Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa hibah itu tak kena pajak ?

Beberapa pakar menjawab pertanyaan sekitar hibah murni untuk bank duta dan status hukum bank duta waktu menerimanya. mereka antara lain mar'ie muhamad, salamun at, frank taira dan tuti hadinoto.

13 Oktober 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU Anda membuka kamus umum bahasa Indonesia, Anda hanya akan menemukan satu arti dari kata hibah: pemberian dengan sukarela. Tapi itu tak berarti bahwa hanya kamus yang memonopoli arti kata itu. Contoh yang paling hangat adalah "hibah" yang digunakan untuk dana sebesar sekitar Rp 782 milyar yang disuntikkan oleh pemegang saham Bank Duta. Tujuannya: untuk menyelamatkan Bank Duta dari kehancuran. Hibah itu merupakan "hibah murni", seperti yang diumumkan oleh pemegang sa~ham mayoritas. Artinya, tak ada beban bagi Bank Duta untuk mengembalikan uang yang diterimanya. Sepeser pun. Banyak yang menganggap ini wajar, bahkan memuji. Ahli ekonomi Kwik Kian Gie, misalnya, menilai hibah itu "langkah yang tepat". Alasan, tak akan menimbulkan dampak apa pun terhadap pemegang saham maupun nasabah Bank Duta. Tapi apa status hibah seperti itu, secara hukum perdata dan hukum pajak? Bagaimana pula status badan hukum Bank Duta sebelum dapat hibah? Sebab, ada sebuah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa sebuah perusahaan di~anggap pailit jika kerugian yang dialaminya telah mencapai titik tertentu. Dan keru~gian yang diderita Bank Duta tampaknya sudah menghabiskan semua modalnya yang dalam prospektus tercantum angka sebesar Rp 343 milyar. Untuk menjawab soal-soal itu, TEMPO menemui empat pakar di bidang pajak dan hukum. Berikut petikan pendapat mereka. Mar'ie Muhammad, Dirjen Pajak Menurut peraturan, hibah itu bukanlah obyek pajak. Yang penting, jika pemberinya merupakan subyek pajak, hibah tak boleh dimasukkan ke dalam pos biaya. Dengan lain perkataan, tak ada alasan bagi pemberi hibah untuk mengurangi pajak yang wajib dibayarnya, gara-gara ia sudah mengeluarkan hibah yang besar. Salamun Alfian Tjakradiwirja, bekas Dirjen Pajak. Mana ada sebuah pertolongan dipajaki. Hanya saja, yang perlu dicatat, yang bebas pajak itu adalah hibah yang diberikan dan diterima oleh dua pihak yang tak ada hubungan kerja sama sekali. Termasuk hubungan dalam kegiatan usaha. Ketentuan itu berlaku juga pada yayasan. Jika ada sebuah yayasan yang menghibahkan dana pada salah satu badan usaha bisnisnya, dengan tujuan untuk melancarkan bisnis badan usaha yang bersangkutan, maka itu pun kena pajak. Tapi ada satu aturan lain yang juga perlu diperhatikan. Selama sebuah yayasan sosial tak membagikan dividen atau keuntungan kepada pengurusnya, maka dia tetap bebas dari pajak. Frank Taira, dari Makarim & Taira Associates Hibah di Bank Duta ini namanya hibah tanpa syarat. Dan ini baru pertama kali terjadi di Indonesia. Sebab, kerugian yang terjadi di sebuah perusahaan biasanya ditanggung oleh pemegang sahamnya secara merata. Jadi, kalau ada yang punya saham 10%, ya dia harus menanggung kerugian sebesar 10% juga. Hanya saja, kalau ditinjau secara hukum, kasus yang terjadi di Bank Duta seharusnya sudah didaftarkan ke pengadilan negeri. Itu kalau berdasarkan kepada pasal 47 KUHD. Sebab, di sana jelas-jelas disebutkan bahwa apabila perseroan menderita kerugian sebesar 50% dari modalnya, maka hal itu harus didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri, dan dicantumkan dalam Berita Negara. Sedangkan kalau kerugian yang terjadi sudah mencapai 75% dari modal, maka demi hukum perusahaan itu sudah sama dengan bubar. Dan kalau sudah begitu, berdasarkan pasal tersebut, pengurusnyalah yang bertanggung jawab. Sebenarnya, dari sudut prospektus saja, direksi Bank Duta sudah bisa dituntut oleh pemegang saham. Sebab, mereka tak memberikan informasi yang sebenarnya tentang kesehatan perusahaan. Memang, akhirnya, semua tertolong dengan adanya hibah. Namun, aspek-aspek pidana tetap harus diperhatikan. Ini penting. Jangan sampai mentang-mentang bakal ada yang menyuntikkan dana, lantas direksi sebuah perusahaan tenang-tenang saja, kendati perusahaannya sudah merugi besar. Coba kalau kasus seperti ini terjadi di luar negeri. Bukan hanya pihak direksi yang bisa dituntut. Underwriter, auditor, bahkan konsultan hukumnya pun bisa terkena, karena ini menyangkut penyembunyian fakta kondisi perusahaan kepada pemegang saham. Tuti Dewi Hadinoto, S.H., dari Hadiputranto ~~~~~~Hadinoto Dermawan Associates Bagi perusahaan yang sudah go public, hibah merupakan langkah pertolongan yang paling tepat karena tidak harus melalui prosedur yang bertele-tele. Perkara apakah si pemberi hibah terkena pajak atau tidak, itu tergantung dari mana datangnya uang tersebut. Kalau si pemberi merupakan subyek pajak, maka dia harus menjelaskan semuanya kepada aparat pajak. Dari mana sumber dana hibah tersebut, harus jelas. Taruhlah yang memberikan hibah itu sebuah yayasan. Tapi tetap masih bisa dipertanyakan dari mana yayasan memperoleh uang. Hibah memang kasus langka. Biasanya, kalau ada perusahaan yang roboh, ditolong dengan cara menerbitkan saham-saham baru. Atau, kalau tidak, pemegang saham bisa memberikan uang muka setoran saham. Jadi, uangnya sekarang, sahamnya keluar belakangan. Atau, yang lebih simpel, pemegang saham memberikan pinjaman tan pa bunga. Budi ~Kusumah, Yopie ~~Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus