Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELUM ditanya oleh para juru warta, Widya Purnama sudah mewanti-wanti agar tak memberondongnya dengan pertanyaan di seputar perundingan Blok Cepu. ”Pokoknya gue balik badan kalau ditanya soal Cepu,” kata Direktur Utama Pertamina itu, Rabu pekan lalu, ketika menggelar jumpa pers masalah panas bumi.
Persoalan ladang minyak dan gas raksasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur itu kini memang kembali memanas. Sejak 18 Februari lalu, pemerintah bahkan mengultimatum Pertamina dan ExxonMobil Oil Indonesia. ”Presiden meminta masalah itu selesai dalam satu minggu atau paling lambat akhir Februari,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Gedung Wisuda, Pusat Pendidikan dan Latihan Migas, Cepu, Blora, Jawa Tengah.
Menurut Kalla, bila perundingan te-tap buntu, masalah itu akan diambil alih Menteri Badan Usaha Milik Nega-ra Sugiharto dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro. Cara ini terpaksa ditempuh agar Blok Cepu segera beroperasi.
Pemerintah memang berharap segera mengebor ladang migas raksasa ini. Se-bab, dari ladang inilah diharapkan tam-bahan produksi minyak nasional 170 ribu barel per hari. Menurut perkira-an Exxon, emas hitam yang terkandung di sana mencapai 735 juta barel plus cadang-an gas 6,3 miliar kaki kubik.
Persoalannya, Pertamina dan Exxon- belum sepakat soal siapa yang berwe-nang mengelola Blok Cepu. Sebagai jalan tengah, sedang digodok pembentukan perusahaan bersama (joint operating company) antara kedua perusahaan itu.
”Itu jalan keluar untuk mengakomodasi kepentingan Pertamina,” kata Maman Budiman, Vice President-Public Affairs ExxonMobil. Tapi Maman berkeras pemegang kendali operasi harus tetap Exxon.
Pertamina tak sepakat dengan usul-an itu. Perusahaan pertambangan pelat merah ini tetap ingin memegang ken-dali operasi dalam lima tahun perta-ma. ”Kami punya pengalaman dalam joint operating body de-ngan perusahaan minyak besar,”- kata Kepala Humas Pertamina, Abadi Purnomo. ”Dan kamilah yang menjadi operatornya.”
Yang jadi persoalan, kata sum-ber Tempo di tim perun-ding, Pertamina kurang dana. Di bran-kas Pertamina cuma ada US$ 50-100 juta (sekitar Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun), yang hanya cukup untuk tahun pertama pengelolaan Blok Cepu.
Padahal, porsi penyertaan modal Pertamina mencapai 45 persen dari total biaya investasi US$ 2,5 miliar (sekitar Rp 25 triliun). Itu berarti duit investasi yang mesti disiapkannya men-capai Rp 11,25 triliun.
Melihat kondisi itu, sumber ta-di membisikkan, Ketua Tim Perunding Cepu, Roes Aryawi-jaya, sempat menemui pihak Ex-xon di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan, Selasa sore pekan lalu. Dalam per-temuan itu, Roes meminta Exxon me-nalangi kekurangan dana investasi Per-tamina. Sebagai konsesinya, Exxon- akan dipilih menjadi ope-rator Blok Cepu.
Roes membantah. ”Tidak ada pertemuan itu. Siapa bilang?” kata Deputi Menteri BUMN ini ketika dimintai konfirmasi. Menurut dia, pertemuan Selasa pekan lalu itu bukan dengan pihak Ex-xon, tapi dengan tim kecil Pertamina.
M. Harun, juru bicara Pertamina, juga menyangkal soal kendala modal. Menurut dia, kebutuhan dana itu sudah disiapkan Pertamina. Cuma, katanya, ”Da-na itu kan tidak harus ada hari ini.”
Meski begitu, sinyal dari pemerintah tampaknya kian jelas: hak operator akan diberikan kepada Exxon. Indikasi ini setidaknya muncul dari isyarat yang diberikan Menteri Purnomo. Kemampu-an penyediaan dana, katanya, menjadi salah satu pertimbangan pemerintah da-lam memilih operator Blok Cepu.
Purnomo juga sudah menolak opsi Per-tamina, yang menginginkan perganti-an operator setiap lima tahun. ”Tapi pemerintah belum menunjuk Exxon sebagai operator,” katanya.
Lantas, bagaimana sikap akhir Pertamina? Menurut Abadi Purnomo, ta-waran Pertamina tak akan berubah. Tapi, bila perundingan buntu, pihaknya akan menyerahkan kata akhir kep-ada pemerintah. ”Kami akan me-matuhinya,” katanya.
Yandhrie Arvian, Bagja Hidayat, Tito Sianipar, M. Fasabeni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo