Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ombudsman: Ada Dugaan Maladministrasi dalam Alokasi Impor Bawang Putih

Ombudsman mempertanyakan alasan pemerintah memberikan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) kepada para pelaku usaha baru.

6 Maret 2025 | 13.19 WIB

Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan (kiri), Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Diaz Hendropriyono, saat ditemui awak media di kantor Ombudsman pada Senin, 18 November 2024. TEMPO/Muh Raihan Muzakki
material-symbols:fullscreenPerbesar
Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan (kiri), Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Diaz Hendropriyono, saat ditemui awak media di kantor Ombudsman pada Senin, 18 November 2024. TEMPO/Muh Raihan Muzakki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman mempertanyakan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) kepada 87 pelaku usaha yang diduga mayoritas merupakan perusahaan baru. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, Kementan perlu menjelaskan alasan di balik alokasi itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIPH maupun izin impor pada hakikatnya merupakan insentif kepada pelaku usaha yang mau bekerja benar. Jadi agak aneh kalau ada pelaku usaha yang memang mainnya di situ tiba-tiba enggak dapat izin,” ujar Yeka saat diwawancara Tempo melalui telekonferensi, Selasa pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pemerintah, kata dia, dapat beralasan memilih tak memberikan RIPH itu kepada pelaku usaha lama karena mereka tak taat aturan. Tapi jika memang ada pelaku usaha yang nakal, pemerintah seharusnya mengumumkan daftar hitam (blacklist) para pelaku usaha itu kepada publik.

Tanpa penjelasan resmi, ia mengatakan publik hanya dapat bertanya-tanya apa yang sesungguhnya terjadi dengan para pelaku usaha lama, apakah mereka bangkrut atau sekadar mengalami kesulitan dalam melakukan importasi. “Atau persoalan akses saja? Akses pengusaha lama dipersulit, dibukalah akses pengusaha baru. Nah ini saya juga enggak tahu persoalannya,” ujar lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Ia tak percaya jika seluruh pelaku usaha yang telah lama malang-melintang di bisnis bawang putih itu tak taat aturan. Menurut dia, banyak pelaku usaha baik-baik yang layak mendapatkan RIPH dari pemerintah. Ia berharap, Kementan memberikan akses kepada mereka. “Saya khawatir perusahaan baru jadi cangkang. Tapi pemain yang sebenarnya orang lama. Ada aktivitas rente di sini,” ujar dia.

Ihwal perusahaan-perusahaan seumur jagung yang menerima rekomendasi impor, ia mengatakan, ada dugaan mereka memiliki privilese. Ia mempertanyakan alasan pemerintah memberikan privilese itu kepada para pelaku usaha baru ini. “Itu pertanyaan yang dugaan maladministrasinya kental banget,” ujar dia.

Tempo telah berupaya meminta konfirmasi Plt Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Muhammad Taufiq Ratule melalui aplikasi perpesanan dan surat permohonan wawancara. Tapi hingga berita ini ditulis, ia belum merespons.

Alif Al Syahban, Humas Direktorat Jenderal Hortikultura, mengatakan rata-rata pimpinannya sedang bertugas sebagai penanggung jawab swasembada pangan di setiap provinsi. "Mohon maaf belum ada tanggapan," ujarnya, Selasa, 4 Maret 2025.

Dari RIPH yang telah dikeluarkan Kementan, sebagian di antaranya telah memperoleh persetujuan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Kementerian Dalam Negeri, Senin, 24 Februari 2025 lalu, Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Pengamanan Pasar Kemendag Tommy Andana melapor telah menerbitkan PI bawang putih sebanyak 226.101 ton. Tapi dari izin impor itu, baru 21 ribu ton di antaranya yang akan terealisasi bulan Maret. Dari informasi yang didapatkan Tempo, total ada 26 dari 87 pelaku usaha yang telah memperoleh PI.

Ketika dikonfirmasi ihwal dugaan perusahaan-perusahaan baru yang menerima PI, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengklaim tak hafal kepada siapa saja PI itu diterbitkan. “Saya enggak hafal, tapi, tapi PI sudah dikeluarkan,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 26 Februari 2025.

Keterlambatan realisasi impor bawang putih disinyalir mengakibatkan harga produk hortikultura itu naik. Di Jakarta, berdasarkan data Info Pangan Jakarta, produk hortikultura itu kini telah tembus Rp 46.867 per kilogram, meninggalkan harga eceran tertinggi (HET) Rp 38.000 per kilogram.

Keterlambatan realisasi impor bawang putih disinyalir mengakibatkan harga produk hortikultura itu naik. Di Jakarta, berdasarkan data Info Pangan Jakarta, produk hortikultura itu kini telah tembus Rp 48.200 per kilogram, meninggalkan harga eceran tertinggi (HET) Rp 38.000 per kilogram.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus