Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Motor Penghiliran di Morowali

Pemerintah mendorong penghiliran industri berbasis nikel. Dialokasikan sepenuhnya untuk industri dalam negeri mulai 2022.

25 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Smelter di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park, Sulawesi Tengah./ Ridwan Djamaludin/Deputi Menko Maritim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagai mendaki di lereng terjal, realisasi program kendaraan listrik adalah puncak mimpi yang hendak digapai. Itu sebabnya, dalam rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin dua pekan lalu, Presiden Joko Widodo memerintahkan penyusunan regulasi mobil listrik segera dirampungkan. “Agar kita dapat beralih lebih cepat menjadi pemain utama kendaraan bermotor listrik,” ujarnya.

Jokowi tak mau ketinggalan. Sebab, sejumlah negara tengah berlomba mengembangkan teknologi kendaraan listrik. Indonesia mengawalinya dengan rencana pembangunan smelter, yang dilanjutkan dengan pendirian pabrik baterai isi ulang untuk kendaraan listrik. Perusahaan patungan global, PT QMB New Energy Materials (QMB), telah memulainya di Morowali, Sulawesi Tengah.

Berbagai mineral bahan baku utama baterai tersedia di Indonesia. Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rudy Suhendar menyebutkan sumber daya bijih nikel Indonesia diperkirakan mencapai 6,85 miliar ton. Adapun cadangan bijih nikel sekitar 3,16 miliar ton.

“Data cadangan berasal dari perusahaan yang telah melakukan eksplorasi,” kata Rudy. Negeri ini juga menyimpan mineral bahan baku pokok baterai listrik lain, yaitu kobalt (Co). Dua mineral lain yang juga penting dalam industri baterai kendaraan listrik adalah mangan (Mn) dan litium (Li).

Selama ini, Indonesia mengekspor nikel dalam bentuk mentah alias bijih. Badan Pusat Statistik menyebutkan ekspor bijih nikel Indonesia terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada 2013 sebesar 64,8 juta ton. Negara penyerap bijih nikel Tanah Air terbesar adalah Cina, yakni 58,6 juta ton pada 2013, kemudian Jepang sebanyak 1,9 juta ton. Tapi, tahun berikutnya, volume ekspor anjlok tinggal 4,16 juta ton seiring dengan kebijakan larangan ekspor mineral mentah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Perusahaan pertambangan diminta membangun fasilitas pengolahan.

Presiden Jokowi juga berkali-kali mengingatkan pengusaha agar menyetop ekspor bahan mentah dan berfokus mengembangkan industri hilir. “Saya orang bisnis. Dagang lebih enak daripada mengurusi industri. Tapi inilah keperluan negara kita,” ujarnya, beberapa waktu lalu. Jokowi mengatakan Indonesia harus segera mengembangkan penghiliran. Sebab, kata dia, negeri ini menyimpan sumber daya alam berlimpah tapi kekayaannya tak bisa dinikmati.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi Yunus Saefulhak memastikan nikel akan sepenuhnya didedikasikan untuk industri dalam negeri mulai 2022. Saat ini pemerintah masih mengizinkan ekspor khusus untuk grade rendah. Kelompok mineral ini masih diperbolehkan dijual ke luar negeri karena industri pengolahannya sedang dirintis. Kelak semua kategori wajib dimurnikan di dalam negeri.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjadikan kawasan Indonesia Morowali Industrial Park lokomotif penghiliran industri logam berbasis nikel atau baja antikarat (stainless steel). “Kalau dulu, kita ekspor 4 juta ton iron ore nilainya hanya US$ 240 juta. Tapi, bila sudah jadi stainless steel, nilainya mencapai US$ 3,5 miliar,” tutur Airlangga.

Deputi III Kementerian Koordinator Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengatakan, selain menghasilkan baja antikarat, Morowali memproduksi bahan baku baterai. Bahkan nantinya Morowali membuat baterai untuk kendaraan listrik. Pemerintah, dia menambahkan, tengah mengharmonisasi naskah peraturan presiden yang akan memayungi program kendaraan listrik. Targetnya, regulasi rampung dan bisa terbit pada Februari.

Ia menyebutkan salah satu penekanan aturan ini adalah definisi kendaraan listrik, yakni mobil atau sepeda motor yang menggunakan sumber energi baterai listrik. Pemerintah pun memberikan iming-iming. Makin banyak penggunaan komponen lokal, makin berderet insentif yang akan didapatkan.

RETNO SULISTYOWATI, VINDRY FLORENTIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus