Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat Indonesia kembali mengalami surplus neraca perdagangan pada Oktober 2024. Hal ini berarti neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 54 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surplus neraca perdagangan pada Oktober 2024 adalah sebesar US$ 2,48 miliar atau turun sebesar US$ 0,76 secara bulanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Surplus neraca perdagangan bulan Oktober 2024 relatif lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan juga bila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu,” kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam pemaparannya di gedung BPS, Jakarta Pusat pada Jumat, 15 November 2024.
Kondisi surplus pada Oktober 2024 ditopang oleh surplus untuk komoditas nonmigas. Penyumbang surplus utamanya berasal dari komoditas bahan bakar mineral atau HS 17, lemak dan minyak hewani dan nabati atau HS 15, serta besi dan baja atau HS 72.
Pada saat yang bersamaan, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit sebesar US$ 2,32 miliar, dengan komoditas penyumbang defisit berasal dari komoditas hasil minyak maupun minyak mentah.
Hingga Oktober 2024, surplus neraca perdagangan barang Indonesia mencapai US$ 24,43 miliar. Secara kumulatif, neraca perdagangan nonmigas mengalami surplus sebesar US$ 41,82 miliar sementara neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar US$ 17,39 miliar.
“Jika dilihat menurut negara, defisit neraca perdagangan nonmigas kumulatif terbesar hingga Oktober tahun ini adalah dengan Tiongkok (Cina) sebesar US$ 9,62 miliar,” ujar Amalia.
Pada Oktober 2024, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara. Tiga terbesar di antaranya adalah dengan India sebesar US$ 1,56 miliar, Amerika Serikat dengan surplus US$ 1,52 miliar, dan Filipina sebesar US$ 0,80 miliar.
Komoditas penyumbang surplus terbesar dengan India adalah lemak dan minyak hewani dan nabati atau HS 15, bahan bakar mineral atau HS 27, serta besi dan baja atau HS 72. Sementara dengan AS adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya atau HS 85, alas kaki atau HS 64, serta pakaian dan aksesoris dalam bentuk rajutan atau HS 61.
Dengan Filipina, komoditas penyumbang surplus terbesar yaitu kendaraan dan bagiannya atau HS 87, bahan bakar mineral atau HS 27, dan berbagai makanan olahan atau HS 21.
Sementara itu, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara. Tiga yang terbesar di antaranya adalah dengan Cina sebesar US$ 0,77miliar, Brasil dengan nilai defisit sebesar US$ 0,39, dan Thailand sebesar US$ 0,34 miliar.
Penyumbang defisit terdalam dengan Cina antara lain mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya atau HS 84, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya atau HS 85, serta kendaraan dan bagiannya atau HS 87.
Komoditas utama pendorong defisit dengan Brasil antara lain gula dan kembang gula atau HS 17, ampas industri makanan atau HS 23, dan kapas atau HS 52. Sementara dengan Thailand, penyebab defisit utama adalah HS 84, HS 87, serta plastik dan barang plastik atau HS 30.