Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jalan raya di depan pintu gerbang pabrik itu seperti pasar kaget. Penjual bubur ayam, nasi uduk, sayuran, hingga pedagang pakaian, menggelar lapak sepanjang 20 meter, di sisi Jalan Raya Purwakarta, Jawa Barat. Ani, salah satu karyawan pabrik garmen PT Great River International Tbk., tampak terburu-buru memilih dan membeli sayuran, Selasa pagi pekan lalu. Maklum, jam kerja pabrik segera dimulai.
”Alhamdulillah, kerjaan kami sudah stabil lagi sekarang,” kata Ani. Perempuan itu sudah melupakan kejadian buruk dua bulan lalu. Kala itu, bersama sebagian besar dari 520 karyawan Great River, Ani diberhentikan kerja sementara (lay off) dan hanya menerima separuh dari Rp 700 ribu gajinya setiap bulan.
Masa sulit dan aktivitas unjuk rasa saban hari kini telah ditinggalkan. Pabrik itu sudah kebanjiran order sejak awal Agustus lalu, seperti pesanan 200 ribu potong pakaian dalam dari Grup Matahari. Imbasnya, tak ada lagi karyawan yang dirumahkan. Malah, manajemen Great River harus mengontrak karyawan baru.
Tapi hati Ani dan sekitar 11 ribu karyawan di tiga lokasi pabrik Great River akan kecut kalau tahu upaya penyelamatan perusahaan menemui jalan buntu. Pertemuan antara pemilik sekaligus direktur utama perusahaan, Sunjoto Tanudjaja, dengan Presiden Direktur PT Nikko Securities Indonesia, Harianto Solichin, selaku wakil pemegang obligasi Great River di Jakarta, Selasa pekan lalu, tak membawa hasil.
Sunjoto menolak merogoh kocek lebih dalam karena merasa telah memenuhi semua janjinya. ”Komitmen cash flow sudah dilaksanakan sesuai dengan pernyataan, dan perusahaan tetap beroperasi dari bulan Mei sampai sekarang,” katanya dalam surat elektronik kepada Tempo, awal pekan lalu. ”Sesuai dengan pernyataan” dimaksud adalah surat bertanggal 31 Mei 2005, yang ditandatangani Sunjoto di hadapan wakil dari Nikko Securities, Bank Mandiri sebagai kreditor, dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
Sunjoto berjanji dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan arus kas Great River Rp 55 miliar hingga akhir tahun ini. Caranya, mencicil setiap bulan. Dia terbebas dari kewajiban bila mampu memenuhi kebutuhan kas perusahaan Rp 27 miliar dan mendapatkan investor baru paling lambat akhir bulan ini.
Nilai tersebut berdasarkan kebutuhan modal kerja Great River agar tetap hidup hingga akhir tahun nanti. Kas perusahaan produsen dan pemegang puluhan merek internasional pakaian jadi—seperti Arrow, Triumph, Kenzo—itu seret dan kesulitan likuiditas sehingga gagal membayar bunga obligasinya (lihat Obligasi Berbuntut Panjang). Gara-gara kas kering, gaji karyawan dipotong dan menyulut aksi demonstrasi ribuan karyawan sepanjang Maret hingga Juli lalu.
Kabar teranyar, Sunjoto mengaku telah memenuhi arus kas dan mendapatkan tiga calon investor baru Great River. Perinciannya, dalam bentuk tunai sekitar Rp 14 miliar, dan sisanya dalam bentuk penyelesaian kepada pemasok, cicilan bank, dan penagihan uang muka dari pembeli senilai total Rp 13 miliar.
Tapi kreditor berpendapat lain. Juru bicara Bank Mandiri, Ekoputro Adijayanto, meminta Sunjoto membayar tunai kewajibannya. Sedangkan Kepala Bapepam Darmin Nasution menilai cicilan yang dibayar Sunjoto Rp 2 miliar tiap bulan lebih kecil dari pernyataan semula, yaitu Rp 7,5 miliar.
Bapepam juga pernah memperingatkan Sunjoto agar membayar kewajibannya secara tunai. ”Pembayaran dari pihak ketiga adalah utang dagang Great River, bukan uang milik Saudara,” kata Darmin. Belakangan Sunjoto berkelit, surat pernyataan yang ditekennya bersifat sepihak dan bukan merupakan surat perjanjian. ”Sewaktu-waktu bisa saja ditarik kembali,” kata John Pieter Nazar, penasihat hukum yang ditunjuk Sunjoto sejak akhir Mei lampau.
Hingga akhir pekan lalu tak ada titik temu antara Sunjoto dan Bank Mandiri serta Nikko Securities. Sumber Tempo mengatakan, kini kreditor menunggu hasil audit khusus Ernst & Young atas neraca keuangan Great River, yang diperkirakan rampung bulan depan. Nah, hasil audit bakal dijadikan senjata ”pemaksa” agar Sunjoto mau menyelamatkan perusahaan sendiri dengan dana pribadi.
”Arahnya memang ke sana. Dari sisi kreditor, kami harus mempertahankan uang kami,” kata Ekoputro. Maklum, uang Bank Mandiri Rp 250 miliar sudah berstatus macet di Great River.
Hasil kerja Ernst & Young memang diperkirakan bakal mengungkap kesalahan manajemen Great River dalam pengelolaan kas dan pengalokasian utang. ”Tak mungkin jadi seperti ini kalau bukan kesalahan manajemen,” kata Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovian G. Ismy.
Sinyal ketidakberesan mulai terekam dari perolehan laba bersih Great River sebesar Rp 16,11 miliar pada akhir 2003, atau menyusut 98 persen dari tahun sebelumnya. Padahal, penjualan bersih relatif sama dalam dua tahun tersebut, yaitu Rp 500 miliar. Laporan keuangan terakhir yang tersedia per September 2004 memuat laba bersih Great River hanya tersisa Rp 7 miliar. Tapi di sisi lain, aset perusahaan terus membengkak. ”Begitu hasil audit keluar, akan dapat menjelaskan penyebab semua ini,” kata Darmin.
Yura Syahrul, Nanang Sutisna
Obligasi Berbuntut Panjang
2003 6 Januari: PT Inti Fasindo International (anak perusahaan Great River) menerbitkan obligasi I senilai Rp 100 miliar. 7 Oktober: Great River menerbitkan obligasi I senilai Rp 300 miliar.
2004 Awal Oktober: Great River memperoleh pinjaman hingga Rp 200 miliar dari Bank Mandiri. 22 Oktober: Kasnic Credit Rating menurunkan peringkat obligasi Great River dari A menjadi BBB+, karena terlambat membayar kupon bunga ke-4.
2005 6 Januari: Inti Fasindo menunda pembayaran bunga ke-8 obligasi I tahun 2003 senilai Rp 17 miliar. 13 Januari: BEJ menghentikan sementara perdagangan saham Great River, karena perusahaan itu belum membayar kupon bunga ke-5 obligasi sebesar Rp 11 miliar. Great River minta penundaan hingga 27 Januari. 17 Januari: Pefindo menurunkan peringkat obligasi Inti Fasindo menjadi CCC. 28 Januari: Sunjoto Tanudjaja menunjuk perusahaan keuangan, Renaissance Capital, sebagai penasihat dan mencarikan solusi kesulitan arus kas Great River. 6 Februari: Dirut Bank Mandiri ECW Neloe menyatakan tidak ada masalah dengan utang Great River sebesar Rp 200 miliar. Tapi perlu ada restrukturisasi manajemen perusahaan. 7 Februari: Kasnic menurunkan peringkat obligasi Great River menjadi D (default) dan meminta dilakukannya audit khusus atas tagihan piutang pihak ketiga. 11 Februari: Sunyoto dan Bank Mandiri (kreditor) menunjuk Boyke Gozali, Todo Sihombing, dan Tan Beng Kiat sebagai kuasa direksi Great River. 18 Februari: Rapat umum pemegang obligasi Great River menyatakan perusahaan lalai membayar kewajibannya (default). 25 Februari: Boyke Gozali mundur sebagai kuasa direksi Great River. 5 Maret: Sunjoto dan kreditor menunjuk Swantopo, Kristiono Setiadi, Hasanuddin Rahman, dan Dody Soepardi sebagai kuasa direksi baru Great River. 14 Maret: Great River mendapat suntikan modal kerja Rp 10 miliar. Rinciannya, dari Bank Mandiri Rp 4 miliar, Nikko Rp 4 miliar, dan Sukanta Tanudjaja, ayah Sunjoto, Rp 2 miliar. 31 Mei: Sunjoto membuat surat pernyataan kesanggupan memenuhi dan menanggulangi kebutuhan arus kas Great River Rp 55 miliar hingga akhir Desember 2005. 4 Juli: Bapepam memperingatkan Sunjoto agar memenuhi komitmen suntikan dana tunai Rp 7,57 miliar setiap bulannya. 10 September: Sunjoto menyatakan telah menyetorkan Rp 25,6 miliar sejak akhir Mei hingga awal bulan ini kepada Great River dan mendapatkan tiga calon investor baru.
YS/berbagai sumber
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo