Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pada Suatu Hari, Dalam "Gold Bond"

General manager pt. ait (yang memproduksi rokok gold bond) chai koh sin membawa lari uang perusahaan sebesar 201 juta. chua pho tiong (dir-ut ait yang lama) dituduh sebagai penerimanya. (eb)

28 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUGENG Prananto, Dir-Ut PT Asia Indonesia Tobacco yang memroduksikan sigaret Gold Bond masih nampak lesu ketika ditemui di kanrornya pekan lalu. Bukan - lantaran pabrik rokok miliknya di Cijantung Jakarta Timur itu mundur akibat banyaknya saingan. Tapi uang perusahaan sebanyak US$ 320.000 (Rp 201 juta) telah dibawa lari oleh Chai Kok Sin, general manager perusahaan itu. Bagaimana sampai Chai, orang paling dekat dengan Dir-Ut Sugeng bisa berbuat begitu? "Saya belum bisa memberi keterangan, sebab kasusnya sudah berada di tangan kejaksaan," kata Sugeng. Chai Kok Sin, 44 tahun, orang Singapura kelahiran daerah Ipoh Perak Malaysia, pada 11 Januari lalu Chai memerintahkan Saleh Huwel, akuntan perusahaan rokok putih itu. Isi perintah: membuat surat permohonan membeli draft (wesel bank) sebesar US$ 320.000 itu untuk dikirimkan kepada perusahaan Wellgain Trading Ltd. Hong Kong. Sugeng Prananto sendiri merasa perusahaan tak punya hubungan apa pun dengan Wellgain Trading itu, dan baru mengetahui ada pengiriman wesel bank ketika melakukan pemeriksaan pembukuan 12 April, tiga bulan setelah kejadian itu. Menurut Sunarto, manajer personalia di PT AIT, Sugeng merasa tergerak melihat pembukuan setelah Chai selama 3 hari berturut-turut tak masuk kerja, tanpa kabar. Tapi toh ada versi lain. Chai, seperti diceritakan sebuah sumber TEMPO, mengaku instruksi pembelian wesel bank itu datang dari Dir-Ut Sugeng secara lisan lewat aipbone. Maksudnya untuk membayar saham Chuo Pho Tiong, kini berdomisili di Singapura. James Bond Siapa dia? Pada 1970 Chua Pho Tiong, pemilik PT Asia Tobacco Singapore dengan Kwartir Nasional Pramuka, pemilik PT Molino Pramuka, terjalin usaha patungan untuk memroduksikan sigaret merk Gold Bond. PT Molino Pramuka sendiri mulanya adalah pabrik sepatu, meneruskan usaha NV Molino milik Belanda yang di tahun 1964 dirampas oleh negara (lihat box). Perusahaan patungan dengan saham 80% milik Chua dan 20% untuk Pramuka itu pada mulanya berjalan mulus. Bahkan di tahun 1971, ketika sebuah film yang dibintangi James Bond diputar di salah sebuah bioskop Jakarta, PT AIT ikut meramaikan dengan sayembara sigaret Gold Bond. Tapi popularitas merk sigaret itu perlahan-lahan menurun, antara lain karena rokok itu di tahun 1972 pernah menghilang sebentar dari pasaran. Maka untuk mencari pasaran yang baru, selain tetap memroduksikan sigaret Gold Bond, pabrik di Km 24 jalan raya Jakarta-Bogor itu juga mengeluarkan sigaret merk Fortune, Abdulla, Hope, Icecold dan Viscount -- yang umumnya kurang banyak penggemarnya. Alkisah, pada 1 Agustus 1979, setelah hampir 10 tahun beroperasi di Indonesia, Dir-Ut Chua Pho Tiong akhirnya memutuskan untuk menjual seluruh sahamnya kepada Sugeng Prananto. Permohonan Sugeng agar status perusahaan PT AIT diubah dari Penanaman Modal Asing menjadi Penanaman Modal Dalam Negeri disetujui oleh Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, Barli Halim, tanpa banyak soal. Di bawah Sugeng Prananto, PT AIT masih tetap memroduksikan merkmerk sigaret yang sama. Jumlah buruhnya kini sekitar 300, dengan produksi keseluruhan hanya 8.000 box atau 4 juta batang/bulan. Peredarannya hampir ke seluruh Indonesia dan 25% di wilayah DKI. Tak lama setelah itu, atas saran Chua, Sugeng Prananto meminta Chai Kok Sin untuk menjabat sebagai general manager di PT AIT, yang tak diubah namanya. Dalam surat yang ditandatangani Dir-Ut PT AIT yang baru Sugeng Prananto, disebutkan syarat-syarat kerja yang cukup menarik buat Chai: Gaji sebulan S$ 7.500 (Rp 2.175.000) ditambah 4 bulan bonus dalam setahun. Juga semua biaya perjalanan, biaya hotel dan pengeluaran untuk hiburan dan jamuan menjadi tanggungan perusahaan. Di atas semua itu, Chai yang selam di Jakarta tinggal di sebuah perumahan perusahaan, diberi kelonggaran untuk berkunjung ke Singapura dua kali dalam sebulan atas tanggungan perusahaan. Tapi yang paling penting agaknya adalah ini: orang Singapura itu mendapat wewenang untuk "mengelola seluruh kegiatan perusahaan dan melaporkannya kepada dewan direksi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus