Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bertekad untuk membuat belanja kesehatan di Indonesia lebih efektif. Sebab, Ia melihat data bahwa belanja kesehatan tidak terlalu berkorelasi dengan angka harapan hidup di suatu negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kadang-kadang kita bertanya, apakah uang yang dikeluarkan oleh individu atau negara, ini bukan untuk menambah dia sehat, tapi untuk membayar obat, rumah sakit, dan dokter," kata Budi dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Badan Layanan Umum (BLU) di Jakarta, Jumat, 19 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Budi Gunadi membandingkan data di tiga negara, berdasarkan laporan Bank Dunia dan Boston Consulting Group. Di Amerika Serikat, biaya kesehatannya mencapai US$ 12 ribu per kapita per tahun dan langkah harapan hidupnya mencapai 79 tahun.
Sementara di Jepang, anggaran kesehatan US$ 5000 bisa menghasilkan angka harapan hidup 84 tahun. Lalu di Kuba, belanja kesehatan US$ 1000 menghasilkan angka harapan hidup yang sama dengan Amerika Serikat.
Setelah di dalami, Budi menyebut salah satu penyebabnya adalah ketika belanja kesehatan lebih banyak untuk kuratif alias pengobatan ketimbangan pencegahan. Ini yang sedang terjadi di Indonesia.
Contohnya terjadi di masa Covid-19 ini. Menurut Budi, untuk biaya pencegahan seperti membeli vitamin C, vitamin D, sampai masker, mungkin tidak sampai Rp 1 juta. Tapi, kata dia, kalau sudah sakit dan dapat berbagai obat, biayanya bisa sampai Rp 100 juta per individu.
Kondisi serupa juga secara makro terjadi pada belanja untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sepanjang 2019 mencapai Rp 112,1 triliun. Tapi dari jumlah tersebut, Budi mencatat sebagian besar yaitu 91 persen masih digunakan untuk pengobatan penyakit, bukan pencegahan.
Sementara, persentase biaya untuk pencegahan hanya 4,7 persen atau sebesar Rp 5,3 triliun. Lalu, administrasi 3,8 persen atau sebesar Rp 4,3 triliun. Lalu yang paling rendah investasi, 0,2 persen atau Rp 168,4 miliar. Sehingga, ini yang sedang diperbaiki Menkes agar porsi pencegahan, lebih banyak dari pengobatan.
FAJAR PEBRIANTO