Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kedatangan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis, 18 April 2024. Pertemuan tersebut berlangsung sekitar satu jam setelah Blair sampai di kompleks Istana Negara sekitar pukul 10.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Negara menyambut pimpinan Tony Blair Institute itu dengan didampingi oleh sejumlah menteri di kabinetnya. Di antaranya adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diketahui, ada sejumlah topik utama yang dibahas dalam persamuhan tersebut. Berikut poin penting hasil pertemuan keduanya.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengungkapkan salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan antara Jokowi dan Tony Blair adalah mengenai energi baru terbarukan. Salah satunya tentang solar panel dan beberapa alur logistik khususnya di IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Akan ada rencana pembangunan Uni Emirat Arab berupa solar panel di sana, detailnya kami lagi susun,” ucap Bahlil memberikan keterangan usai persamuhan tersebut pada Kamis, 18 April 2024.
Kepala BKPM itu mengatakan, rencana investasi di sektor energi baru terbarukan tersebut difasilitasi oleh Tony Blair Institute. Adapun terkait detail investasinya akan disampaikan kemudian.
“Ini business to business akan masuk (investasi) dari UAE, detailnya nanti disampaikan, tetapi ini difasilitasi oleh Tony Blair institute,” kata dia.
Bahlil menyebut belum ada nilai investasi yang bisa dia bagikan karena proposalnya baru masuk. Dia juga belum bisa memastikan kapan kontrak kerja sama proyek pembangunan panel surya itu akan ditandatangani oleh Indonesia dan UAE. Namun menurut dia, kapasitas solar panel itu akan mampu menghasilkan listrik kurang lebih 1,2 giga watt peak. Bahlil juga memastikan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan turut dilibatkan dalam proyek kerja sama ini.
“Pasti akan berkolaborasi dengan PLN, karena (sesuai) undang-undang kan (kewenangannya ada pada) PLN. Setelah itu baru kita rumuskan regulasinya,” ujar dia.
Penangkapan dan Penyimpanan Karbon
Selain investasi solar panel dari Uni Emirat Arab yang difasilitasi oleh Tony Blair Institute, pertemuan Jokowi dan Blair juga mendiskusikan terkait penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) untuk digunakan di IKN.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, pihak asing diizinkan menyimpan karbon di perut bumi Indonesia dengan porsi penyimpanan 30 persen, atas seizin kontraktor dan pemegang izin operasi CCS di Tanah Air. Sementara itu, sebesar 70 persen porsi penyimpanan karbon diprioritaskan untuk penghasil karbon dalam negeri.
“Ini diformulasikan agar menjadi sumber pendapatan baru negara, dan kita bisa kelola untuk memberikan insentif bagi industri yang masuk ke Indonesia,” tutur Bahlil.
Percepat Transformasi Digital
Presiden Jokowi juga meminta Tony Blair untuk melakukan percepatan atau akselerasi dalam bidang transformasi digital birokrasi di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Menteri PAN RB Abdullah Azwar Anas dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan.
“Kami diminta Pak Presiden bersama Pak Menteri Investasi untuk mendampingi kehadiran Pak Tony Blair. Salah satu yang terkait dengan kami adalah transformasi digital birokrasi Indonesia,” ucap Anas pada Kamis, 18 April 2024.
Anas mengatakan, sebelumnya Blair telah menyambangi Kantor Kementerian PAN RB untuk melakukan koordinasi dalam transformasi digital. Dia pun menjelaskan Blair meyakinkan bahwa tidak ada cara yang lebih cepat untuk melipatgandakan pencapaian negara dan birokrasi yang efisien, kecuali melalui program digitalisasi.
Oleh karena itu, dia mengatakan upaya digitalisasi akan terus dijalankan. Salah satunya dengan studi banding langsung ke Inggris dan Estonia. Tony Blair Institute juga meminta pemerintah dalam waktu dekat untuk segera meluncurkan INA digital sebagai gov tech (government technology) Indonesia, supaya dapat membantu mengintegrasikan berbagai sistem layanan publik.
“Sekarang ini begitu banyak aplikasi, ada 27 ribu aplikasi. Setiap inovasi selama ini membuat aplikasi sehingga bukan mempermudah rakyat untuk mendapatkan layanan, tapi mempersulit rakyat untuk download satu-satu,” kata Anas dikutip dari Antaranews.
RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Kominfo Pastikan Tak Akan Beri Keistimewaan bagi Starlink