Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengejar anggaran dengan kretek

Produksi sigaret kretek mesin (skm) dan sigaret kretek tangan (skt) diubah jadi 2 banding 3. untuk mengamankan sasaran penerimaan cukai GG diatas angin. (eb)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROKOK kretek punya tempat istimewa untuk mengisi kas pemerintah. Dari cukai komoditi inilah, di luar minyak, hampir 13% pendapatan dalam negeri pada tahun anggaran ini diharapkan bisa masuk. Karena itu, bisa dimengerti jika Menteri Keuangan Radius Prawiro dalam upaya menjaga pemasukan cukai itu sebaik-baiknya, pekan lalu mengeluarkan suatu beleid baru tentang perubahan komposisi produksi rokok kretek. Berlaku surut mulai 1 Juli, produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) diubah jadi 2 dibanding 3, sedang sebelumnya 1 banding 2. Dengan cara itu, demikian sebuah sumber, pemerintah berusaha mengamankan sasaran penerimaan cukai sebesar Rp 623,8 milyar untuk tahun anggaran 1983/1984 ini. Target cukai rokok yang sedikit di bawah sasaran bea masuk (Rp 678 milyar) itu tampaknya bisa dicapai pabrik Gudang Garam, Bentoel, dan Djarum, tiga serangkai produsen kretek terkemuka, akan mampu menyetor lebih dari separuhnya. Gudang Garam, terutama, tahun ini diharapkan bisa menyetor cukai sebesar Rp 250 milyar. Penghasif kretek nomor 1 di Indonesia itu tahun lalu menyetor cukai hampir Rp 200 milyar. Berpegang pada Keputusan Menteri Keuangan 20 Austus itu, GG kini tak ragu-ragu lagi untuk meningkatkan produksi SKM nya, tanpa dibayangi ketakutan bakal kena denda. Berkali-kali perusahaan rokok ini pernah kena denda karena di masa lalu produksi SKM-nya hampir selalu menyamai jumlah SKT-nya. Tahun lalu saja, misalnya, produksi SKM rokok kretek di Kediri itu mencapai 10,5 milyar, sedang SKT-nya 13,6 milyar batang. Karena dianggap menyalahi ketentuan perbandingan 1 SKM untuk 2 SKT, perusahaan rokok ini lalu didenda: hanya diperbolehkan membayar cukai secara kredit selama 2 bulan. Jika ketentuan perbandingan itu dipatuhi produsen diberi kelonggaran membayar cukai secara kredit selama tiga bulan lima belas hari. Tapi, dalam praktek, para produsen rokok kretek yang besar tampaknya merasa sulit untuk mematuhi ketentuan itu. Mereka agaknya lebih suka didenda, asal bisa memproduksi lebih banyak rokok kretek mesin yang kurang membutuhkan banyak tenaga manusia. Mungkin itu sebabnya Pabrik rokok kretek Bentoel tahun lalu menggenjot produksi sigaret kretek mesinnya sebanyak 7,6 milyar, termasuk untuk ekspor. Sedang yang dilinting dengan tangan mencapai sekitar dua milyar batang. Dengan kata lain, mereka sudah membuat satu sigaret kretek tangan berbanding empat kretek mesin. Apakah Bentoel akan bisa mematuhi ketentuan yang baru, masih harus dilihat. Tapi, menurut seorang manajer pabrik rokok kretek besar, tujuan pemerintah mengumpulkan lebih banyak cukai dari rokok kretek akan lebih mudah tercapai kalau peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Radius Prawiro itu tak dijalankan secara kaku. Kalau pemerintah berpegang teguh pada ketentuan 2:3, ia khawatir produksi pabrik rokok kretek Bentoel akan turun besar. Mungkin saja pemerintah masih akan mengenakan denda bagi pabrik rokok yang melanggar ketentuan baru itu. Kalau saja pemerintah akan menjatuhkan sanksi yang berat bagi yang melangar, "mereka malah akan memperkecil produksinya," kata sebuah sumber TEMPO. Tampaknya, di saat kebutuhan untuk mencari dana terasa meningkat, pemerintah tak akan suka main larang. Seperti kata Wakil Direktur Gudang Garam. Suyoso Notokusumo, "untung, pemerintah tidak membuat peraturan itu sebagai harga mati." Sebagai penyetor cukai terbesar, GG saat ini mempekerjakan 44 ribu buruh untuk membuat sigaret kretek tangan, dan 3.000 buruh untuk kretek yang masinal. Menurut Suyoso, pabriknya masih membutuhkan 10 ribu tenaga kerja lagi untuk memproduksi rokok kretek tangan. Bagi pabrik seperti Gudang Garam, ketentuan baru itu setidaknya bisa membuat para pemiliknya bekerja lebih tenang, karena secara formal mereka bisa meninkatkan produksi SKM-nya, tanpa khawatir dikejar denda. Tapi, pabrik rokok yang menengah dan kecil agaknya harus bersaing lebih keras menghadapi pasaran rokok mesin yang lebih banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus