Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno membandingkan modal share atau tingkat penggunaan angkutan umum Indonesia dengan beberapa negara. Menurut dia, modal share angkutan umum banyak kota di manca negara, seperti Singapura, Tokyo, Hongkong, Seoul, Beijing sudah di atas 50 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan di Kuala Lumpur dan Bangkok kisaran 20-50 persen. “Sementara kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Denpasar, dan Makassar kurang dari 20 persen,” ujar dia lewat keterangan tertulis dikutip Selasa, 6 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ditambah lagi, dia melanjutkan, banyak kota di Indonesia yang sudah tidak ada lagi layanan transportasi umum. “Yang masih tersisa dengan armada bus yang bagus di Indonesia adalah transportasi umum antar kota antar provinsi,” ucap dia.
Djoko mengatakan upaya untuk mengembalikan layanan transportasi umum masih belum memberikan hasil yang maksimal. Bahkan kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta bisa mencapai Rp 65 triliun per tahun. Sementara di Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar sudah mencapai Rp 12 trilun per tahun atau melebihi APBD kotanya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM 2012, alokasi bahan bakar minyak atau BBM terbesar digunakan oleh kendaraan pribadi (53 persen mobil dan 40 persen sepeda motor) dan angkutan barang 4 persen. “Sisanya 3 persen digunakan oleh transportasi umum,” tutur Djoko.
Dia menilai, Indonesia perlu melakukan penghematan BBM, lantaran sekarang 50 persen lebih BBM sudah impor. “Satu-satunya yang dapat dilakukan itu adalah memperbanyak layanan transportasi umum di seluruh pelosok negeri. Agar penggunaan BBM lebih hemat dan subsidi BBM dari APBN berkuang,” kata dia.
Padahal, Djoko menegaskan penyediaan transportasi umum perkotaan sudah termaktub dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di mana isinya menyebutkan pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan.
“Aturan itu kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Nomor 9 tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Penumpang Umum Perkotaan,” tutur Djoko yang juga pengamat transportasi Unika Soegijapranata itu.
Pilihan Editor: Kemenhub Dorong Penggunaan Kendaraan Listrik untuk Angkutan Umum
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.