempat turun pada Mei, tapi bulan berikutnya kembali naik. Alhasil, rata-rata indeks bulanan pada triwulan kedua tahun ini meningkat ketimbang triwulan sebelumnya. Berarti roda perekonomian menggelinding maju. Pergerakan tersebut ditunjukkan dengan produk domestik bruto triwulan kedua sebesar 2,80 persen (quarter to quarter) atau 6,17 persen (year to year). Angka pertumbuhan itu jauh di atas perkiraan para pelaku pasar-berdasarkan Bloomberg consensus forecast-yang memprediksi ekonomi tumbuh 2,57 persen (quarter to quarter) atau 5,97 persen (year to year).
Semua komponen penyusun CEI meningkat signifikan pada Juni. Nilai riil impor naik paling tinggi 16,6 persen ketimbang bulan sebelumnya. Penjualan mobil dalam negeri dan jumlah uang beredar M1 (dalam nilai riil) juga meningkat pesat, masing-masing naik 15,0 persen dan 9,0 persen.
Pada masa mendatang, prospek perekonomian diperkirakan cerah. Indikasinya Leading Economic Index cenderung meningkat sejak Desember 2008. Pengujian dengan metode sequential signaling juga menunjukkan siklus bisnis di Indonesia saat ini berada dalam fase ekspansi, berlangsung sejak Maret tahun lalu. Berdasarkan catatan, rata-rata periode ekspansi perekonomian Indonesia terjadi sekitar tujuh tahun. Artinya, ekspansi yang dimulai tahun lalu ada kemungkinan akan berlanjut hingga 2016.
Diperkirakan, penggerak perekonomian ke depan akan semakin seimbang antara konsumsi, investasi, dan ekspor. Prospek inflasi yang relatif terkendali dan penurunan Indeks Kepercayaan Konsumen yang tidak terlalu dalam, mengindikasikan daya beli masyarakat masih tetap terjaga. Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap tinggi. Mulai turunnya suku bunga pinjaman diperkirakan akan mendorong peningkatan investasi dan aktivitas perekonomian. Ekspor diprediksi juga akan membaik seiring perbaikan ekonomi global.
Coincident dan Leading Economic Index:
Coincident Economic Index menggambarkan keadaan ekonomi saat ini. Disusun menggunakan data impor, penjualan mobil, konsumsi semen, suplai uang, dan penjualan eceran. Kelima data itu digunakan karena secara statistik dapat menjelaskan pergerakan perekonomian sekarang. Gabungan informasi kelima data tersebut dapat menggambarkan keadaan ekonomi secara keseluruhan.
Penurunan indeks ini menggambarkan aktivitas perekonomian susut, demikian pula sebaliknya. Turunnya coincident index tiga kali berturut-turut menandakan ada masalah perekonomian yang perlu diwaspadai. Apabila penurunan berlangsung terus-menerus dan tajam, itu menandakan ekonomi sedang dalam masa resesi.
Leading Economic Index (LEI) adalah indeks yang bergerak 6-12 bulan mendahului coincident index. Dengan kata lain, LEI menggambarkan arah pergerakan ekonomi 6-12 bulan ke depan. Leading Economic Index disusun menggunakan data izin mendirikan bangunan, kedatangan turis asing, persetujuan investasi asing, nilai tukar rupiah riil, indeks harga saham gabungan, ekspor, dan inflasi di sektor jasa.
Tren leading index naik menunjukkan prospek ekonomi cerah, dan sebaliknya. Kombinasi coincident dan leading index dapat digunakan menentukan posisi ekonomi dalam siklus bisnisnya.
Komponen CEI dan LEI | Apr 10 | Mei 10 | Jun 10 |
Coincident Economic Index (CEI) | 111,2 | 110,4 | 112,3 |
Indeks penjualan mobil dalam negeri | 204,7 | 185,7 | 213,5 |
Indeks konsumsi semen | 165,1 | 151,8 | 156,0 |
Indeks nilai riil impor | 193,6 | 165,9 | 193,5 |
Indeks nilai riil jumlah uang beredar (M1) | 189,1 | 191,8 | 209,1 |
Indeks penjualan retail | 78,1 | 80,4 | 81,0 |
Leading Economic Index (LEI) | 114,4 | 114,6 | 114,6 |
Indeks izin mendirikan bangunan | 71,2 | 73,5 | 75,5 |
Indeks jumlah turis mancanegara | 140,6 | 148,9 | 139,3 |
Indeks persetujuan investasi asing | 248,8 | 244,1 | 244,8 |
Indeks nilai tukar efektif riil | 125,6 | 123,0 | 125,7 |
Indeks harga saham gabungan | 445,6 | 430,2 | 452,3 |
Indeks nilai riil ekspor | 203,6 | 207,9 | 200,6 |
Indeks harga konsumen sektor jasa | 2,39 | 2,39 | 2,38 |
INDEKS SENTIMEN BISNIS
OPTIMISME PEBISNIS MENURUN
Indeks Sentimen Bisnis turun 2,6 persen menjadi 133,5, pada survei Juni-Juli. Penyebabnya, penurunan salah satu komponen, yakni Indeks Ekspektasi yang mengukur sentimen pelaku bisnis terhadap keadaan ekonomi dan bisnis selama enam bulan ke depan. Indeks ini turun 6,4 persen menjadi 142,3. Komponen lain seperti Indeks Situasi Sekarang naik 2,1 persen menjadi 124,6. Artinya, kepercayaan pebisnis terhadap iklim usaha di dalam negeri masih naik, kendati tingkat optimisme terhadap prospek usaha menurun.
Survei menunjukkan, para pengusaha waswas terhadap perekonomian nasional saat ini. Indeks yang terkait dengan hal ini masih berada di bawah nilai 100 (turun sebesar 11,8 persen menjadi 81,3). Dalam survei kali ini, hanya 19,2 persen dari pemimpin eksekutif (CEO) yang disurvei menyatakan perekonomian Indonesia membaik. Sekitar 37,9 persen menilai perekonomian memburuk. Anehnya, pandangan terhadap keadaan bisnis mereka saat ini justru membaik (indeksnya naik 8,2 persen menjadi 151,1). Para CEO juga melaporkan bahwa penjualan dan laba perusahaan mereka membaik.
Optimisme pebisnis terhadap prospek ekonomi ke depan menurun tajam. Angka indeks yang terkait itu turun 18,0 persen menjadi 110,0. Responden yang yakin perekonomian akan membaik dalam tiga sampai enam bulan mendatang turun dari 46,8 menjadi 33,7 persen. Responden yang memperkirakan ekonomi akan memburuk naik dari 12,6 menjadi 23,7 persen. Optimisme terhadap prospek bisnis dan perusahaan dalam tiga sampai enam bulan mendatang pun menurun. Mereka memprediksi, pertumbuhan penjualan dan laba akan susut. Ada pula kekhawatiran terhadap kenaikan inflasi dan suku bunga kredit.
Alhasil, tingkat kepercayaan para CEO terhadap pemerintah menurun. Indeks Sentimen Bisnis terhadap Pemerintah berkurang 13,8 persen menjadi 97,7 (angka terendah dalam setahun terakhir). Seluruh komponen pembentuk indeks terkoreksi, terutama komponen yang menunjukkan kepercayaan terhadap pemerintah dalam mengendalikan harga (turun 39,0 persen menjadi 68,1). Komponen yang menunjukkan kepercayaan terhadap pemerintah dalam menegakkan hukum pun turun 18,2 persen ke level 62,1.
Indeks Sentimen Bisnis:
Disusun berdasarkan survei terhadap 700 CEO atau direktur perusahaan besar sektor konstruksi, pertanian, keuangan, transportasi dan komunikasi, manufaktur, perdagangan, hotel dan restoran, pelayanan, pertambangan, dan lain-lain. Pengambilan sampel menggunakan metodologi statistik untuk merepresentasikan penilaian direktur-direktur dari sektor yang ada di Indonesia secara akurat. Responden dipilih melalui bisnis katalog.
Responden diminta menjawab 12 pertanyaan mengenai kondisi usaha secara umum di sektor industri masing-masing. Di setiap pertanyaan, responden dapat memberikan sentimen positif atau negatif. Contohnya, responden dapat memberikan respons sentimen negatif terhadap kondisi umum di sektor industrinya sekarang. Interpretasi indeks ini sederhana: jika indeks di bawah 100, dapat dikatakan bahwa respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya.
Indeks Sentimen Bisnis dirancang untuk mengukur penilaian pelaku bisnis terhadap keadaan perusahaan mereka masing-masing, keadaan sektor industri yang digeluti, dan keadaan ekonomi serta bisnis mereka secara umum-saat ini maupun ekspektasi enam bulan mendatang. Pemanfaatan indeks ini menjadi lebih optimal jika dibuat perbandingan hasil dari bulan ke bulan, bukan hanya melihat dari hasil satu bulan.
Kondisi Saat Ini | ||
Baik | Normal | Buruk |
19,3% | 42,6% | 38,1% |
Kondisi 6 Bulan Mendatang | ||
Baik | Normal | Buruk |
34,4% | 41,5% | 24,2% |
Indeks Sentimen Bisnis | |||
  | Maret 10 | Mei 10 | Juni 10 |
Indeks Sentimen Bisnis | 138,2 | 137,1 | 133,5 |
Indeks Situasi Sekarang | 121,9 | 122,0 | 124,6 |
Indeks Ekspektasi | 143,7 | 152,1 | 142,3 |