Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAK orang terpaksa membuat keputusan sulit hari-hari ini. Pejabat kesehatan, dokter, atau kepala rumah sakit harus berperan sebagai “Tuhan”, turut menentukan siapa yang mendapat pertolongan dan punya kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup. Fasilitas kesehatan di mana-mana sudah sangat sesak karena pagebluk Covid-19 benar-benar mengamuk. Pasar finansial harap-harap cemas melihat situasi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebetulnya, ketika India mendapat serangan hebat varian delta, Indonesia tak semestinya merasa bakal kebal dari masalah serupa. Nyatanya, para pembuat kebijakan telanjur jauh terbuai optimisme begitu memasuki 2021, lupa bahwa wabah harus selesai dulu jika kita ingin melihat ekonomi benar-benar bergerak cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelajaran penting itu sebetulnya terlihat jelas di banyak negara. Ekonomi Cina kembali tumbuh pesat ketika wabah sudah tertanggulangi. Begitu juga ekonomi Amerika Serikat. Ketika vaksinasi secara masif menjangkau lebih dari separuh jumlah orang dewasa, dan laju penularan kasus baru merosot tajam, ekonomi langsung melompat. Begitu urutannya, yang tak mungkin terbalik.
Di sini, para menteri sudah berani mengklaim ekonomi bakal meroket meski belum ada pertanda Covid-19 tumbang. Pemerintah kembali berbicara tentang pembangunan ibu kota baru yang menyedot dana lebih dari Rp 400 triliun. Anggaran pembelian senjata, senilai Rp 1.760 triliun hingga 2024, menjadi agenda penting kendati ini pemborosan yang sama sekali tak membantu pengendalian wabah. Proyeksi pemerintah pun luar biasa: ekonomi akan tumbuh di atas 7 persen pada akhir kuartal kedua, meroket dari posisi minus 0,74 persen di akhir kuartal pertama.
Statistik yang akan terbit pada 5 Agustus nanti besar kemungkinan menunjukkan pertumbuhan pesat. Tapi, sekali lagi, statistik bisa mengecoh. Pertumbuhan pesat yang terekam pada akhir kuartal II 2021, akhir Juni lalu, pasti terlihat tinggi karena basis pembandingnya, yakni akhir Juni 2020, amat rendah. Ketika itu ekonomi Indonesia sedang babak-belur terempas pandemi. Maka yang jauh lebih penting adalah bagaimana kinerja ekonomi di kuartal-kuartal berikutnya. Itulah gambaran yang lebih terang, apakah pemulihan ekonomi yang digembar-gemborkan memang riil dan berlanjut.
Sekarang, wabah malah mengamuk jauh lebih dahsyat ketimbang tahun lalu. Per 1 Juli 2021, tambahan kasus baru hampir menyentuh 25 ribu per hari. Angka ini melonjak 13 kali lipat ketimbang pada situasi awal Juli 2020. Mengambil peristiwa ledakan wabah di India sebagai rujukan, pertumbuhan kasus Covid-19 di Indonesia justru masih belum mencapai puncak. Di sana, puncak tambahan kasus mencapai angka 401 ribu per hari pada 7 Mei lalu sebelum melandai dan kini sekitar 46.600 per hari. Apakah penyebaran virus di Indonesia, dengan populasi seperlima India, harus mencapai puncaknya pada angka 80 ribu kasus baru per hari sebelum wabah menyurut?
Sungguh tak terbayangkan jika intensitas Covid-19 di sini harus mencapai puncak setinggi itu. Sekarang saja, fasilitas kesehatan yang tersedia sudah benar-benar kelabakan menangani pasien di wilayah-wilayah yang terpukul hebat. Cerita tragis muncul di mana-mana. Pasien yang berada di daftar tunggu masuk rumah sakit malah mengucapkan syukur ketika mendengar kabar ada pasien yang sedang dirawat meninggal. Ia bersyukur karena ada ruang kosong yang mungkin dapat meningkatkan probabilitas hidupnya, entah untuk berapa lama.
Inilah pertanyaan besar yang kini menjadi perhatian investor. Apakah Indonesia mampu lolos dari situasi yang mengiris hati ini? Bisakah pemerintah mencegah lonjakan pertambahan kasus? Apakah target pemerintah, tambahan kasus baru turun menjadi di bawah 10 ribu per hari, cukup realistis dapat segera tercapai?
Di mata investor, posisi Indonesia ibaratnya sedang berada di tubir jurang. Pemerintah sudah menarik rem darurat, mengetatkan lagi mobilitas manusia. Namun, menimbang implementasi kebijakan sebelumnya, susah meyakini bahwa rem darurat kali ini bakal kuat menahan. Kecuali ada perubahan pola pikir secara drastis di kalangan para pembuat kebijakan: berhenti mengimpikan agenda tak masuk akal dan sepenuhnya berkomitmen melawan wabah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo