Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menetapkan daftar pembagian tahap pertama dari hasil penjualan aset PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau Merpati Airlines yang pailit. Pembagian harta itu merupakan tahapan dari proses pembubaran Merpati Airlines yang diputus pailit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, daftar pembagian tahap pertama itu merupakan milestone penting dari pembubaran Merpati Airlines. Pembagian ini diharapkan dapat memberikan kepastian atas penyelesaian kewajiban Merpati Airlines kepada para kreditur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan mengedepankan asas keadilan bagi seluruh pihak, termasuk kepada eks karyawan,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Senin, 2 Januari 2023.
Pasca pengumuman, seluruh kreditur yang terdaftar dan terverifikasi pada daftar pembagian tahap pertama akan menerima pembagian sebagaimana penetapan pengadilan. Adapun dari daftar tersebut, sebanyak 1.225 eks karyawan Merpati Airlines mendapatkan pembagian sebesar Rp 54,8 miliar.
Selain itu, penetapan pengadilan atas daftar pembagian tahap pertama, juga menetapkan pembagian atas gaji terutang kepada 50 eks karyawan Merpati Airlines sebesar Rp3,8 miliar. “Selanjutnya, tim kurator akan melanjutkan upaya penjualan aset Merpati Airlines yang hasilnya nanti akan dibagikan kembali kepada para kreditur,” kata Yadi.
Selanjutnya: pilot Merpati menyatakan persoalan hak pesangon ...
Sebelumnya, Merpati Airlines yang diputus pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya. Hal itu berdasarkan putusan Nomor: 5/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN.Niaga.Sby. Jo. Nomor: 4/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Sby. tertanggal 2 Juni 2022.
Tahun lalu, sejumlah mantan pilot Merpati Air yang tergabung dalam Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menuntut hak pesangon yang belum dituntaskan oleh perusahaan pelat merah itu. Surat tersebut dikirim sejak 17 Juni 2021 dan telah memperoleh tanda terima.
"Selain ke Presiden (Jokowi), kami mengirimkan surat itu ke Wakil Presiden, Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perhubungan, Komnas HAM, Komisi VI DPR, dan Ombudsman," ujar Ketua PPEM Anthony Ajawaila waktu itu.
Dalam surat tersebut, pilot Merpati menyatakan persoalan hak pesangon mereka tidak kunjung diselesaikan sejak 2016. Adapun jumlah mantan karyawan Merpati yang hak pesangonnya belum dipenuhi perusahaan mencapai 1.233 orang. Sebagian karyawan tercatat belum menerima pelunasan pesangon sebesar 50 persen, sementara sisanya sama sekali belum memperoleh uang putus.
Pada 2020, total tanggungan PHK yang harus dipenuhi perusahaan mencapai Rp 318,17 miliar. Sesuai dengan Surat Pengakuan Utang (SPU), perusahaan semestinya melunasinya pada akhir Desember 2018.
Tak hanya pesangon, dana pensiun milik mantan karyawan Merpati pun tidak kunjung cair sejak yayasan yang mengelola anggaran itu dibubarkan pada 22 Januari 2015.
Anthony mengatakan eks pegawai Merpati telah berupaya meminta penjelasan dari manajemen Merpati ihwal berbagai persoalan hak-hak yang belum tuntas dibayar itu. Namun sampai saat ini manajemen belum memberikan keterangannya.
"Janganlah kami diperlakukan seperti kata pepatah habis manis, sepah dibuang. Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon kami," tutur para pilot dalam surat tersebut.
MOH KHORY ALFARIZI | FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini