ROKOK kretek punya tempat istimewa untuk mengisi kas pemerintah.
Dari cukai komoditi inilah, di luar minyak, hampir 13%
pendapatan dalam negeri pada tahun anggaran ini diharapkan bisa
masuk. Karena itu, bisa dimengerti jika Menteri Keuangan Radius
Prawiro dalam upaya menjaga pemasukan cukai itu sebaik-baiknya,
pekan lalu mengeluarkan suatu beleid baru tentang perubahan
komposisi produksi rokok kretek. Berlaku surut mulai 1 Juli,
produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan
(SKT) diubah jadi 2 dibanding 3, sedang sebelumnya 1 banding 2.
Dengan cara itu, demikian sebuah sumber, pemerintah berusaha
mengamankan sasaran penerimaan cukai sebesar Rp 623,8 milyar
untuk tahun anggaran 1983/1984 ini. Target cukai rokok yang
sedikit di bawah sasaran bea masuk (Rp 678 milyar) itu tampaknya
bisa dicapai pabrik Gudang Garam, Bentoel, dan Djarum, tiga
serangkai produsen kretek terkemuka, akan mampu menyetor lebih
dari separuhnya. Gudang Garam, terutama, tahun ini diharapkan
bisa menyetor cukai sebesar Rp 250 milyar. Penghasif kretek
nomor 1 di Indonesia itu tahun lalu menyetor cukai hampir Rp 200
milyar.
Berpegang pada Keputusan Menteri Keuangan 20 Austus itu, GG
kini tak ragu-ragu lagi untuk meningkatkan produksi SKM nya,
tanpa dibayangi ketakutan bakal kena denda. Berkali-kali
perusahaan rokok ini pernah kena denda karena di masa lalu
produksi SKM-nya hampir selalu menyamai jumlah SKT-nya. Tahun
lalu saja, misalnya, produksi SKM rokok kretek di Kediri itu
mencapai 10,5 milyar, sedang SKT-nya 13,6 milyar batang. Karena
dianggap menyalahi ketentuan perbandingan 1 SKM untuk 2 SKT,
perusahaan rokok ini lalu didenda: hanya diperbolehkan membayar
cukai secara kredit selama 2 bulan.
Jika ketentuan perbandingan itu dipatuhi produsen diberi
kelonggaran membayar cukai secara kredit selama tiga bulan lima
belas hari. Tapi, dalam praktek, para produsen rokok kretek yang
besar tampaknya merasa sulit untuk mematuhi ketentuan itu.
Mereka agaknya lebih suka didenda, asal bisa memproduksi lebih
banyak rokok kretek mesin yang kurang membutuhkan banyak tenaga
manusia. Mungkin itu sebabnya Pabrik rokok kretek Bentoel tahun
lalu menggenjot produksi sigaret kretek mesinnya sebanyak 7,6
milyar, termasuk untuk ekspor. Sedang yang dilinting dengan
tangan mencapai sekitar dua milyar batang. Dengan kata lain,
mereka sudah membuat satu sigaret kretek tangan berbanding empat
kretek mesin.
Apakah Bentoel akan bisa mematuhi ketentuan yang baru, masih
harus dilihat. Tapi, menurut seorang manajer pabrik rokok kretek
besar, tujuan pemerintah mengumpulkan lebih banyak cukai dari
rokok kretek akan lebih mudah tercapai kalau peraturan yang
dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Radius Prawiro itu tak
dijalankan secara kaku. Kalau pemerintah berpegang teguh pada
ketentuan 2:3, ia khawatir produksi pabrik rokok kretek Bentoel
akan turun besar.
Mungkin saja pemerintah masih akan mengenakan denda bagi pabrik
rokok yang melanggar ketentuan baru itu. Kalau saja pemerintah
akan menjatuhkan sanksi yang berat bagi yang melangar, "mereka
malah akan memperkecil produksinya," kata sebuah sumber TEMPO.
Tampaknya, di saat kebutuhan untuk mencari dana terasa
meningkat, pemerintah tak akan suka main larang. Seperti kata
Wakil Direktur Gudang Garam. Suyoso Notokusumo, "untung,
pemerintah tidak membuat peraturan itu sebagai harga mati."
Sebagai penyetor cukai terbesar, GG saat ini mempekerjakan 44
ribu buruh untuk membuat sigaret kretek tangan, dan 3.000 buruh
untuk kretek yang masinal. Menurut Suyoso, pabriknya masih
membutuhkan 10 ribu tenaga kerja lagi untuk memproduksi rokok
kretek tangan.
Bagi pabrik seperti Gudang Garam, ketentuan baru itu setidaknya
bisa membuat para pemiliknya bekerja lebih tenang, karena secara
formal mereka bisa meninkatkan produksi SKM-nya, tanpa khawatir
dikejar denda.
Tapi, pabrik rokok yang menengah dan kecil agaknya harus
bersaing lebih keras menghadapi pasaran rokok mesin yang lebih
banyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini