Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selain wadiah, musyarakah juga termasuk ke dalam salah satu akad perbankan syariah. Musyarakah adalah sebuah bentuk kerja sama antara dua pihak dalam membangun suatu usaha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalamnya, terdapat kesepakatan yang jelas bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan perjanjian awal yang disepakati bersama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akan tetapi, kerugian dalam kesepakatan ini ditanggung sesuai dengan porsi dana yang telah disetorkan oleh masing-masing pihak. Untuk penjelasan lebih rinci, mari ketahui pengertian, jenis, dan contoh musyarakah selengkapnya.
Pengertian Musyarakah
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), musyarakah merupakan bentuk umum dari usaha berbagi keuntungan, di mana dua orang atau lebih berkontribusi dalam pembiayaan dan pengelolaan usaha, dengan proporsi yang bisa sama atau berbeda.
Musyarakah atau syirkah bisa diartikan sebagai kesepakatan kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks bisnis, tujuan utamanya adalah meraih keuntungan dari usaha bersama.
Untuk menjelaskan lebih rinci, musyarakah adalah kesepakatan di mana dua pihak atau lebih, seperti bank dan lembaga keuangan bersama dengan nasabah mereka yang mengumpulkan modal bersama.
Setiap pihak yang terlibat dalam musyarakah memiliki bagian sesuai dengan kontribusi modal yang mereka berikan dan mereka juga memiliki hak untuk mengawasi perusahaan sesuai dengan proporsi kontribusinya.
Hukum musyarakah dapat ditemukan dalam Al-Quran, QS Ash Shad ayat 28 yang berbunyi “Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?”
Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang musyarakah dalam Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa ini diterbitkan dengan pertimbangan untuk meningkatkan kelancaran usaha masyarakat dengan memberikan bantuan dari pihak lain.
Jenis-Jenis Musyarakah
Terdapat dua jenis utama dalam akad musyarakah, yaitu syirkah uqud dan syirkah amlak yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Syirkah Uqud
Syirkah Uqud adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang bergabung untuk menggabungkan aset mereka dalam sebuah usaha bisnis. Jenis syirkah ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa bentuk, termasuk:
- Al In’an: dua pihak atau lebih yang menyumbangkan modal dengan jumlah yang berbeda, kemudian keuntungan dibagikan sesuai dengan besarnya modal yang diberikan oleh masing-masing pihak.
- Syirkah A’mal atau Syirkah Abdan: dua orang dengan profesi yang sama bekerja sama untuk menjalankan sebuah proyek. Mereka berkontribusi dengan keterampilan mereka dan keuntungan dibagi secara merata.
- Mufawadah: terjadi ketika dua pihak memberikan modal yang sama dan keuntungan serta kerugian dibagi rata di antara mereka.
- Syirkah Wujuh: terjadi antara pemilik dana dan pihak dengan kredibilitas yang tinggi. Keuntungan dan kerugian ditentukan melalui negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat.
- Syirkah Amlak: Syirkah Amlak tidak terjadi melalui perjanjian, tetapi karena keinginan untuk memiliki aset bersama-sama. Terdapat dua bentuk utama syirkah amlak:
- Syirkah Ikhtiyariyah: Terjadi atas kehendak masing-masing pihak yang ingin berkolaborasi dalam kepemilikan bersama aset.
- Syirkah Ijbariyah: Terjadi secara otomatis karena situasi tertentu, seperti pembagian warisan yang mengakibatkan kepemilikan bersama atas suatu aset.
Contoh Musyarakah
Dalam kehidupan sehari-hari, contoh musyarakah dapat dilihat dari Pembiayaan KPR Bank Syariah. Dalam Pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Bank Syariah, terdapat unsur musyarakah yang mendasari kerja sama antara bank syariah dan nasabah yang ingin membeli rumah. Berikut penjelasan lebih rinci:
1. Penggabungan Modal
Bank syariah bertindak sebagai pihak yang menyediakan sebagian modal yang dalam bahasa syariah disebut shahibul maal, sementara nasabah menyumbangkan sebagian modal yang dibutuhkan.
2. Pembelian Rumah
Dengan modal yang digabungkan, bank syariah dan nasabah membeli rumah dari developer (pihak yang mengembangkan dan membangun rumah). Hal ini berarti kepemilikan rumah tersebut secara bersama-sama antara bank dan nasabah.
3. Nisbah Keuntungan
Keuntungan yang diperoleh dari penyewaan rumah kepada nasabah yang kemudian dibayar oleh nasabah dalam bentuk sewa bulanan akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Nisbah ini akan mencerminkan proporsi modal yang diberikan oleh masing-masing pihak.
4. Kewajiban Nasabah
Nasabah memiliki kewajiban untuk membayar sewa bulanan kepada bank syariah sebagai pemilik bersama rumah.
Seiring berjalannya waktu, nasabah dapat juga memutuskan untuk membeli bagian kepemilikan bank syariah dalam rumah tersebut secara bertahap, sehingga pada akhirnya menjadi pemilik tunggal rumah tersebut.
Dalam pembiayaan KPR Bank Syariah, musyarakah membantu nasabah untuk memiliki rumah dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang menghindari unsur riba (bunga).
KAYLA NAJMI IHSANI