Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Menteri Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut di Sisa Sebulan Masa Pemerintahan, Ekonom: Mencurigakan

Ekonom Core Mohammad Faisal, mempertanyakan penerbitan aturan kontroversial di sisa satu bulan pemerintahan Presiden Jokowi.

15 September 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, mempertanyakan penerbitan aturan kontroversial di sisa satu bulan pemerintahan Presiden Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Aturan baru ini akan mempengaruhi implementasi pemerintahan mendatang, terutama dari sisi urgensinya. Apalagi soal pembukaan ekspor pasir laut, yang sebelumnya dilarang," kata Faisal melalui aplikasi perpesanan pada Sabtu, 14 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan Faisal itu merespons dibukanya kembali keran ekspor pasir laut dan benih lobster di era pemerintahan Jokowi lewat revisi sejumlah peraturan menteri.

Kembali diizinkannya ekspor pasir laut dilakukan setelah dua peraturan menteri perdagangan direvisi. Dua beleid itu adalah Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Sementara izin ekspor BBL diatur dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Sebelumnya larangan ekspor bayi lobster tertuang dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 17 Tahun 2021.

Faisal mengkritik keras dibuka kembalinya ekspor pasir laut oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas karena aturan itu bakal berimbas buruk terhadap lingkungan. Seharusnya, aturan seperti itu harus dipertimbangkan dan dikalkulasi secara matang sebelum diterbitkan.

Alasan pemerintah mengizinkan ekspor pasir laut untuk menghindari atau mengatasi masalah sedimentasi, menurut Faisal, juga tidak tepat. "Tapi apakah harus diekspor. Padahal kebutuhan dalam negeri banyak."

Kebijakan ini, kata Faisal, juga bisa jadi kontradiktif dengan rencana presiden terpilih Prabowo Subianto yang ingin membangun tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall. "Pasti bakal membutuhkan banyak pasir laut," tuturnya.

Ia pun mempertanyakan alasan dikeluarkannya izin ekspor pasir laut itu menjelang akhir masa pemerintahan. Apalagi jika dilihat dari segi geopolitik, yang paling berkepentingan dengan pasir laut adalah Singapura. "Ini justru mencurigakan," ujar Faisal.

Menurut dia, saat ini Singapura sedang membutuhkan pasir laut untuk membangun kawasan daratan negara tersebut yang hingga saat ini semakin bertambah luas. "Tentu akan mempengaruhi batas-batas antar-Singapura dan negara sekitarnya, termasuk Indonesia."

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, melalui juru bicaranya Wahyu Muryadi, menyatakan ekspor pasir laut dan benih bening lobster atau BBL mempunyai keuntungan untuk pendapatan negara.

"Ya, jelas. Prinsip yang mau kami raih seperti itu. Diharapkan negara mendapatkan pemasukan dari penerimaan negara bukan pajak atau PNBP," kata Wahyu ketika dihubungi Tempo, Sabtu malam, 14 September 2024.

Namun perihal ekspor pasir laut ini, Wahyu mengatakan secara prinsip pemanfaatannya tidak merusak lingkungan dan ekosistem laut. "Komitmen Pak Menteri Trenggono kan, jelas. Ekologi harus dijadikan panglima," tutur dia.

Ia pun mengklaim izin ekspor pasir laut tidak membuat nelayan dan masyarakat pesisir dirugikan. "Jadi pembersihan sedimentasi pasir laut tidak boleh membuat pulau tenggelam," ucapnya.

Justru, kata Wahyu, selama ekspor pasir laut dilakukan dengan tidak merusak lingkungan, di bawah kontrol ketat, serta ada uji tuntas, maka nilai ekspornya bisa menambah pemasukan negara melalui PNBP.

Sementara ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan dengan sebelumnya harus ada joint venture dengan perusahaan asal Vietnam dan harus memiliki izin dari Menteri Pertanian Vietnam untuk melakukan budidaya di Indonesia. "Maka perusahaan joint venture ini boleh melakukan pembesaran bersama di Vietnam," ucap dia.

Tak spesifik membeberkan berapa prediksi realisasi investasi Vietnam memanfaatkan keran ekspor benih lobster itu, Wahyu memperkirakan nilainya bakal besar. "Gampangnya kalau satu petak (lubang budidaya) modalnya Rp 100 juta, ya kali aja. Itu kan bisa ribuan petak lubang kerabat jaring apung itu," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus