Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIDANG paripurna Dewan Perwakilan Rakyat baru saja digelar kembali di gedung Nusantara II, Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, setelah dihentikan sekitar 45 menit. Tiba-tiba Fraksi Partai Amanat Nasional menyatakan walk out. Aksi itu diikuti Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Siang itu, Selasa pekan lalu, rencananya Dewan akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan, Mineral, dan Batu Bara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro tengah membacakan pandangan akhir pemerintah ketika anggota ketiga fraksi serentak meninggalkan ruang rapat. ”Kami tidak ikut bertanggung jawab,” kata juru bicara Fraksi Partai Amanat Nasional, Zulkifli Halim, sebelum walk out.
Mereka memprotes satu poin yang mengganjal, yakni pasal 169 dalam ketentuan peralihan. Butir a pasal itu menyatakan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan yang telah ada tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya perjanjian.
Namun butir b pasal yang sama menyatakan sebaliknya. Dikatakan, ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya satu tahun setelah rancangan ini diundangkan, kecuali mengenai penerimaan negara.
Pengecualian ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan kantong pemerintah. ”Dua butir itu saling menganulir,” kata Misbah Hidayat membacakan pandangan akhir Fraksi Kebangkitan Bangsa. Karena itu, fraksi ini memutuskan mengembalikan rancangan undang-undang tersebut.
Zulkifli berbeda lagi. Menurut dia, pasal 169 itu menjadikan ketentuan ini sangat diskriminatif. Pemain baru di industri pertambangan dibebani dengan berbagai kewajiban. Sebaliknya, pemain lama dimanjakan. Karena itu, dia menambahkan, selama pasal tersebut tak dihapus, fraksinya menolak mengesahkan.
Toh, rancangan undang-undang tersebut akhirnya disahkan menjadi undang-undang. Wakil Ketua Dewan, Muhaimin Iskandar, yang memimpin sidang, mengetuk palu tiga kali. ”Walau tiga fraksi walk out, tujuh fraksi lain menyatakan setuju. Maka RUU ini sah menjadi UU,” katanya.
BELEID baru sektor pertambangan ini merupakan hasil negosiasi panjang selama tiga tahun. Pembahasan pertama dilakukan pada 7 Desember 2005. Sejak awal hingga akhir pengesahannya penuh dengan kontroversi. Tapi sebagian kalangan menyambutnya sebagai babak baru dunia pertambangan di Indonesia.
Yang paling menggebrak adalah dihapuskannya sistem kontrak karya alias KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara atawa PKP2B. Undang-undang hanya memberlakukan izin usaha pertambangan, izin pertambangan rakyat, dan izin usaha pertambangan khusus. Kontrak pertambangan yang berlaku saat ini akan berakhir pada 2021-2041.
Menteri Energi Purnomo mengatakan, dalam kontrak karya, pemerintah berperan ganda, yakni sebagai regulator sekaligus player. Sistem ini merepotkan karena, bila timbul masalah, pemerintah harus ikut berselisih. Makanya, kontrak karya diputuskan diganti dengan bentuk perizinan.
Menurut Direktur Eksekutif The Centre for Indonesian Energy and Resources Law, Ryad Chairil, pemberlakuan izin memang sudah seyogianya. Hal serupa dilakukan negara-negara lain. ”Kontrak karya dengan pemerintah hanya ada di Indonesia,” katanya. Direktur Indonesian Coal Society, Singgih Widagdo, sepakat dengan penghapusan sistem kontrak demi mengembalikan kedaulatan negara. Sebab, selama ini, pola tersebut telah menempatkan pemerintah dan korporasi pada level yang sejajar.
Nah, kontrak yang sedang berlaku akan tetap dihormati hingga berakhirnya perjanjian. Persoalannya, ada klausul lain yang mengatakan perjanjian yang ada harus disesuaikan selambat-lambatnya satu tahun setelah undang-undang ini disahkan, kecuali mengenai penerimaan negara.
”Ini sangat banci, enggak ada penegakan hukum,” kata Ryad. Mestinya, pemerintah memilih, menghormati kontrak atau menetapkan penyesuaian. Bila penyesuaian yang dipilih, seperti apa bentuknya, berapa lama, dan apa sanksi bagi yang mbalelo.
Sandiaga Salahuddin Uno, Presiden Direktur PT Saratoga Capital—induk perusahaan tambang batu bara PT Adaro Indonesia—mengatakan beleid baru ini rawan ketidakpastian. Sebab, sebelumnya, pemerintah telah memberikan jaminan kepada kontraktor. Eh, tiba-tiba undang-undang baru mengharuskan penyesuaian. ”Lantas, apakah setiap kontrak akan diperlakukan sama (dalam proses penyesuaian)?”
Menurut Sandiaga, sistem kontrak sebenarnya justru menjamin kedua pihak. Soal posisi yang dianggap sejajar, kata dia, toh dunia usaha berusaha meninggikan sepundak dan mendahulukan selangkah. Itu spirit kontrak. Artinya, kontraktor menyadari peran pemerintah sebagai negara.
Menteri Purnomo sendiri terkesan ambigu soal ini. Ia mengatakan undang-undang yang baru ini tidak akan membatalkan kontrak yang masih berjalan. Dan pembatalan kontrak hanya bisa dilakukan bila terjadi pelanggaran pidana, pengusaha melanggar kontrak, atau kedua pihak sepakat memutuskan kontrak. Di sisi lain, ia mengatakan, ”Ketentuan dalam kontrak diupayakan sesuai dengan visi undang-undang baru.” Tapi, menurut dia, hal itu berkaitan dengan fiskal insentif yang mengharuskan pemerintah mengoptimalkan pendapatan negara.
Yang mengejutkan, pemerintah melegalkan pertambangan rakyat. Izin pertambangan skala kecil ini bisa dikeluarkan bupati, wali kota, bahkan camat. Untuk perseorangan, maksimal bisa diberikan konsesi satu hektare, kelompok masyarakat lima hektare, dan koperasi 10 hektare. Boleh jadi, dalam industri pertambangan Indonesia akan bermunculan usaha kecil menengah (UKM) pertambangan.
Pengaturan pertambangan rakyat, kata analis komoditas BNI Sekuritas Norico Gaman, memang penting untuk mengatur produksi nasional. Di masa lalu, penambangan ilegal ini sempat membikin pasar banjir. Akibatnya, harga jeblok. Pengakuan terhadap bisnis kecil ini juga diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja di tengah perekonomian yang melambat.
Tapi Singgih khawatir dengan kemampuan usaha kecil untuk bisa memenuhi good mining practices. Ada persoalan pengalaman teknis pertambangan, juga pengalokasian ruang wilayah konsesi (untuk infrastruktur, pelabuhan muat, kantor, pengelolaan lingkungan). Pengalaman sebelumnya, ketika koperasi unit desa diizinkan menambang secara tradisional di area 100 hektare, mereka malah mengerahkan alat-alat berat untuk menambang tanpa kaidah yang benar.
Persoalan ini pula yang disorot Jaringan Advokasi Tambang. Ketika izin bisa dikeluarkan hanya di tingkat bupati, atau bahkan camat, menurut Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang Siti Maimunah, mereka bisa berlomba-lomba mengeluarkan izin pertambangan tanpa memperhitungkan masalah lingkungan.
Tapi jangan pesimistis dulu dengan undang-undang pertambangan baru yang mengusung misi Indonesia menuju ketahanan dan kemandirian energi nasional. Pemerintah dengan persetujuan Dewan menetapkan wilayah tertentu sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu. ”Poin ini mengamankan batu bara,” kata Singgih.
Ryad sepakat, untuk menjamin ketahanan energi, harus dibuat aturan domestic market obligation yang jelas, terutama soal volume dan harga. Dengan demikian, kesulitan batu bara perusahaan listrik negara tak akan terjadi lagi. Dan ancaman byar-pet jaringan Jawa-Bali bisa dihindari.
Retno Sulistyowati, R.R. Ariyani, Amandra Mustika Megarani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo