Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Musik Digital di Pasar Milenial

Aplikasi musik asing membanjiri Indonesia. Menggandeng operator seluler untuk menggaet pengguna.

25 Februari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROYALTI yang lebih kecil ketimbang penjualan cakram musik tidak menyurutkan sejumlah musikus mempromosikan karya mereka melalui aneka aplikasi penyedia konten musik digital. Keberadaan aplikasi seperti Spotify dan Deezer itu menjadi ceruk baru bagi pemusik untuk mendulang pendapatan.

Salah satunya Ananda Badudu, gitaris grup musik duo Banda Neira. Sejak tiga tahun lalu, Ananda getol mempromosikan lagu-lagu Banda Neira ke aplikasi-aplikasi tersebut. "Efektif untuk menjangkau lebih banyak pendengar," ujarnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Salah satu aplikasi yang berkontribusi meningkatkan jumlah pendengar Banda Neira adalah Spotify, aplikasi musik asal Swedia.

Jumlah pendengar bulanan grup musik ini di aplikasi streaming Spotify mencapai 288 ribu pengguna. Angka itu separuh dari jumlah pendengar Raisa, yang hampir 500 ribu pengguna. Jumlah pendengar Banda Neira di Spotify itu juga jauh lebih besar ketimbang angka penjualan cakram dua album mereka pada 2013 dan 2016 yang hanya sebanyak 10 ribu keping.

Saluran digital bagi Ananda dan para musikus lain untuk mempromosikan karya musik semakin bertambah setelah pada pertengahan Februari lalu aplikasi streaming musik asal Prancis, Deezer, mengumumkan beroperasi di Tanah Air. Mereka menggandeng operator seluler lokal Hutchison Tri untuk masuk ke Indonesia. Langkah yang dilakukan Deezer ini serupa seperti Spotify yang menggandeng Indosat, Yonder Music bersama XL Axiata, Langit Musik dengan Telkomsel, dan Joox dengan sejumlah operator. Kolaborasi aplikasi dengan para operator seluler ini rata-rata berupa bundling paket langganan data Internet.

Bisnis musik digital melalui aplikasi on demand memang menggiurkan. Seperti dilansir dari Statista Market Outlook, pendapatan bisnis sektor ini diproyeksikan akan meningkat 14 persen pada 2018, dari US$ 8,3 miliar pada tahun lalu menjadi US$ 9,5 miliar. Begitu juga jumlah pengguna secara global yang diprediksi naik 5,6 persen dari 1.199.000 pada 2017 menjadi 1.267.000 pengguna pada tahun ini. Statista memprediksi Amerika Serikat tetap menjadi pasar terbesar dengan pendapatan bisnis mencapai US$ 4,8 miliar. Bisnis serupa di Indonesia diproyeksikan bakal mendatangkan pendapatan sekitar US$ 800 ribu atau setara dengan Rp 10,9 miliar.

Head of VAS & Digital Services Hutchison Tri Indonesia Sudheer Chawla menjelaskan, kemitraan antara Tri dan Deezer bertujuan meningkatkan layanan dan nilai tambah bagi para pelanggan. "Terutama generasi milenial yang memiliki minat terhadap musik," ujarnya kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Sudheer mengatakan Deezer memiliki banyak kelebihan, seperti koleksi mencapai 44 juta lagu serta algoritma khusus yang bisa menebak mood dan selera pengguna, sehingga aplikasi dapat memutarkan musik yang pas. Agar mempermudah akses pengguna, Tri mengintegrasikan Deezer ke dalam aplikasi hiburan mereka, Bima Plus. Dari sana konsumen bisa langsung menikmati layanan Deezer tanpa harus mengunduh aplikasinya.

Dengan adanya layanan baru ini, Sudheer menambahkan, Tri ingin mempermudah konsumen berlangganan musik premium tanpa harus melalui prosedur berbelit. "Cukup menggunakan pulsa, tidak perlu membuat akun baru di aplikasi Deezer." Sebetulnya, sebelum menggaet Deezer, Tri sudah punya akses ke Spotify dan Joox. Tapi, pada kedua aplikasi itu, pengguna Tri masih harus melakukan pendaftaran dan pembayaran terpisah. Dia tak menampik jika kehadiran fitur ini disebut bakal menggaet konsumen baru.

Meski sudah banyak aplikasi musik digital lainnya di negeri ini, Deezer melihat Indonesia tetaplah pasar potensial. Seperti dikutip dari thedrum.com, Vice President Deezer Asia-Pacific Daud Aditirto mengatakan pasar Indonesia masih sangat besar untuk aplikasi streaming musik. Berdasarkan hasil riset Deezer, 51 persen pengguna telepon seluler di Indonesia mendengarkan musik melalui ponsel. "Kesempatan kami untuk mendapatkan pengguna baru sangat besar," ucap Daud.

Sebetulnya Deezer sudah ada di Indonesia sejak 2012, jauh sebelum Spotify masuk pada 2016. Namun, menurut Daud, dengan adanya kerja sama dengan Tri, para pelanggan operator ini akan mendapat kemudahan dalam berlangganan. Pemilihan Tri sebagai partner juga didasari pada hubungan Deezer dengan Hutchison Three (merek global Tri) di Inggris Raya, Irlandia, dan Swedia. Deezer memang sedang melebarkan sayapnya di wilayah Asia. Pekan lalu, mereka mengumumkan telah resmi bekerja sama dengan operator seluler Singapura, Singtel.

Skema bundling langganan aplikasi musik digital dengan cara pemotongan pulsa (carrier billing), menurut Group Head Corporate Communications Indosat Ooredoo Deva Rachman, menjadi cara efektif menarik pelanggan seluler membeli paket aplikasi musik digital. "Penetrasinya lebih besar ketimbang pembayaran memakai kartu kredit," ujar Deva, Kamis pekan lalu. Hal ini, kata dia, terbukti dari mayoritas pengguna Indosat yang berlangganan Spotify memilih membayar paket langganan dengan cara potong pulsa.

Ihwal skema bisnis antara Indosat dan Spotify, Deva menjelaskan, perusahaan menerapkan skema revenue sharing. Pendapatan yang diperoleh Indosat melalui penjualan pulsa dan paket data untuk berlangganan aplikasi akan dibagi dengan Spotify. Ia tak menyebutkan nilai persentasenya. Yang pasti, Indosat memasang harga Rp 49.990 per bulan untuk berlangganan Spotify.

Spotify kini menjadi aplikasi musik terpopuler di dunia. Jumlah pengguna aktif mereka lebih dari 140 juta dan pelanggan berbayar mencapai 70 juta. "Kelebihan Spotify adalah koleksi lagu yang lebih lengkap dan banyak dibanding aplikasi lain," ujar Deva. Menurut dia, keputusan menggandeng aplikasi musik ini cukup tepat bagi Indosat untuk menjaring pelanggan baru, terutama anak muda. "Paket langganan yang kami tawarkan jadi daya tarik."

Selain membidik generasi milenial, aplikasi musik digital menjalankan beberapa strategi untuk meraup lebih banyak pengguna di Indonesia. Yonder Music, misalnya, menyasar pendengar musik dangdut yang jumlahnya banyak dengan menggandeng penyanyi dangdut Lesti Andryani sebagai brand ambassador. "Penggemar dia banyak dan aktif di media sosial. Dia juga mewakili wajah anak muda Indonesia berprestasi," ucap CEO Yonder Music Adam Kidron dalam konferensi pers 12 Februari lalu.

Yonder bersama XL Axiata juga rutin melakukan kampanye offline dengan mensponsori sejumlah konser. Salah satunya konser penyanyi Amerika Serikat, Katy Perry, yang akan digelar 14 April mendatang. Kedua perusahaan menyiapkan promo bagi pelanggan XL dan Yonder untuk mendapatkan tiket gratis dengan cara menukarkan kuota Internet. "Ini komitmen kami untuk mendekatkan pengguna Yonder dengan idolanya," ujar Adam.

Bagi para musikus, keberadaan aplikasi musik digital juga lumayan mendatangkan berkah. Makin banyak pengguna aplikasi yang mendengarkan musik mereka, makin tinggi pula pendapatan pemusik. Menurut Ananda Badudu, pendapatan Banda Neira dari saluran digital lebih besar ketimbang penjualan cakram musik. Dari Spotify, ia memperoleh rata-rata US$ 300 per bulan. Padahal, secara persentase, royalti yang didapatkan dari aplikasi ini sangat kecil. "Tapi pendapatan dari distribusi digital tidak dipotong biaya produksi dan distribusi cakram musik."

Praga Utama, Thea Fathanah (kontributor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus