Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Layanan peti kemas Pelabuhan Patimban masih sangat minim karena infrastrukturnya belum memadai.
Pemerintah diperkirakan masih kesulitan mengundang investor dan operator untuk Pelabuhan Patimban.
Direktur Utama PT Lookman Djaja Kyatmaja Lookman mengatakan keterbatasan infrastruktur membuat Pelabuhan Patimban masih sepi pengguna.
JAKARTA – Pelabuhan Patimban masih membutuhkan sokongan operator dan infrastruktur yang memadai untuk menjalankan segmen peti kemas. Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Patimban Dian Wahdiana mengatakan proyek dermaga internasional di Subang, Jawa Barat, tersebut masih dioptimalkan untuk distribusi kendaraan jadi (complete build-up/CBU), baik ekspor-impor maupun perdagangan domestik. “Layanan peti kemasnya masih sangat minim karena membutuhkan dukungan fasilitas,” katanya kepada Tempo, kemarin.
Dengan perkiraan investasi menembus Rp 43,2 triliun, Pelabuhan Patimban menjadi salah satu proyek strategis nasional termahal yang dirancang pemerintahan Presiden Joko Widodo. Biaya untuk pengerjaan proyek selama lebih dari satu dekade itu ditalangi oleh berbagai metode, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kas daerah, pinjaman luar negeri, serta hasil kemitraan negara dengan pihak swasta.
Pada tahap pengoperasian pertama yang terdiri atas dua fase, Pelabuhan Patimban ditargetkan menampung pergerakan total 600 ribu mobil CBU. Sejak dibuka pada Desember 2021 hingga November 2023, terminal kendaraan Patimban sudah melayani pergerakan ekspor-impor lebih dari 245 ribu mobil. Dermaga yang sama juga dipakai untuk proses bongkar-muat 67 ribu mobil untuk perdagangan domestik pada Januari-November 2023.
Proyek yang diwacanakan menjadi calon pesaing Pelabuhan Tanjung Priok ini pun dirancang untuk melayani mobilitas kontainer. Kapasitasnya akan dikembangkan secara bertahap, dari 250 ribu TEUs (ukuran peti kemas 20 kaki), lalu 3,75 juta TEUs, sebelum akhirnya menjadi 7,5 juta TEUs. Faktanya, Pelabuhan Patimban belum dilengkapi derek atau crane, alat bongkar-muat kontainer seperti rubber tyred gantry (RTG), serta fasilitas pendukungnya.
Layanan Pelabuhan Patimban di Subang masih terbatas untuk ekspor-impor kendaraan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan catatan KSOP Pelabuhan Patimban, lima paket konstruksi Tahap 1 Fase 1 proyek tersebut dirampungkan pada Agustus 2022. Adapun Tahap 1 Fase 2 masih dikejar hingga 2025. Salah satu proyek yang dikebut adalah pengerukan alur masuk pelabuhan. Agar pelabuhan bisa disinggahi kapal kargo raksasa, draf atau jarak kapal dan dasar laut di perairan Pelabuhan Patimban harus diperdalam, dari kisaran 14 meter menjadi 18-20 meter.
“Kami juga menunggu penyelesaian akses jalan tol penghubung pelabuhan via jalur Pantai Utara (Pantura),” tutur Dian.
Dia membenarkan bahwa PT Pelabuhan Patimban Internasional (PPI)—konsorsium pemenang hak kelola Patimban yang dipimpin CT Corp Infrastruktur Indonesia—sedang menjajaki peluang kemitraan dengan operator peti kemas asing. Sejauh ini dua kandidat terkuat yang sedang dilobi pemerintah dan PT PPI adalah Grup Mediterranean Shipping Company (MSC) dan Grup Abu Dhabi Port.
Untuk mendongkrak bisnis Pelabuhan Patimban, PT PPI diizinkan menggandeng operator asing setidaknya untuk mengejar target awal kapasitas peti kemas sebesar 250 ribu TEUs. Namun pengelola dermaga berbendera asing diwajibkan bermitra dengan entitas pelayaran lokal. Syarat ini sudah dipenuhi Abu Dhabi Port yang baru-baru ini mengakuisisi PT Meratus Line dengan transaksi menembus US$ 2 miliar atau sekitar Rp 30,8 triliun. Adapun MSC membentuk kongsi dengan PT Samudera Indonesia Tbk.
“Pemilihan mitra dilakukan PPI sebagai pemegang konsesi Pelabuhan Patimban,” kata Dian. “Sedangkan Kementerian Perhubungan akan melihat pengalaman dan networking kandidat tersebut.”
Saat dimintai konfirmasi, kemarin, General Manager Operations PPI Bastian Nugroho belum bisa menanggapi pertanyaan perihal penjajakan operator peti kemas Patimban. “Bisa ditanyakan langsung ke direksi saja,” katanya. Pertanyaan serupa kepada manajemen PT Samudera Indonesia pun belum bersahut.
Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang, Jawa Barat, 28 Desember 2022. Antara/Fakhri Hermansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membahas peluang kerja sama tersebut saat tatap muka dengan Chief Executive Officer Abu Dhabi Port Saif Al Mazrouei di Uni Emirat Arab pada 25 November lalu. Budi Karya mengklaim sudah menerima proposal penawaran kemitraan dari pengelola pelabuhan asal Timur Tengah itu. “Beberapa hal masih dinegosiasikan. Semoga dapat memberikan penawaran terbaik yang saling menguntungkan,” katanya dalam keterangan tertulis. Sampai artikel ini ditulis, upaya permintaan konfirmasi Tempo kepada juru bicara dan sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengenai pertemuan tersebut belum dijawab.
Direktur Eksekutif National Maritime Institute Siswanto Rusdi menduga pemerintah masih kesulitan mengundang investor dan operator untuk Pelabuhan Patimban. Ketatnya persaingan bisnis peti kemas di Pulau Jawa ditengarai meredam minat investor. Terminal Tanjung Priok di Jakarta, kata dia, bisa melayani mobilitas 7 juta TEUs kontainer. Kapasitas layanan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, juga sudah mencapai 3 juta TEUs. Selain itu, masih ada pesaing dari sejumlah pelabuhan utama lain.
“Calon operator pasti mengecek dulu potensi pasarnya. Jika sulit mendapatkan konsumen baru, siapa yang berani masuk (berinvestasi di Pelabuhan Patimban),” kata dia, kemarin.
Menurut Siswanto, pemerintah baru mengumbar pengajuan minat dari calon operator terhadap Patimban. Sejauh ini belum ada kepastian bisnis yang muncul dari setiap penjajakan tersebut. “Jangan sampai akhirnya hanya membahas ketertarikan tanpa realisasi investasi.”
Direktur Utama PT Lookman Djaja Kyatmaja Lookman mengatakan keterbatasan infrastruktur membuat Pelabuhan Patimban masih sepi pengguna. Setelah memiliki crane sekalipun, layanan Patimban masih harus disosialisasi secara gencar kepada para produsen di kawasan industri. Tanpa promosi khusus, kata dia, dermaga di Subang itu tak akan dilirik pelaku logistik.
“Apalagi sekarang kawasan industri semakin berkembang ke timur Jakarta, seperti Purwakarta. Pengusaha akan menimbang ongkos sebelum memakai Patimban (untuk ekspor),” ucap Kyatmaja kepada Tempo.
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo