PERUBAHAN politik di RRC dengan segera nampak di toserba negeri
itu. Jika dulu, di bawah Mao Tse-tung dan para pemimpin radikal
yang kini ditahan, setiap gejala "jalan kapitalis" diganyang
habis, kini etalase di Peking dan kota-kota lain mempertontonkan
kamera Jepang dan Amerika, pencukur jenggot listrik Jerman
Barat, alat stereo Jepang dan juga .... TV berwarna -- yang di
negeri "kapitalis" seperti Korea Selatan sendiri konon belum
boleh dibeli di dalam negeri.
"Orang-orang yang datang ke toko-toko itu membelalakkan mata
melihat apa yang bisa diperoleh di situ," kata John Kamm, editor
The China Economic Times sebagaimana dikutip oleh koran
Hongkong South China Morning Post pekan lalu.
Bisa dimengerti bila mata membelalak. Sejak kaum komunis
berkuasa di tahun 1949, barang-barang konsumsi cuma ditaruh di
belakang. Produksi barang industri yang diutamakan. Penduduk
cukup memiliki beberapa kebutuhan pokok -- paling mewah mungkin
sepeda, pulpen dan arloji -- yang dibikin di dalam negeri.
Namun bersamaan dengan kembalinya, dalam bentuk lebih kuat,
garis "pragmatis" yang tersohor itu, Wakil Perdana Menteri yang
jadi jurubicara soal-soal ekonomi Yu Chiu-li mengumumkan awal
Juli yang lalu bahwa pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor
hasil industri ringan dan barang-barang lain yang dibutuhkan
pasaran dalam negeri. Dan memang. Meskipun uang yang
dibelanjakan RRC untuk membeli arjoli, pesawat TV dan lain-lain
hanya mencapai US$ 69 juta tahun 1977, namun jumlah itu
merupakan kenaikan 80% lebih dari angka di tahun 1976.
Kenaikan lebih lanjut pun dinantikan dengan harap-harap cemas
oleh kalangan bisnis di Swiss (dari mana arloji datang), Jepang,
AS dan Jerman Barat serta negeri-negeri kapitalis lainnya.
Ramalan John Kamm: di tahun 1978 ini angka buat impor barang
konsumen akan mencapai US$ 100 juta. Dan kamera bakal merupakan
barang yang akan banyak diimpor nanti.
"Klas Baru"
Apa latarbelakang perubahan yang bisa membawa RRC (dengan
penduduknya yang berjumlah 900 juta) menjadi masyarakat
berkonsumsi tingkat tinggi ini? Diduga karena pemerintah Hua
ingin memperlihatkan kepada rakyatnya bahwa komitmen mereka
cukup serius untuk meningkatkan standar hidup. Juga untuk
menyalurkan kelebihan daya beli dari sejumlah anggota
masyarakat.
Adapun "klas baru" ini terdiri dari orang-orang yang disokong
oleh sanak keluarga perantauan. Juga para pejabat tingkat tengah
dan tinggi. Tak kurang dari itu, ialah kalangan guru besar, ahli
teknik, sarjana dan manajer. Di dalam garis baru pemerintah Hua,
kalangan yang terakhir ini akan diperlakukan jauh lebih baik --
karena dibutuhkan buat modernisasi RRC, setelah merasa
tertinggal di bawah garis "radikal".
Yang menarik adalah cerita tentang TV berwarna itu. Ketika John
Kamm bulan April melihat ada TV berwarna diiklankan di pekan
raya Kanton, ia mengira tak akan ada yang mau membeli. "Tapi
ketika saya kembali 10 hari kemudianj semuanya sudah laku
terjual-dari jumlah sebanyak selusin di toko itu."
Harga TV berwarna bikinan Jepang ukuran 20 inci adalah HK$
7.200. Harga tv hitam-putih bikinan Hungaria adalah ZHK$ 3 .240.
"Meskipun harganya melambung sekali, pesawat bikinan Jepang itu
sangat populer," kata Kamm, "terutama di distrik-distrik tempat
banyak orang Cina perantauan tinggal." Menurut statistik
perdagangan, RRC tahun lalu mengimpor 5000 TV dari Jepang, dan
menurut sumber-sumber yang dikutip Kamm, semuanya terjual habis.
Sampai sejauh mana garis ke arah pembebasan barang konsumsi
mewah ini akan mempengaruhi kehidupan sosial-politik RRC, masih
harus dilihat. Negeri yang pernah jadi contoh kehidupan
sederhana serta sama-rata-sama-rasa ini barangkali akan suatu
ketika kelak mendengar suara-suara egalitarian kembali. Tapi
mungkin rakyat RRC sudah kepingin mencicipi hidup enak, dan
menjadikan komunisme mereka komunisme yang lebih mengkilap serta
nyaman. Meskipun tempo hari almarhum Mao pernah bilang,
memperingatkan: "Revolusi itu bukan sebuah jamuan makan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini