Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
APA boleh buat, berutang memang menjadi solusi. Selain karena gaji tak mencukupi, membayar kontan dalam jumlah besar juga tidak praktis. Maka, bank pun gatal betul berpacu memasarkan kartu kredit. Gayanya merayu juga bukan main.
Lihat BNI Visa. Program kredit belanja dengan bunga nol persen atau potongan di sejumlah toko ini membuat Nurfitriyani, karyawan PT Asih Eka Abadi, jatuh hati. Aneka fasilitas yang ditawarkan kartu kredit keluaran PT Bank Negara Indonesia itu seolah menjawab berbagai kebutuhannya. ”Iuran tahunan dan bunganya juga kecil,” kata Nurfitriyani kepada Tempo.
Alhasil, Nurfitriyani menjadi pemegang kartu kredit BNI sejak 2002. Bersama 10 rekannya, mereka bergabung melalui program member get member, yaitu perekrutan nasabah oleh pemegang kartu lama. Ini adalah salah satu strategi populer perbankan menawarkan produknya. Banyak cara lain, seperti menawarkan aplikasi di pusat belanja. Atau, jika di kantor, persyaratan aplikasi cukup fotokopi KTP belaka.
Makin variatifnya cara pemasaran dipacu oleh pertumbuhan kartu kredit yang melejit. Pada 2002 jumlah pemegang kartu gesek ini baru 3,5 juta orang. Tahun lalu membengkak ke angka 8 juta. Saat itu, selain jumlah kartu yang bertambah, juga hadir pemain baru seperti PT Bank Rakyat Indonesia, yang meluncurkan kartu kredit BRI Master Card. Tak mengherankan jika sampai semester pertama tahun ini jumlahnya menembus 9 juta kartu.
Sejak lima tahun silam, tiga pemain besar kartu kredit selalu dipegang Citibank, Bank Central Asia, dan BNI. Namun, pertarungan tampaknya kian ketat setelah Bank Mandiri ikut meramaikan pasar kartu kredit. “Kami akan menjadi yang terbesar,” kata Direktur Utama Mandiri, Agus Martowardojo.
Persaingan yang makin ketat juga menuntut lembaga-lembaga keuangan itu menciptakan inovasi. Konsep ”konsumen adalah segalanya” dibuat lebih meyakinkan. Karena itu mereka menggelar berbagai fasilitas. Masing-masing mencoba menawarkan yang eksklusif. ”Kami mempunyai seribu program yang dijalankan di seluruh Indonesia,” kata Direktur Consumer Finance PT Bank Mandiri, Omar S. Anwar.
Dengan program segudang itu, Mandiri berupaya membidik singgasana penguasa kartu utang. Keyakinan mereka dilandaskan pada petumbuhan yang bagus. Pada 2003, pemegang kartu kredit bank pelat merah ini baru 240 ribu. Kini pemakai Mandiri Visa dan Mandiri Master Card melambung mendekati satu juta. “Untuk kartu Visa kami malah sudah nomor satu,” kata Agus.
Sebagai pemain baru, Mandiri menyadari minimnya kemampuan di lini ini. Maka, pada tahun pertama, Mandiri menggandeng lembaga keuangan GE Finance. Mereka juga memanfaatkan cabang kantor mereka yang berjumlah 934 buah yang diberi target menggaet nasabah sebanyak mungkin. Data base yang mencapai 7,5 juta nasabah menjadi pintu utama. Tentu saja mereka juga menayangkan promosi yang gencar.
Melalui sebuah strategi yang disebut sebagai strategic business unit consumer card, mereka menggelar peta penyebaran produk perbankan. Walau tingkat kompetisi begitu tinggi, wilayah gemuk seperti kota besar menjadi incaran utama.
Dalam perebutan kue manis ini, saling lirik atau ”curi” jualan tetangga juga kerap terjadi. Omar pun mengakuinya. Kerja sama dengan pihak lain juga digalang. Seperti dengan Malaysia Airline melalui program buy one get one free untuk penerbangan ke Kuala Lumpur di kelas ekonomi. Atau kerja sama dengan Carrefour dan Hypermart yang memperkenalkan potongan 10 persen. Langkah-langkah itu membuahkan hasil cukup memuaskan. Tahun lalu nilai transaksi semua kartu kredit mencapai Rp 1,2 triliun. Tahun ini meningkat menjadi Rp 1,4 triliun. Dari situ setidaknya Rp 90 miliar keuntungan dikantongi perusahaan.
Analis PT Sinar Mas Sekuritas Alfiansyah menilai gencarnya perlombaan menerbitkan kartu kredit ini, selain karena minat pasar, faktor utamanya adalah untuk meningkatkan rasio jumlah kredit (loan to deposit ratio, LDR). ”Kan banyak bank yang LDR-nya jauh dari standar 50 persen,” kata Alfiansyah.
Namun Agus menganggap pandangan itu tidak relevan jika dikaitkan dengan perusahaannya. Menurut Agus, jumlah kredit yang disalurkan melalui kartu kredit hanya 0,14 persen dari consumer loan yang mencapai Rp 14 triliun. Apalagi jika dibandingkan dengan total kredit yang dikucurkan sebanyak Rp 116 triliun.
Muchamad Nafi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo