Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Koordinasi digelar sembari menunggu persetujuan draf peta jalan keuangan berkelanjutan tahap II.
Implementasi road map tahap I menuai banyak kritik.
Dukungan datang dari anak usaha Bank Dunia.
PANDEMI Covid-19 membuat sejumlah agenda Rendra Zairuddin Idris beralih ke forum-forum virtual. Termasuk ketika Kepala Departemen Internasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu kudu berembuk dengan perwakilan kementerian dan lembaga lain mengenai pengembangan sistem keuangan berkelanjutan. “Beberapa kali kami berkoordinasi via Zoom, terutama dengan beberapa pengampu utama, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Keuangan,” ujar Rendra, Rabu, 16 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun ini memang menjadi masa krusial untuk kelanjutan mimpi OJK mendorong peran industri jasa keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan aspek sosial dan lingkungan. Peta jalan keuangan berkelanjutan tahap I yang bergulir pada 5 Desember 2014 telah habis masa berlakunya pada akhir tahun lalu, dan semestinya disusul road map tahap II untuk rencana kerja 2020-2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rendra, draf peta jalan keuangan berkelanjutan tahap II kini telah disetorkan ke meja pimpinan OJK. Pada fase kedua ini, kata dia, OJK akan berfokus membentuk ekosistem keuangan berkelanjutan secara menyeluruh agar bisa lebih cepat mendorong penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam setiap aktivitas keuangan.
Rendra belum bisa memaparkan detailnya. Namun dia menjamin pengaturan, produk, hingga koordinasi antar-pemangku kepentingan dalam keuangan berkelanjutan bakal terangkai utuh pada fase II. “Tugas kami memastikan lembaga jasa keuangan siap menerapkan ESG. Itu alurnya,” ucapnya.
Itu sebabnya, di tengah penantian persetujuan Dewan Komisioner OJK terhadap draf peta jalan keuangan berkelanjutan tahap II, koordinasi terus dilakukan dengan kementerian dan lembaga lain. Bappenas, misalnya, selama ini menjadi Sekretariat Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Lewat forum koordinasi itu, Rendra berharap kesamaan visi terbentuk. Dengan begitu, peta jalan keuangan berkelanjutan bisa menjadi petunjuk yang jelas bagi lembaga keuangan untuk menerapkan sistem keuangan hijau.
Amalia Adininggar Widyasanti. Foto: bappenas.go.id
Kepala Sekretariat Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pemerintah terus berkomitmen menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pencapaian SDGs dan aksi Adaptasi Pasifik untuk Perubahan Iklim (PACC). Menurut dia, komitmen tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Bappenas, kata Amalia yang juga menjabat Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, mendapat mandat mendorong dukungan terhadap SDGs dari semua pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun non-pemerintah. “Setiap perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia wajib menyampaikan sustainable report untuk bagian tanggung jawab dan komitmen terhadap SDGs,” Amalia mencontohkan.
Peta jalan keuangan berkelanjutan tahap I mengusung sasaran yang sama. Dari road map ini, misalnya, lahir Peraturan OJK Nomor 51 Tahun 2017 yang mewajibkan bank di Indonesia menyusun rencana aksi keuangan berkelanjutan. Bank juga harus menerbitkan laporan keberlanjutan tahunan untuk menunjukkan bagaimana perseroan mengelola risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola. Aturan yang sama mengatur bahwa penerapan keuangan berkelanjutan pada bank umum kelompok usaha 2 dan 3, lembaga pembiayaan, serta anggota bursa akan dimulai tahun ini.
•••
DI tengah masih kaburnya isi peta jalan keuangan berkelanjutan tahap II, kritik justru kian kencang. Road map 2015-2019 dianggap tak ampuh mengerem laju pembiayaan dari lembaga keuangan kepada perusahaan-perusahaan yang berisiko merusak lingkungan.
Dalam laporannya, koalisi yang dibangun Transformasi untuk Keadilan (TUK) Indonesia, Rainforest Action Network, Jikalahari, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, dan Profundo mengidentifikasi keterlibatan puluhan perusahaan kehutanan dan perkebunan sawit dalam kebakaran hutan dan lahan 2019. Perusahaan-perusahaan ini terafiliasi dengan 17 grup yang merupakan emiten Bursa Efek Indonesia, Kuala Lumpur, dan Singapura.
Raksasa-raksasa industri kehutanan dan perkebunan sawit ditengarai menerima pembiayaan US$ 19,1 miliar atau senilai Rp 262 triliun sepanjang 2015-2019. Di antara daftar kreditornya, terdapat sejumlah bank first mover keuangan berkelanjutan di Indonesia. Disebut first mover lantaran mereka tergabung dalam daftar delapan bank yang berinisiatif membentuk Industri Keuangan Berkelanjutan Indonesia pada Mei 2018. “Reformasi dibutuhkan untuk memaksa bank menerapkan kriteria pinjaman yang lebih ketat,” ujar Direktur Eksekutif TUK Indonesia Edi Sutrisno, 4 September lalu.
Edi berharap peta jalan keuangan berkelanjutan tahap II yang tengah disiapkan OJK menjawab kelemahan road map sebelumnya yang berfokus pada penguatan kapasitas dan pemahaman para bankir terhadap isu keuangan berkelanjutan.
Menurut Rendra Zairuddin Idris, keuangan berkelanjutan merupakan kebijakan baru di sektor keuangan Indonesia sehingga tak mudah untuk langsung diterapkan. “Bicara keuangan berkelanjutan belakangan ini nuansanya makin kuat, tanpa kita sadari pressure masyarakat sudah makin tinggi,” ujarnya.
Rendra Zairuddin Idris. Foto: Dok.AIC
Rendra mengingatkan, pada masa peta jalan keuangan berkelanjutan tahap I, lembaganya menerbitkan Peraturan OJK Nomor 60 tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan. Perusahaan yang hendak menerbitkan green bond mesti teridentifikasi sebagai kegiatan usaha berwawasan lingkungan. Penentuannya bukan oleh OJK, melainkan penilaian para ahli lingkungan. Dana hasil penerbitan bond hanya bisa disalurkan untuk kegiatan yang memperhatikan kelestarian lingkungan, seperti pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, atau pencegahan dan pengendalian polusi. “Nanti semua kegiatan harus menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan. Semuanya, tak hanya di industri keuangan,” tutur Rendra.
International Finance Corporation (IFC), lengan Bank Dunia untuk pembiayaan sektor swasta di negara-negara berkembang, menilai sejumlah langkah Indonesia untuk mewujudkan keuangan berkelanjutan telah menunjukkan kemajuan signifikan. Selama ini IFC juga terlibat dalam penyusunan peta jalan keuangan berkelanjutan sejak 2014. “Pengembangan kerangka keuangan berkelanjutan di Indonesia merupakan proses multitahun, dan kami mendukung penuh tekad pemerintah untuk terus menempuh jalur ini,” kata Karlis Salna, Communications Officer untuk IFC Indonesia, Timor Leste, dan Kepulauan Pasifik, Jumat, 11 September lalu.
Menurut Salna, IFC juga mendukung rencana OJK memberikan insentif pembelian dan penyaluran kredit kendaraan listrik. “Setiap kebijakan yang mengarusutamakan praktik keuangan berkelanjutan akhirnya akan menghasilkan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo