MEREKA merasa belum dihargai. "Biasalah itu," ucap ir. C.
Debataradja dalam logat Bataknya. "Tak kenal maka tak sayang. "
Debataradja bersama anggota pengurus IKINDO (Ikatan Konsultan
Indonesia) lainnya memulai suatu kampanye supaya dikenal,
terutama oleh pemerintah. Banyak tugas kerja yang menyangkut
proyek besar, di mana pemerintah ikut menentukan, masih jatuh ke
tangan konsultan asing. Seakan-akan pemerintah masih belum
mempercayai kemampuan konsultan nasional sendiri. Namun
pemerintah seringkali tidak mempunyai pilihan karena konsultan
asing umumnya mendapat prioritas kerja di Indonesia karena
sejalan dengan masuknya bantuan modal dan investasi asing.
Setidaknya, sambung Ketua Umum IKINDO Dr. ir. Ariono Abdulkadir
dalam suatu pertemuan berbuka puasa bersama pers, pemerintah
"supaya mengakui eksistensi kami" agar "dipandang seimbang" oleh
grup sesama profesi dari luar negeri. Pengakuan itu dalam
prakteknya sesungguhnya sudah ada, terbukti dengan beberapa biro
konsultan asing yang mengajak partner Indonesia bekerjasama
dalam menyelenggarakan sesuatu proyek. Tapi kerjasama itu,
seperti diakui Hersubeno, anggota pengurus Kadin Indonesia,
mirip dengan "kawin paksa" karena partner Indonesia itu hanya
dijadikan embel-embelan, sebagai pelengkap saja. "Ini berat
untuk kita," kata Hersubeno.
IKINDO beranggotakan 56 perusahaan yang menjual jasa di bidang
teknik sipil, pertambangan, industri, energi, pertanian,
pariwisata, arsitektur, tatakota, manajemen, perbankan, latihan
dan lain-lain. Konsultan nasional memasang fee jauh lebih rendah
dibanding yang dari biro asing, menurut Sindhunata, ketua II
IKINDO. Tapi klien terbesar di Indonesia, yaitu sektor
pemerintah, masih belum bisa dijangkaunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini